Sebagai pemberi kerja, salah satu kewajiban yang harus dilakukan adalah membuat bukti potong PPh Pasal 21. Bukti potong PPh Pasal 21 dibuat dengan mencantumkan identitas penerima penghasilan, penghasilan serta pajak yang dipotong, termasuk identitas pemotong seperti NPWP dan
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024, administrasi PPh Pasal 21 dilakukan secara terpusat. Tidak ada lagi pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 yang menggunakan NPWP Cabang.
Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah pencantuman NITKU saat pembuatan bukti potong. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan oleh tempat kegiatan usaha (TKU) yang terpisah dengan tempat terdaftar, misalnya kantor cabang, NITKU yang dicantumkan pada bukti potong adalah NITKU masing-masing TKU yang melaksanakan sebagian/seluruh administrasi pembayaran penghasilan tersebut.
Merujuk Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, administrasi yang terkait pembayaran penghasilan antara lain:
Sebagai contoh, PT A (NITKU 000000) yang kantor pusatnya berlokasi di Jakarta memiliki kantor cabang di daerah Bekasi (NITKU 000001). Tuan Adi terdaftar sebagai pegawai cabang Bekasi dan pekerjaannya dilakukan di kantor cabang tersebut. Pada saat PT A membuat bukti potong PPh Pasal 21 untuk Tuan Adi, NITKU pemotong yang dicantumkan yaitu 000001.
Dalam Pasal 6 PER-11/2025, dijelaskan bahwa terdapat empat jenis bukti potong PPh Pasal 21/26. Pertama, Formulir BPA1 yang digunakan untuk pegawai tetap atau pensiunan. Kedua, Formulir BPA2 untuk PPh Pasal 21 bagi PNS atau Anggota TNI/POLRI atau pejabat negara atau pensiunannya. Ketiga, Formulir BP21 untuk bukti pemotongan PPh Pasal 21 Tidak Final/Final. Keempat, Formulir BP26 untuk bukti pemotongan PPh Pasal 26.
BPA1 dan BPA2 wajib dibuat pada masa pajak terakhir. Sementara itu, BP21 dan BP26 dibuat setiap transaksi atau untuk satu masa pajak.
Categories:
Tax LearningJadwal Training