Usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak diminati karena berbagai keuntungan. Misalnya adanya pemisahan aset perusahaan dan pemilik, ketentuan hukum yang jelas, serta kemudahan akses pembiayaan. Sebelumnya, PT harus didirikan oleh minimal dua orang. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya usaha-usaha kecil dan mikro. Sebagai upaya memberi kemudahan berusaha, UU Cipta Kerja mengatur bahwa kini perseroan dapat berbentuk Perseroan Perorangan.
Apa itu Perseroan Perorangan?
Dikutip dari Smesco, lembaga resmi Kemenkop & UKM RI yang berfokus pada akses pemasaran UKM, Perseroan Perorangan adalah sebuah badan hukum yang bersifat perorangan dan didirikan hanya oleh satu orang. Badan ini harus memenuhi persyaratan usaha mikro dan kecil atau UMK.
Dalam proses pendiriannya, ada beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh perseroan perorangan. Jika termasuk unsur perorangan, badan ini dapat didirikan oleh satu orang namun pendirinya harus warga negara Indonesia (WNI). Nantinya, pendiri akan bertindak juga sebagai pemegang saham. Sedangkan untuk unsur UMK, pendirian perseroan ini ditujukan untuk usaha yang termasuk dalam usaha mikro dan kecil.
Pendiri tidak perlu membuat akta notaris saat akan membentuk perseroan perorangan, cukup dengan surat pernyataan pendirian saja. Selain nama dan lokasi, surat pernyataan ini harus memuat beberapa informasi, seperti jangka waktu pendirian, maksud dan tujuan kegiatan usaha, jumlah modal yang disetor dan ditempatkan, jumlah saham, serta data pribadi pendiri.
Bagaimana Ketentuan Pajaknya?
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2022 untuk memberikan penjelasan mengenai aspek perpajakan perseroan perorangan. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan. Meskipun dimiliki oleh satu orang entitas tersebut tidak dipandang sebagai subjek pajak orang pribadi.
Hal ini merujuk pada pengertian bahwa Perseroan Perorangan merupakan bagian dari arti Perseroan Terbatas yang diperluas dalam UU Cipta Kerja. Maka, selayaknya perseroan ini pun ditetapkan sebagai subjek pajak badan seperti PT. Lalu, apa saja ketentuan pajak yang perlu diperhatikan?
Memiliki NPWP dan Dikukuhkan Sebagai PKP
Perseroan perorangan yang sudah memenuhi ketentuan perpajakan harus memiliki NPWP. NPWP digunakan sebagai identitas dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, seperti untuk akun DJP Online, serta dalam penyetoran dan pelaporan pajak.
Perseroan perorangan juga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sepanjang memenuhi persyaratan untuk menjadi PKP. Syarat perseroan perorangan dikukuhkan sebagai PKP adalah melakukan penyerahan terutang PPN lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Wajib pajak juga dapat memilih dikukuhkan meskipun belum memenuhi batasan tersebut.
Dikenakan Pajak Penghasilan
Selayaknya badan hukum lainnya, perseroan perorangan dikenakan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Penghasilan yang dimaksud meliputi keseluruhan pertambahan nilai ekonomi yang diperoleh, yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumsi ataupun menambah nilai kekayaan. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang didapat dari dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk menghitung PPh Badan, perseroan perorangan perlu menentukan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak diperoleh dari penghasilan usaha dikurangi dengan biaya yang dapat dibebankan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU PPh. Pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
Secara sederhana, proses penghitungan PPh Badan untuk perseroan perorangan dapat dilakukan sebagai berikut
- Menghitung penghasilan neto fiskal. Penghasilan neto fiskal diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi penghasilan bersifat final, penghasilan bukan objek pajak, dan biaya yang boleh dibebankan secara fiskal.
- Menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan neto fiskal dikurangi kompensasi kerugian.
- Menghitung PPh Badan terutang. PPh Badan terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan tarif.
- Menghitung PPh Badan yang harus dibayar. PPh Badan yang kurang atau lebih dibayar dihitung dari PPh Badan dikurangi jumlah kredit pajak.
Kunjungi halaman berikut ini untuk mengetahui penghitungan PPh Badan:
Dasar-Dasar Penghitungan PPh Badan
Tarif Pajak Perseroan Perorangan
Melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, wajib pajak UMKM yang menggunakan PP-23/2018 diberikan fasilitas “PTKP” sebesar Rp500 Juta. Namun ketentuan tersebut hanya berlaku untuk orang pribadi. Perusahaan perseorangan tidak dapat memanfaatkan fasilitas tersebut karena merupakan subjek pajak badan.
Dengan demikian, tarif PPh yang berlaku untuk perseroan perorangan adalah tarif PPh Badan umum, yakni 22%. Perseroan perorangan masih bisa memanfaatkan pengurangan tarif seperti telah diatur dalam Pasal 31E UU Pajak Penghasilan. Pasal tersebut menyatakan bahwa subjek pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto mencapai Rp50 Miliar memperoleh keuntungan berupa pemotongan tarif sebanyak 50% yang dihitung dari tarif Pajak Penghasilan yang dikenakan untuk subjek pajak badan.