Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022), Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang mengatur pengaturan mengenai PPh Final bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau dikenal juga sebagai pajak bagi UMKM, resmi dicabut.
Dalam PP 55/2022, terdapat beberapa perubahan dan penyesuaian ketentuan yang harus diperhatikan para pelaku UMKM sesuai dengan ketentuan UU HPP. Lebih lanjut, ketentuan teknis ini dijabarkan secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 (PMK 164/2023). Berikut ulasan mengenai ketentuan terbaru bagi wajib pajak UMKM.
Merujuk Pasal 57 PP 55/2022, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenakan PPh Final dalam jangka waktu tertentu sebesar 0,5% yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Dalam PP 55/2022, terdapat penambahan subjek yang dapat memanfaatkan fasilitas PPh Final atas UMKM, yaitu badan usaha milik desa (BUMDes), badan usaha milik desa bersama (BUMDesma), serta perseroan perorangan.
Sementara itu, terdapat kriteria wajib pajak yang tidak dapat memanfaatkan PPh Final menurut PP 55/2022, yakni:
PPh Final sebesar 0,5% dikenakan atas peredaran bruto. Besarnya peredaran bruto yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan peredaran bruto wajib pajak dalam satu tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan, yang berasal dari keseluruhan peredaran bruto usaha termasuk peredaran bruto dari cabang.
Lebih lanjut, merujuk Pasal 6 ayat (2) PMK 164/2023, yang dimaksud sebagai peredaran bruto tertentu yaitu imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Dalam hal perhitungan wajib pajak merupakan suami-istri berstatus (PH) atau (MT), maka peredaran bruto tertentu ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan istri.
Disamping itu, merujuk Pasal 3 ayat (3) PMK 164/2023, penghasilan bruto yang dihitung tidak termasuk penghasilan yang diperoleh sehubungan dengan:
Sesuai ketentuan UU HPP, pada PP 55/2022 juga menambahkan ketentuan terkait pengecualian omzet bagi wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan tarif 0,5%. Atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai pajak penghasilan. Jumlah peredaran bruto tersebut dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Penghitungan pajak bagi UMKM pasca UU HPP juga dapat dilihat pada artikel Bagaimana Penghitungan Pajak bagi UMKM Pasca UU HPP
Jangka waktu pemanfaatan PPh Final bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu diatur dalam PP 55/2022 yakni bagi wajib pajak:
Bagi wajib pajak yang baru terdaftar, jangka waktu pemanfaatan dihitung sejak tahun pajak wajib pajak bersangkutan terdaftar. Sebagai contoh, Ibu Beni selaku pemilik usaha toko sembako terdaftar sebagai wajib pajak sejak tanggal 25 Januari 2023. Ibu Beni dapat memanfaatkan tarif ini selama 7 tahun, dihitung sejak wajib pajak terdaftar (2023) sampai dengan tahun pajak 2029. Untuk tahun pajak 2030 dan tahun pajak berikutnya dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Kemudian untuk BUMDes/BUMDesma dan perseroan perorangan yang sudah terdaftar sebelum PP 55/2022 berlaku, maka jangka waktu pemanfaatan PPh Final untuk wajib pajak peredaran bruto tertentu terhitung sejak sejak tahun pajak PP ini mulai berlaku, yaitu tahun 2022.
Categories:
Tax Learning