Berdasarkan Pasal 22 UU Pajak Penghasilan (UU PPh) Menteri Keuangan dapat menunjuk badan-badan tertentu berkaitan dengan pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangka kegiatan impor maupun usaha di bidang lain. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 Tahun 2025 (PMK 51/2025) mendefinisikan badan usaha tertentu menjadi beberapa kriteria sebagai berikut:
Terhadap pembelian barang dan bahan-bahan yang dilakukan oleh BUMN dalam rangka mendukung kegiatan usahanya dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
PPh Pasal Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian (Tidak termasuk PPN)
Pembelian bahan maupun barang oleh BUMN dapat dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 ketika jumlah pembayaran atas pembelian tersebut tidak melebihi dari Rp10.000.000 tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi.
Tak hanya itu, PMK 51/2025 juga mengatur beberapa jenis pembelian yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 oleh BUMN, meliputi:
Sebagai contoh PT XY selaku BUMN di bidang energi, melakukan pembelian BBM untuk operasional kendaraan pada salah satu site tambangnya pada bulan Agustus 2025 dengan jumlah pembayaran tidak termasuk PPN sebesar Rp13.000.000. Maka atas transaksi tersebut dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 karena pembelian dilakukan atas BBM, meskipun nilai transaksi melebihi Rp10.000.000.
PPh Pasal 22 atas pembelian oleh BUMN terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Pemungut wajib menyetorkan pajak terutang ke kas negara melalui layanan pembayaran yang disediakan collecting agent paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pemungut PPh Pasal 22 melaporkan SPT Masa PPh Unifikasi melalui aplikasi Coretax paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Selain itu, pemungut PPh Pasal 22 juga berkewajiban membuat bukti pemungutan kepada wajib pajak yang dipungut. Untuk mengetahui cara pembuatan bukti pemungutan pada aplikasi Coretax baca artikel berikut: Bagaimana Cara Membuat Bukti Potong Unifikasi di Coretax?
PT ABC merupakan BUMN yang bergerak di jasa konstruksi. Pada 10 Mei 2025 melakukan pembelian bahan bangunan senilai Rp555.000.000 (termasuk PPN) dari PT XYZ selaku penyedia bahan-bahan konstruksi untuk pembangunan. Transaksi tersebut terutang PPh Pasal 22 dengan perhitungan sebagai berikut:
DPP = Rp555.000.000 x (100/111) = Rp500.000.000
PPh Pasal 22 terutang = 1,5% x Rp500.000.000 = Rp7.500.000
Maka atas transaksi tersebut PT ABC selaku pemungut wajib memungut, menyetorkan serta melaporkan PPh Pasal 22 terutang senilai Rp7.500.000. Penyetoran paling lambat dilakukan PT ABC tanggal 15 Juni 2025, sementara untuk pelaporan 20 Juni 2025.