Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Lain-lain › Badan free pajak
teman-teman aku mo tanya nich,
Badan yang bebas pajak ada ga ya? aku mo kelola dana sosial nich,
tolong dong, tks sebelumnyamaksudnya badan yang bebas pajak apa rekan yasin? masih kurang jelas. sepengetahuan saya yang dikecualikan sebagai subyek pajak itu seperti Pemerintah Daerah. (liat di penjelasan UU PPH tahun 2000)
kalau benar-benar sosial tidak perlu bayar pajak. Tetapi yg perlu diperhatikan mengelola dana sosial untuk apa ? Apakah kita terima terus menyalurkan saja (masuk=keluar). Atau kita inveskan untuk usaha? Karena banyak sekali usaha berkedok organisasi / yayasan sosial padahal profit oriented ? Kewajiban sebagai pemungut pajak tetap berjalan. misal memperkerjakan karyawan berarti memotong PPh 21, menggunakan jasa tenaga ahli memotong PPh 21/23 dst.
pak Wiguna dan pak Eddy terima kasih tanggapanya, yang saya maksud adalah :
sudah sejak lama di perush kita telah menyisihkan dana baik dari net profit ataupun sumbangan karyawan yang telah menyisihkan gajinya untuk sosial, jadi dana tersebut bener-bener sosial, saat ini ada perush afiliasi kita yang akan menyumbangkan tanah, nah penerimanya adalah badan sosial yang sampai saat ini belum terbentuk kendalanya adalah BPHTB dan PPh atas pengalihan hak itu.
sedang tujuan badan tsb geraknya adalah hanya sosial (u/ orang miskin), kita tidak mau berkedok hanya cari untung melalui badan itu, (asal dana sosial petuntukan soaial tujuan sosial).
bebas yang dimaksud adalah bebas pajak atas badan sosial tsb ada ga ya?
kalo pemungutan kaya PPh 21 okelah memang itu bukan beban badan tsb.
terima kasih atas tanggapannya.kayaknya gak ada deh rekan yasin,,
di pasal 2 (1) huruf b aja nih kita bisa baca:
"badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutua, firma, kongsi, loperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya;"
bisa tidak jadi objek PPh kalau bukan seperti bentuk2x yang ada diatas ini..
smoga rekan yasin cepat mendapat solusi mengenai bentuk badan penggalang dana sosialnya..Numpang nanya juga ya…..
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
-Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
-Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.Yang bukan merupakan penghasilan-penghasilan yang bukan objek PPh :
a. 1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Tidak termasuk Subjek Pajak
1.Badan perwakilan negara asing;
2.Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.Organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
Yang pertama disebutkan subjek pajak, termasuk yayasan, perkumpulan, organisasi massa, yg sepertinya penghasilan mereka semuanya itu diterima dari sumbangan ataupun hibah..
Lalu yg kedua itu disebutkan penghasilan yg bukan objek pajak adalah sumbangan dan hibah..
Lalu yg ketiga disebutkan yg bukan subjek pajak, dimana badan penerima sumbangan yg bukan objek pajak itu tidak disebutkan sebagai yg tidak termasuk subjek pajak..
Ada yg mau menjelaskan….
Thx b4….ikut bahasa penjelasan pasal aja pak…
CUKUP JELAS….. Padahal saya juga nggak ngertirekan-rekan badan sosial yang saya maksud apabila kita bikin BADAN SOSIAL ABC misal, apakah badan tersebut adalah subyek pajak yang dalam menjalankan aktivitasnya tidak mencari laba?
apakah badan sosial pendirianya harus disahkan mentri keuangan, mentri kehakiman?rekan-rekan badan sosial yang saya maksud apabila kita bikin BADAN SOSIAL ABC misal, apakah badan tersebut adalah subyek pajak yang dalam menjalankan aktivitasnya tidak mencari laba?
apakah badan sosial pendirianya harus disahkan mentri keuangan, mentri kehakiman?
tolong dong kawan-kawan yang pernah, jelasin,
tkssaya coba membantu ya pak… ini ada dasar hukum mengenai yayasan
Surat Dirjen Pajak No. S-89/PJ.31/1999
PENJELASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 22 Desember 1998 yang ditujukan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia mengenai permohonan peninjauan kembali masalah perpajakan, dan surat Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Pemerintahan dan LPND kepada Saudara yang tembusannya juga disampaikan kepada kami, dengan ini dijelaskan :
1. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa :
a. Saudara mengabdikan diri dalam yayasan sosial keagamaan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan.
b. Akibat adanya regulasi perpajakan sejak tahun 1995, semua yayasan termasuk yayasan keagamaan, dikenakan pajak.
c. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mohon agar dilakukan peninjauan kembali pengaturan Pajak Penghasilan bagi yayasan, khususnya yayasan keagamaan yang menyelenggarakan kegiatan di bidang kesehatan (rumah sakit).
2. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, yayasan atau organisasi yang sejenis termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan.
3. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang perlakuan Pajak Penghasilan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis, antara lain ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Penghasilan yayasan yang bukan merupakan objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain :
1) bantuan atau sumbangan;
2) harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
3) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4) bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.
b. Penghasilan yayasan yang merupakan objek Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, antara lain :
a) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa;
b) bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;
c) sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d) keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;
e) pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
c. Bagi yayasan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, termasuk sebagai penghasilan adalah :
a) uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan;
b) sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan;
c) penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya;
d) uang pemeriksaan kesehatan termasuk "general check up";
e) penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya;
f) penghasilan dari penjualan obat;
g) penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan ini dijelaskan sebagai berikut :
a. Yayasan merupakan Subjek Pajak Penghasilan badan yang mempunyai kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana halnya subjek pajak badan lainnya. Dengan demikian, yayasan mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 beserta peraturan pelaksanaannya dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan SPT Masa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penghasilan Kena Pajak yayasan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan adalah gunggungan penghasilan (pada butir 3 huruf b dan c), kecuali penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final, dikurangi dengan biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
c. Bagi yayasan yang bergerak di bidang kesehatan (rumah sakit), biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain termasuk :
– Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;
– Biaya umum;
– Obat-obatan;
– Konsumsi karyawan;
– Biaya bunga;
– Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;
– Perlengkapan rumah sakit;
– Transportasi;
– Biaya penyusutan;
– Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
– Biaya penelitian dan pengembangan;
– Biaya bea siswa dan pelatihan karyawan;
– Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.
d. Dalam hal atas penghitungan Penghasilan Kena Pajak yayasan seperti tersebut dalam butir b di atas terdapat selisih lebih, maka atas selisih lebih tersebut dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak terutang Pajak Penghasilan.
e. Tidak berlebihan kiranya kami sampaikan mengenai latar belakang ketentuan perundangan yang menetapkan yayasan sebagai Wajib Pajak, yaitu :
– menjaga persaingan yang sehat mengingat masih cukup banyak usaha-usaha komersial dengan menggunakan nama yayasan;
– mendorong yayasan untuk menyelenggarakan pembukuan yang teratur dan transparan;
– kegiatan-kegiatan/jasa-jasa yang semula dianggap sebagai jasa-jasa sosial seperti rumah sakit, kini mulai (sebagian) merupakan bisnis yang menarik dan menguntungkan bagi para investor;
– pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih antara penghasilan yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan akan menekan hasrat yayasan untuk mencari selisih lebih (keuntungan), dan atau akan mendorong menggunakan dana yang seharusnya selisih lebih tersebut untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan. Dengan perkataan lain yayasan dapat meniadakan atau mengecilkan selisih lebih dengan cara menurunkan harga/tarif jasa yang dijualnya atau menaikkan mutu pelayanannya yang tentunya menaikkan anggaran biayanya. Dengan demikian, akan semakin jelas mana yayasan yang memang bertujuan menghimpun keuntungan (selisih lebih) dan mana yang tidak.
Demikian untuk dimaklumi.DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. ANSHARI RITONGAoOo begitu yah rekan wiguna..
btw panjang bener ini penjelasan 😀pak wiguna terima dan rekan2 yang baik, terima kasih banyak atas bantuannya,
masalah PPh saya telah jelas, sekarang yang masih kami cari tahu adalah beban BPHTB, dimana harta2 sosial yang telah terkumpul sebagian besar berupa tanah, dimana tanah tersebut masih a/n seseorang yang rela dipinjam namanya untuk kepentingan tersebut, dan orang tersebut tidak melaporkan tanah dimaksud dalam SPTnya,
ingin segera orang tersebut membalik nama atas tanah dimaksud tapi BPHTB-lah yang menjadi pertimbangan sampai saat ini.
karena logika kita sementara "masa uang sosial-nya hak orang miskin harus dipajaki, orang miskin tsb ga jadi kebagian dong"
rekan-rekan yang baik, terima kasih atas sumbang saran dan pikiranya.
salamYa tuch panjang banget, ada kagak lagi yach ngasih semacam pencerahan kayak pak wiguna? kan bener-2 bisa berguna gitu…
Maaf mau coba bantu,
Menurut saya untuk BPHTB-nya keknya g bisa bebas deh pak (walaupun sumbangan) kecuali kalo tanah itu peruntukannya untuk wakaf atau kepentinagn ibadah, tapi tetep bisa dimintakan pengurangan 50%, PMK-91/PMK.03/2006