Selain pengalihan hak, penghasilan atas sewa tanah dan bangunan juga merupakan objek PPh Final. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 (PP 34/2017).
Sewa yang dikenakan PPh Final adalah sewa atas tanah dan bangunan, baik sebagian maupun seluruhnya. Selain itu, PP 34/2017 juga mengatur beberapa jenis penghasilan lain yang termasuk objek dari pengenaan pajak final ini. Penghasilan tersebut adalah penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian bangun guna serah, meliputi:
Sebagai catatan, penghasilan dari persewaan berupa jasa pelayanan penginapan, sewa kos, ataupun akomodasi lainnya bukan merupakan objek pajak final. Jasa penginapan merupakan objek dari pajak daerah, yakni pajak hotel.
Dasar pengenaan pajak penghasilan untuk persewaan tanah dan/atau bangunan adalah jumlah bruto nilai persewaan. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Pajak juga dihitung atas biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan.
Tarif PPh Final yang wajib dipotong atau dibayar sendiri atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai dan bersifat final.
PPh Final Sewa Tanah Bangunan = 10% x Jumlah Bruto (termasuk service charge dan biaya lainnya)
PPh final (withholding tax) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan wajib dipotong oleh penyewa, baik orang pribadi ataupun badan. Orang pribadi yang dapat memotong hanyalah yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, yakni:
Ketentuan pemotong orang pribadi dapat dilihat pada artikel berikut ini: DJP Atur Kembali WPOP yang Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh atas Sewa.
Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, pajak yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. Tata cara penyetoran sendiri PPh Final atas sewa tanah/bangunan dapat dilihat pada artikel berikut ini: Membuat Bukti Potong atas Penyetoran Sendiri PPh Unifikasi di Coretax
Dalam melaksanakan pemotongan PPh Final, pihak penyewa wajib memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi. Penyetoran pajak dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.
Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa. Pelaporan dilakukan melalui modul e-Bupot Unifikasi di aplikasi Coretax. Selain itu, wajib pajak juga dapat melakukan pelaporan lewat sistem yang disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP), salah satunya melalui aplikasi Pajak Express yang disediakan oleh Ortax.
Tiko memiliki ruko yang sebelumnya digunakan untuk berjualan ice cream. Namun, karena persaingan usahanya tutup, sehingga ia menyewakan ruko tersebut kepada orang lain. Dendi menyewa ruko tersebut yang digunakan sebagai coffee shop. Pembayaran dilakukan per tahun sebesar Rp40 juta. Perawatan masih dilakukan oleh Tiko, dan Dendi membayar sebesar Rp2 juta untuk biaya perawatan dan biaya lainnya. Pembayaran dilakukan pada 10 Februari 2025.
Dari transaksi di atas, Tiko memperoleh penghasilan dari sewa bangunan. PPh Final yang terutang atas penghasilan tersebut dihitung dari jumlah pembayaran sewa serta biaya perawatan, dengan penghitungan sebagai berikut:
PPh Final Terutang = 10% x (Rp40 juta + Rp2 juta) = Rp4,2 juta
Dendi bukan merupakan pemotong pajak, sehingga Tiko harus melakukan penyetoran sendiri atas PPh Final tersebut. Penyetoran dilakukan paling lambat 15 Maret 2025, dan dilaporkan melalui Coretax paling lambat 20 Maret 2026.
Tata cara pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi dapat dilihat pada artikel berikut ini: Cara Membuat dan Melaporkan SPT Masa PPh Unifikasi di Coretax