Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Ketentuan Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

bacaan 2 Menit
Ketentuan Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
Dokumen Istimewa

Dalam ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dikenal mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Pajak Masukan merupakan PPN yang seharusnya telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak Masukan akan mengurangi Pajak Keluaran, PPN yang dipungut oleh PKP, dan selisihnya merupakan PPN yang kurang atau lebih dibayar oleh PKP. Namun, tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh PKP.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN, terdapat tiga jenis Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Pertama, Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang PPN. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN.

Kedua, Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN, atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP.

Keterangan yang dimaksud pada Pasal 13 ayat (5) UU PPN adalah paling sedikit memuat:

  1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP
  2. Identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:
    • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi
    • nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
  6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Ketiga, Pajak Masukan atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN. Yang dimaksud pada Pasal 13 ayat (6) UU PPN adalah dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Dalam konteks impor BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, dokumen yang digunakan adalah Surat Setoran Pajak (SSP). SSP tersebut harus melampirkan tagihan dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP.