Memahami Konsep Pemotongan PPh Pasal 15

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dikenakan kepada Wajib Pajak tertentu (withholding tax). Pasal 15 UU PPh memberikan wewenang menteri keuangan untuk menentukan norma penghitungan khusus untuk menentukan pajak terutang. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesulitan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut. Norma disusun berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut.

Subjek, Objek, dan Tarif PPh Pasal 15

Dengan kewenangan yang diberikan pada Pasal 15 UU PPh, Menteri Keuangan telah menentukan wajib pajak yang penghitungan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tersebut di antaranya:

  • Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
  • Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
  • Perusahaan Penerbangan/Pelayaran Luar Negeri 
  • Perusahaan dagang asing yang berasal luar negeri yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia 
  • Perusahaan jasa maklon internasional dalam bidang produksi atau pembuatan mainan anak-anak

Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Merujuk Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416 Tahun 1996, perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari penghasilan bruto. Objek pajak yang dikenakan yaitu seluruh penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:

  1. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
  2. pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
  3. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia, dan/atau
  4. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia.

Simak pembahasan berikut ini untuk mengetahui ketentuan lengkap dan cara hitung PPh Pasal 15 untuk perusahaan pelayaran.

Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

PPh Pasal 15 untuk perusahaan penerbangan dalam negeri (perusahaan angkutan udara niaga nasional) dikenakan atas imbalan perjanjian charter. Perjanjian charter yang dimaksud adalah perjanjian pengangkutan orang dan/atau barang, baik di Indonesia, maupun dari Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. PPh Pasal 15 dikenakan sebesar 1,8% dari penghasilan bruto.

Baca artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang pajak bagi perusahaan penerbangan dalam negeri sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475 Tahun 1996.

Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri

PPh Pasal 15 juga berlaku untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) pelayaran atau penerbangan dari perusahaan luar negeri, dengan tarif 2,64% dari penghasilan bruto. Namun, perlu dicatat bahwa penerapan PPh Pasal 15 untuk perusahaan luar negeri perlu memperhatikan ketentuan tax treaty.

Anda dapat melihat artikel ini untuk mengetahui ketentuan P3B serta contoh penghitungan PPh Pasal 15 bagi perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.

Kantor Perwakilan Dagang Asing

PPh Pasal 15 selanjutnya dikenakan untuk kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) miliki Wajib Pajak Luar Negeri. Ketentuan ini berlaku untuk perusahaan yang berasal dari negara yang belum mempunyai tax treaty dengan Indonesia.

PPh Pasal 15 dikenakan sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final. Untuk representative office yang berasal dari negara mitra P3B, pajak terutang disesuaikan dengan tarif branch proftit tax.

Perusahaan Jasa Maklon

Pasal 15 selanjutnya dikenakan untuk perusahaan jasa maklon (contract manufacturing) internasional yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

Penghasilan neto sebesar 7% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials). Ketentuan tarif norma berlaku sepanjang Wajib Pajak tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dengan Direktur Jenderal Pajak.

PPh Pasal 15 terutang untuk perusahaan jasa maklon internasional adalah sebesar 2,1% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku. PPh terutang wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara pembayaran setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Administrasi Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 15

Mekanisme penyetoran PPh Pasal 15 dapat dilakukan melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain atau dengan cara setor sendiri. Objek PPh Pasal 15 yang dilakukan pemotongan dan kode objek pajaknya adalah sebagai berikut:

Objek PPh Pasal 15Mekanisme PenyetoranKode Objek Pajak
Imbalan kepada perusahaan pelayaran dalam negeriDipotong pihak lain28-410-02
Imbalan charter kapal laut/pesawat kepada perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeriDipotong pihak lain28-411-02
Imbalan charter pesawat udara kepada perusahaan penerbangan dalam negeriDipotong pihak lain29-101-01
Imbalan sehubungan dengan pengangkutan orang/barang termasuk
penyewaan kapal oleh perusahaan pelayaran dalam negeri
Disetor sendiri28-410-01
Imbalan kepada perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri
sehubungan pengangkutan orang/barang (selain charter)
Disetor sendiri28-411-01
Penghasilan WPLN dari Kantor Perwakilan Dagang di IndonesiaDisetor sendiri28-413-01
Penghasilan WP jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anakDisetor sendiri28-499-01

Untuk mekanisme withholding, pihak pemotong/pemungut wajib menyetor pajak paling lambat tanggal 10 di bulan berikutnya. Wajib Pajak yang melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15, wajib menyetor pajak paling lambat tanggal 15 di bulan berikutnya.

Saat ini, seluruh pelaporan PPh Potong/Pungut, termasuk PPh Pasal 15 dilakukan melalui SPT Masa PPh Unifikasi. SPT Masa PPh Unifikasi wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 di bulan berikutnya.

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait