
Dalam suatu perusahaan, pasti membutuhkan aktiva untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Ketika membeli sebuah aktiva, umumnya perusahaan juga akan mendapat pajak masukan ketika membeli aktiva tersebut. Pajak masukan tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di dalam SPT PPN, yang pada akhirnya akan menghasilkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pada umumnya pajak masukan yang diterima atas peroleh barang dapat dikreditkan seluruhnya. Namun untuk pengusaha tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya. PKP yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (6) UU PPN, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.011/2014 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (PMK-135/2014).
Contoh PKP yang melakukan Penyerahan yang Terutang dan Tidak Terutang PPN
Berikut ini merupakan contoh PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak:
- PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated). Misalnya PKP yang menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak), yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
- PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN.
Misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, di samping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha. - PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN. Misalnya PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
- PKP yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Penghitungan Kembali Pajak Masukan
Untuk PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak sebagaimana tersebut di atas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:
- Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN, dapat dikreditkan seluruhnya. Misalnya pajak masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
- Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan seluruhnya. Misalnya, pajak masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan BKP yang atas penyerahannya tidak terutang PPN.
- Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam PMK-135/2014. Misalnya, pajak masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor. Mekanisme penghitungan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Waktu Penghitungan Kembali
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah berakhir.