Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › mensikapi biaya-2 Ops ga resmi
Ortax-er YTh,
mohon komentarnya,
salah satu perusahaan kita ada yang gerakya di bidang jasa, dimana dalam rangka mendapat pekerjaan itu perlu pengeluaran uang operasional yang cukup besar bisa sampai dengan 60% dari total pendapatan yang semuanya itu ga resmi,
pengeluaran operasional dimaksud adalah : sogok, uang ketebelece, uang perijinan ga resmi, amplop bawah meja dsb, pengeluaran-pengeluaran ini kan pajak ga mau mengakui sebagai biaya, pasti nanti dikoreksi,
dari sisa 40% pendapatan dikurangi Overhed 30% sisa 10% itulah untung, baru ditung PPh kan
Nah, kalo pajak nanti pasti ngoreksi yang 60% diatas bukan dianggap sbg biaya nombok dari mana buat bayar PPh,
apakah usaha ini tidak layak, padahal kenyataan masyarakat seperti itu, birokrasi jg yang menciptakan itu,
yang saya pengen tanggapan dari rekan2 gimana mensikapi biaya2 yang nyata-nyata dalam rangka MENDAPAT pekerjaan,
kalo ga ada kerjaan PHK ga bisa dihindarkan, siapa yang korbanKalo 60% porsi biaya tak resmi, maka saya berpendapat usaha ini tidak layak untuk diteruskan. Kecuali kalau Anda nekat untuk tidak bayar + lapor pajak.
menurut saya hal tersebut memang sulit tetapi sangat sering terjadi. Saran saya biaya-biaya yang dapat dimanipulasi sebaiknya dimanipulasi saja (dengan catatan tidak melanggar ketentuan perpajakan).
Manipulasi tidak melanggar ketentuan perpajakan, apa artinya ya mas?, apakah pengeluaran itu disulap jadi biaya resmi gitu? apa dicatat di buku lain? apakah, cara manipulasi byk tapi cara mani pulasi tidak melanggar ketentuan itu aku belum paham, terima kasih mas Jef saranya.
bwt wong pajak, untuk biaya tdk resmi wjarnya sampai berapa persen bisa ditolelir, atau ga wajar sama sekali menurut wong2 pajak?, maaf ini cuman sharinguntuk mas yasin, kira-2 tuch usahanya dibidang jasa apa? misal jasa konstruksi yg memang operasional untuk biaya sogok itu juga besar, biasanya biaya tersebut disulap menjadi biaya bahan baku material dan tentunya perlu disediakan alat bantu adanya transaksi seperti nota, kwitansi, stempel dan meterai dari supliyer yg kita buat sendiri dus jumlahnya juga harus displit dulu baru setelah itu dicatat.
Disini ada 2 catatan, yakni pertama catatan keseluruhan atas biaya tak resmi, kedua catatan pengganti dari biaya tak resmi yg nantinya digunakan sebagai referensi ke catatan resmi.Untuk Mas Yasinn….klo bisa untuk biaya tidak resmi seperti uang JaPremm atau jamuan makan itu bisa gak di masukkan ke entertain List , tinggal bikin Daftar Normatifnya ya selama masih ada hubungannya dengan operasional perusahaan , ..so kan jadi gak dikoreksi fiskalnya…..kita seh gak bisa pungkiri klo perusahaan anda pasti akan besar biaya Siluman nya jadi go a head selama catatan transaksi nya ada
Buat mas wahyudi, kalau jasa konstruksi bukannya pajaknya final mas ? kalau misal dibuat daftar normatif si penerima apakah mau tanda tangan ? namanya juga biaya siluman.
busyet…60%…
mending ditutup aja d mas…
bingung saya…jasa apaan tuh yg biaya silumannya smp sgtu gede???untuk mas andaroe, perush konstruksi jk s.d saat ini aturan pengenaan PPh belum ada perubahannya mk ada 2 jenis PPh-nya, final dan tidak final dilihat dulu dgn kualifikasi dan nilai kontraknya. coba dicek lagi.
