Industri ritel menjadi salah satu industri yang berperan penting bagi masyarakat. Hal tersebut karena ritel menyediakan berbagai macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer, sekunder, hingga keperluan tersier. Pengusaha ritel bisa saja melakukan transaksi dengan ribuan konsumen per harinya. Sebagai bentuk kemudahan administrasi, pengusaha ritel atau pedagang eceran yang termasuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) diperkenankan membuat faktur pajak yang lebih sederhana yang disebut faktur pajak pedagang eceran atau dikenal juga dengan 'faktur pajak digunggung'. Artikel ini akan membahas:
Pedagang eceran merupakan pengusaha yang dalam kegiatan usaha melakukan penyerahan barang/jasa dengan karakteristik sebagai berikut:
"Konsumen akhir" yang dimaksud adalah pembeli yang mengonsumsi/memanfaatkan langsung barang/jasa tersebut. Selain itu, konsumen dianggap sebagai konsumen akhir apabila konsumen tidak menggunakan barang untuk kegiatan produksi maupun perdagangan.
Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 (PER 11/2022), ditegaskan bahwa pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Setiap KLU dapat dikategorikan sebagai pedagang eceran, sepanjang memenuhi kriteria yang telah disebutkan sebelumnya.
PKP dengan karakteristik pedagang eceran dapat membuat faktur pajak yang berbeda dengan ketentuan faktur pajak secara umum. PKP pedagang eceran dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. Menurut Pasal 89 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 (PMK 18/2021), faktur pajak pedagang eceran atau yang juga dikenal dengan 'faktur pajak digunggung' paling sedikit memuat informasi tentang:
Faktur pajak yang diterbitkan oleh pedagang eceran dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. Selain itu, PPN atau PPnBM yang dipungut dapat dicantumkan secara terpisah.
Apabila terjadi kesalahan, Faktur Pajak tersebut dapat dilakukan penggantian atau pembetulan. Penggantian atau pembetulan Faktur Pajak dilakukan sesuai dengan kelaziman usaha pedagang eceran.
Terdapat penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak boleh menggunakan faktur pajak pedagang eceran. Jenis BKP dan JKP tersebut adalah sebagai berikut:
Jika PKP melakukan penyerahan BKP/JKP di atas, meskipun diserahkan kepada konsumen akhir, faktur pajak harus dibuat sesuai dengan ketentuan umum.
Pasal 28 ayat (2) PER 11/2022 menyebutkan bahwa PKP pedagang eceran dapat membuat faktur pajak pedagang eceran untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. Maka dari itu, sepanjang penyerahan dilakukan kepada konsumen akhir, PKP dapat menggunakan faktur pajak pedagang eceran.
Penyerahan tersebut nantinya dilaporkan pada SPT Masa PPN, tepatnya pada lampiran AB bagian I.B.2 untuk bagian penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak yang digunggung. PKP mengisi DPP dengan jumlah sebesar seluruh nilai penyerahan (baik yang mendapat fasilitas maupun tidak mendapat fasilitas). Kemudian, pada kolom PPN hanya diisi nilai terutang (penyerahan digunggung yang tidak mendapat fasilitas).
Sesuai Pasal 80 ayat (10) PMK 18/2021, PPN yang tercantum dalam faktur pajak pedagang eceran merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan. Artinya, pihak pembeli tidak dapat melakukan pengkreditan atas pajak masukan tersebut.
[ORTAX-BUTTON-NEXT previous=1270484 next=1269092]Categories:
Tax Learning