
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia dilakukan dengan mekanisme withholding tax. Artinya, administrasi PPN, mulai dari penghitungan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang telah ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPN. Dalam konteks PPN, pihak yang memungut pajak adalah penjual yang merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun, tidak semua penjual merupakan PKP. Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sebelum menjadi PKP.
Definisi Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha menurut UU PPN adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Di sisi lain, yang dimaksud dengan PKP merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Dengan demikian, yang membedakan pengusaha dengan PKP adalah barang atau jasa yang diserahkan. Pengusaha disebut PKP apabila yang diserahkan adalah BKP atau JKP. Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil
Meskipun telah melakukan penyerahan BKP/JKP, apabila pengusaha termasuk kategori pengusaha kecil, maka tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197 Tahun 2013, yang dimaksud pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00. Peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP. Apabila pengusaha kecil memilih menjadi PKP, UU PPN juga berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.
Dasar Hukum | Batas Peredaran Bruto | Mulai Berlaku |
967/KMK.04/1983 | Rp24.000.000 | 1 Juli 1984 |
430/KMK.04/1984 | Rp60.0000.000* / Rp30.000.000** | 1 Juli 1984 |
1288/KMK04/1991 | Rp120.000.000* / Rp60.000.000** | 1 April 1989 |
648/KMK.04/1994 | Rp240.000.000* / Rp120.000.000** | 1 Januari 1995 |
552/KMK.04/2000 | Rp360.000.000* / Rp180.000.000** | 1 Januari 2001 |
571/KMK.03/2003 | Rp600.000.000 | 1 Januari 2004 |
197/PMK.03/2013 | Rp4.8000.000.000 | 1 Januari 2014 |
Jika melampaui batasan peredaran bruto Rp4,8 Miliar sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batasan tersebut. Sebagai contoh, Bapak Andi terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di Pusat Onderdil Fatmawati. Omzet bulan Januari sampai dengan April 2022 mencapai Rp 4,5 Miliar. Omzet bulan Mei 2022 ternyata mencapai Rp400 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2022, sehingga Bapak Andi harus segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-lambatnya 30 Juni 2022.
Hak dan Kewajiban PKP
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan:
- Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
- Memungut pajak yang terutang
- Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang
- Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN
Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.
Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah pertama, pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP. Pajak Masukan adalah PPN yang sudah dibayar oleh PKP karena memperoleh atau membeli BKP dan/atau JKP. Kemudian Pajak Masukan tersebut diperhitungkan sebagai kredit atau pengurang pajak keluaran apabila PKP menjual barang. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP saat melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kedua, PKP berhak melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN. Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan restitusi atau kompensasi. Restitusi adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain restitusi PKP dapat melakukan kompensasi kelebihan Pajak Masukan untuk masa pajak berikutnya.