Kalo dibuat dftr normatif rata-2 sptnya penerima tidak mau acc apalagi kalo jumlahnya ada jutaan/puluhan juta dan so bg fiskus itu pasti bukan intertainment tp condong ke arah fee/komisi yg mesti dipotong PPh 21.@fiscus : biasanya perusahaan yang bergerak dibidang jasa (yang saya ketahui salahsatu diantaranya di bidang telekomunikasi tempat teman saya bekerja) biaya siluman nya lumayan gede terutama utk entertainment untuk menjamu supplier dan customer serta misal Buka Puasa Bareng (dibulan puasa) bisa mpe 80 jutaan per hari utk jangka waktu seminggu, karaokean bareng…..
@yasin : toleransi utk biaya tidak resmi setahu saya tidak ada batasnya, bila pencatatannya gak ada pasti langsung dikoreksi bila diperiksa pajaknya….@fiscus : biasanya perusahaan yang bergerak dibidang jasa (yang saya ketahui salahsatu diantaranya di bidang telekomunikasi tempat teman saya bekerja) biaya siluman nya lumayan gede terutama utk entertainment untuk menjamu supplier dan customer serta misal Buka Puasa Bareng (dibulan puasa) bisa mpe 80 jutaan per hari utk jangka waktu seminggu, karaokean bareng…..
pertanyaan gw dgn "biaya" 80 jt per hari, mas/perusahaan mas nugroho dapet kontrak berapa M, 1M 2M atw diatas 10M ??yg saya bingung usaha apa yg biaya non operasionalnya smp 60%..klo 5-10% bisa dimengerti lah…ini Indonesia…(maaf klo ada yg tersinggung)
ya memang beginilah kondisi dilapangan rekan fiskus, pertanyaannya adalah kita mo dapat kerjaan apa tidak? jika diterima berani kagak nanggung resiko terutama pajaknya? sekedar sharing saja, untuk jasa pembuatan media iklan tuh untungnya bisa nyampe antara 40% s.d 60% jadi wajar non operasionalnya gede. Kemudian jasa pelaksanaan konstruksi, sebelum ngikuti tender sebelumnya harus punya komitmen dulu dengan pihak pemegang proyek baru setelah harga kontrak dibuat, dan jika rekan fiskus mo selidiki gampang tuh…ambil aja dokumen kontraknya dan dokumen pembelian barang kemudian bandingkan dengan harga normal dipasaran pasti akan keliatan mana dokumen asli dan kagak. Beginilah Indonesia raya yang tercinta…..
Untuk mas yasin
mengacu ke UU Pajak Penghasilan, sebetulnya semua pengeluaran yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan bisa di biayakan. Hanya saja hal ini harus ada bukti pendukungnya. Pengalaman saya pribadi sih…. uang jamuan itu saya masukan ke komponen biaya gaji. Jika jumlahnya gede banget… terpaksa biaya itu saya bagi ke beberapa nama pegawai agar jumlah perorangnya tidak melebihi PTKP.ups lupa koreksi pendapat saya yg terdahulu…..
ternyata koreksi atas biaya2 g resmi itu tergantung pemeriksanya, ada yg toleransi, ada yg gak, ada yg konservatif dengan cara buat dulu daftar nominatif yang berisi identitas orang2 yang di jamu ato di beri penghasilan dari biaya2 operasional tidak resmi trsebut agar waktu pemeriksaan bisa diconfirm. ntar diarahkan biar negara gak rugi2 amat bisa dikenakan PPh pasal 21……smoga bisa membantu…@fiscus namanya perusahaan jasa apalagi jasa telekomunikasi gak ada HPPnya kan? maka biasanya batas keuntungan tu gak terbatas, of the record denger2 ada satu operator GSM terkemuka di indonesia punya margin dia beli trus di jual lagi ke konsumen bisa 100% lho bahkan bisa lebih…..
nah utk perusahaan jasa telekomunikasi yg saya bilang niyh udh menengah keatas, bisa diprediksikan konsumen bisnis telekomunikasi di indonesia tu merata dari bawah sampe ke atas, dari telepon rumah, handphone, internet….so omsetnya bisa gede banget lah ^^;