2. Penghitungan 1721-A1 untuk karyawan yang pindah cabang/kantor pusat beberapa kali dalam setahun.
Jika kita baca secara seksama dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 pada contoh penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 bagian kedua sub I.5, terdapat contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang dipindahtugaskan di beberapa tempat dalam tahun berjalan.
Contoh tersebut diilustrasikan sebagai berikut :
Try Dharmadi yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara Mandiri di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pada 1 Oktober 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut. Gaji Try Dharmadi sebesar Rp3.500.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp100.000,00. Selama bekerja di PT Nusantara Mandiri Try Dharmadi hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Atas kasus ini, Try Dharmadi akan memperoleh 3 (tiga) bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1) dengan rincian sbb :
Selanjutnya kami mencoba untuk melakukan pengujian penghitungan pada kantor cabang Bandung, dimana penghitungan PPh Pasal 21 pada cabang Bandung menurut contoh dalam lampiran PER-31/PJ/2012 adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut :
- Penghasilan Neto Masa Sebelumnya pada angka 15 dapat diinput. Penulis mencoba untuk memasukkan penghasilan neto masa sebelumnya yang diperoleh dari kantor pusat Jakarta yaitu sebesar Rp. 16.125.000,-
- Penghitungan Penghasilan Neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 yang disetahunkan sebesar Rp. 38.700.000,- didapat dari Penghasilan neto bandung ditambah Penghasilan neto Jakarta yang disetahunkan = (12.900.000+16.125.000)*12/9 = 38.700.000
- PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak disetahunkan diperoleh dari Tarif progresif * Rp. 14.400.000 = Rp. 720.000,-
- PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya pada angka 18 dapat diinput. Atas kasus ini penulis memasukan angka PPh 21 yang telah dipotong oleh Kantor pusat Jakarta sebesar Rp. 300.000,-
- Sedangkan PPh Pasal 21 terutang diperoleh dari PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak disetahunkan dikali bulan bekerja dibagi 12 kemudian dikurangi PPh Pasal 21 masa sebelumnya = (720.000*9/12 – 300.000) = 240.000
Jika dibandingkan dengan contoh penghitungan dalam lampiran PER-31/PJ/2012, penerapan pada e-SPT PPh 21/26 versi lama atas kasus karyawan pindah cabang Bandung telah sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku.
b. e-SPT versi 2.2.0.1
b.1. Pengujian dengan notifikasi status pegawai yang bekerja tidak setahun penuh yaitu “dipindahkan ke kantor pusat atau kantor cabang lainnya dengan pemberi kerja yang sama”
Hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut :
- Penghasilan Neto Masa Sebelumnya pada angka 13 tidak dapat diinput.
- Penghitungan penghasilan Neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 yang disetahunkan sebesar Rp. 38.700.000,- didapat dari Penghasilan neto bandung ditambah Penghasilan neto Jakarta yang disetahunkan = 12.900.000*12/4 = 38.700.000
- PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak disetahunkan diperoleh dari penghitungan Tarif progresif * Rp. 14.400.000 = Rp. 720.000,-
- PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya pada angka 18 justru dapat diinput. Atas kasus ini penulis tidak memasukan angka PPh 21 tersebut dikarenakan pada bagian 13 juga tidak dimasukan penghasilan neto masa sebelumnya.
- PPh Pasal 21 terutang diperoleh dari PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak disetahunkan dikali bulan bekerja dibagi 12 = 720.000*4/12 = 240.000
Pada pengujian ini, permasalahan berada di komponen angka 13 yang tidak dapat diinput. Jika dibandingkan contoh lampiran PER-31/PJ/2012, penghitungan e-SPT PPh 21/26 versi 2.2.0.1 tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meskipun hasil penghitungan PPh Pasal 21 terutang sama dengan versi lama yaitu sebesar Rp. 240.000,-
b.2. Pengujian dengan notifikasi status pegawai yang bekerja tidak setahun penuh yaitu “pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya dengan pemberi kerja yang sama”
Kemudian penulis juga mencoba untuk menguji dengan kasus yang berbeda dengan memilih notifikasi status pegawai yang bekerja tidak setahun penuh yaitu “pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya dengan pemberi kerja yang sama”, dengan masa perolehan penghasilan yaitu 06 s.d 09.
Menurut penulis konsep penghitungan dengan cara disetahunkan juga berlaku untuk pegawai tetap pindahan dari kantor pusat / cabang lainnya dengan pemberi kerja yang sama.
- Penghasilan Neto Masa Sebelumnya pada angka 13 dapat diinput. Penulis mencoba untuk memasukkan penghasilan neto masa sebelumnya yang diperoleh dari kantor pusat Jakarta yaitu sebesar Rp. 16.125.000,-
- Penghitungan penghasilan Neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 yang setahun/disetahunkan sebesar Rp. 29.025.000,- didapat dari Penghasilan neto bandung ditambah Penghasilan neto Jakarta = Rp. 12.900.000 + Rp. 16.125.000,- = Rp. 29.025.000,-
- PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak setahun/disetahunkan diperoleh dari penghitungan Tariff progresif * Rp. 4.725.000= Rp. 236.250,-
- PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya pada angka 18 dapat diinput. Atas kasus ini penulis memasukan angka PPh 21 yang telah dipotong oleh Kantor pusat Jakarta sebesar Rp. 300.000,-
- PPh Pasal 21 terutang diperoleh dari PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak disetahunkan dikurangi dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya yaitu Rp. 236.250,- Rp. 300.000,- = (Rp. 63.750,-). Atas kasus ini terjadi lebih bayar sebesar Rp. 63.750,-
Pada pengujian ini, permasalahan yang muncul adalah di komponen angka 14. Penghitungan penghasilan neto tidak dilakukan dengan cara penyetahunan, melainkan hanya menjumlahkan antara penghasilan neto dari kantor cabang bandung dan kantor pusat Jakarta.
Untuk kasus pindah cabang, jika terjadi lebih dari satu kali, status dari karyawan bisa berada dalam 2 kondisi (notifikasi). Di satu sisi karyawan yang bersangkutan adalah karyawan pindahan, namun disisi lain karyawan tersebut juga merupakan karyawan yang dipindahkan.
Referensi :
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 14/PJ/2013 Tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26