Tidak hanya perusahaan dalam negeri, industri pelayaran dan penerbangan juga banyak dilakukan oleh perusahaan luar negeri. Sebagai bentuk kesetaraan, pemerintah telah mengatur ketentuan pajak untuk perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri melalui mekanisme pengenaan PPh Pasal 15.
PPh Pasal 15 dikenakan kepada Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang bertempat kedudukan di Luar Negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Pemajakannya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417 Tahun 1996 (KMK 417/1996). Untuk pajak bagi perusahaan pelayaran dalam negeri diatur dalam KMK Nomor 416 Tahun 1996, sedangkan pajak perusahaan penerbangan dalam negeri diatur dalam KMK Nomor 475 Tahun 1996
Mengacu kepada ketentuan di dalam Pasal 1 KMK 417/1996, pengenaan PPh Pasal 15 untuk BUT pelayaran dan/atau penerbangan dikenakan atas pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari:
- satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia; dan/atau
- dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Pasal 15 bagi BUT Pelayaran dan Penerbangan
Penghitungan PPh Pasal 15 untuk BUT pelayaran atau penerbangan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto sebesar 6%. Tarif efektif PPh Pasal 15 yang berlaku adalah sebesar 2,64% dan bersifat final.Dasar pengenaan pajaknya adalah peredaran bruto.
PPh Pasal 15 BUT Pelayaran/Penerbangan = 2,64% x Peredaran Bruto
Administrasi Pemotongan dan Penyetoran
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996, terdapat dua mekanisme pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 15 untuk BUT pelayaran dan penerbangan. Berikut penjelasannya:
- Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/men-charter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang. Penyetoran PPh terutang dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
- Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri wajib menyetor sendiri. Penyetoran PPh terutang dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Ketentuan P3B Penghasilan Perusahaan Pelayaran/Penerbangan
Berbicara mengenai penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri tidak dapat lepas dengan pembahasan tax treaty. Tax treaty, baik OECD Model maupun UN Model, mengatur secara khusus pemajakan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pelayaran dan penerbangan internasional (shipping and air transport).
Secara umum, hak pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh WPLN terkait jasa pelayaran dan penerbangan internasional berada di negara domisili (resident country) Namun, pada tax treaty tertentu, terdapat pula pembagian hak pemajakan antara negara domisili dengan negara sumber.
Contoh Kasus PPh Pasal 15 Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
PT Udang Bakau merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang budidaya udang ekspor. Dalam rangka pengangkutan ekspor udang dari Indonesia ke Amerika, pada tahun 2022 PT Udang Bakau menandatangani kontrak charter kapal laut dengan BUT Global Marine Ltd yang merupakan perusahaan Singapura (telah memiliki Surat Keterangan Domisili). Pada bulan November 2022, dilakukan 1 kali pengangkutan dan telah dibayar pada 20 November 2022 sebesar Rp700.000.000.
Sesuai dengan ketentuan KMK 417/1996, transaksi antara PT Udang Bakau dengan BUT Global Marine masuk ke objek pemotongan PPh Pasal 15. Pada Article 8 Paragraph 2 Tax Treaty Indonesia-Singapura, diatur bahwa negara sumber dapat memajaki penghasilan dari jasa pelayaran dan penerbangan internasional dengan tarif 50% lebih rendah.
Dengan demikian, PPh Pasal 15 yang terutang adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 15 = 2,64% x 50% x Rp700.000.000 = Rp9.240.000
Transaksi di atas termasuk perjanjian charter, maka penyetoran dilakukan oleh PT Udang Bakau paling lambat tanggal 15 Desember 2022 dan pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2022 melalui SPT Masa PPh Unifikasi.