Secara umum, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), atau dengan kata lain dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual. Namun, jika bertransaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, atau dikenal juga sebagai WAPU, PPN dipungut oleh pihak yang menerima barang/jasa.
Berdasarkan ketentuan perpajakan, terdapat tiga kelompok pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, yakni instansi pemerintah, kontraktor atau pemegang izin, serta BUMN dan perusahaan tertentu.
Penunjukan instansi pemerintah sebagai pemungut PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 231/PMK.03/2019 s.t.d.t.d PMK Nomor 59/PMK.03/2022 (PMK 59/2022). Instansi pemerintah yang dimaksud adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Merujuk Pasal 18 ayat (1) PMK 59/2022, terdapat transaksi PPN/PPnBMnya tidak dipungut oleh instansi pemerintah. Transaksi tersebut adalah:
Merujuk Pasal 2 PMK Nomor 73/PMK.03/2010, kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin ditunjuk sebagai pemungut PPN. Kontraktor atau pemegang kuasa/izin yang dimaksud adalah:
Meskipun ditunjuk sebagai WAPU, tidak semua transaksi oleh rekanan PPN-nya dipungut oleh WAPU. Kontraktor/pemegang kuasa/pemegang izin yang ditunjuk sebagai WAPU tidak memungut PPN atas transaksi sebagai berikut:
Dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2021, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPN. Perusahaan tertentu yang dimaksud adalah perusahaan yang dimiliki BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% dan ditetapkan lewat Keputusan Menteri Keuangan. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 240/KMK.03/2022, terdapat 18 perusahaan yang ditunjuk yakni:
Sama seperti bendahara dan kontraktor, BUMN dan badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai WAPU berkewajiban untuk memungut PPN atas transaksi yang dilakukan oleh rekanan.
Dalam transaksi antara rekanan dengan BUMN maupun perusahaan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut, PPN tetap dipungut oleh rekanan dalam hal transaksi merupakan:
WAPU PPN berkewajiban untuk menyetorkan pajak telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. SSP dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak, nama, alamat rekanan, dan kode dan nomor seri Faktur Pajak pada kolom uraian.
PPN yang telah dipungut dan disetor wajib dilaporkan dalam SPT Masa PPN Pemungut PPN (SPT 1107 PUT), paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Selain itu, pemungut PPN juga harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP kepada rekanan.
Categories:
Tax Learning04 Januari 2025