Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Pengkreditan Pajak Masukan dengan Masa Pajak yang Berbeda

pressfoto / freepik

Dalam pemungutan PPN terdapat mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan pada masa pajak yang sama, atau paling lama 3 masa pajak berikutnya.

Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang Berbeda

Pada Pasal 9 ayat (2) UU PPN, pajak masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Namun, pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 disebutkan bahwa pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat faktur pajak dibuat. Ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2020, jika jangka waktu 3 bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan masih dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.

Ketentuan pengkreditan Pajak Masukan di atas juga berlaku untuk Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan dalam hal:

  1. Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) dalam harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan; dan
  2. terhadap PKP belum dilakukan pemeriksaan.

Syarat Umum Pengkreditan Pajak Masukan

Selain dua syarat di atas, wajib pajak tetap harus memperhatikan syarat umum pengkreditan pajak masukan. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah syarat formal. Syarat formal yang dimaksud adalah pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak. Selanjutnya, pajak masukan yang dikreditkan harus memenuhi syarat material. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan untuk memenuhi syarat material. Pertama, pajak masukan yang dikreditkan merupakan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan usaha. Kedua, pajak masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang PPN.

Contoh Kasus

PT ABC adalah pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak di bidang pengolahan kayu. Pada tanggal 8 Januari 2024, PT ABC melakukan transaksi pembelian barang kena pajak (BKP) dari PT TUV yang juga merupakan PKP. Adapun BKP tersebut digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan usaha PT  ABC. Atas transaksi tersebut, diterbitkan faktur pajak oleh PT TUV saat tanggal dilakukannya transaksi yaitu 8 Januari 2024. Akan tetapi, faktur pajak tersebut baru diterima oleh PT ABC pada tanggal 14 Mei 2024. Dalam hal ini, PT ABC telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Masa Pajak Januari 2024, Februari 2024, dan Maret 2024. Akan tetapi, PT ABC belum menyampaikan SPT Masa PPN Masa Pajak April 2024. Selain itu, PT ABC juga belum membebankan sebagai biaya dan tidak menambahkan pajak masukan tersebut ke dalam harga perolehan BKP.

Dalam kasus di atas, faktur pajak masukan atas perolehan BKP tertanggal 8 Januari 2024 baru diterima dari PT TUV pada 14 Mei 2024. Adapun faktur pajak tertanggal 8 Januari 2024 tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran oleh PT ABC melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2024, Februari 2024, atau Maret 2024. Selain itu, pengkreditan pajak masukan tersebut dapat dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak April 2024.

Ilustrasi kasus lainnya dapat Anda lihat pada infografis berikut ini: Penegasan atas Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang Tidak Sama