
Pada tanggal 26 Oktober 2020 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai yang berlaku mulai 1 Januari 2021. Di dalam Undang-Undang Bea Meterai ini terdapat aturan mengenai Objek Bea Meterai. Salah satu objek yang dibahas dalam UU tersebut adalah Surat berharga seperti saham, obligasi, cek, bilyet giro, aksep, wesel, sukuk, surat utang, warrant, option, deposito, dan sejenisnya, termasuk surat kolektif saham atau sekumpulan surat berharga lainnya.
Sesuai PER - 01/PJ/2021 atas cek atau bilyet giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000. Bea Meterai tersebut terutang oleh pihak yang menerbitkan cek dan/atau bilyet giro (Pihak Yang Terutang) dan mulai terutang saat cek atau bilyet giro selesai dibuat. Adapun ketentuan Pihak Yang Terutang tidak menghalangi Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro untuk membayar Bea Meterai yang terutang tersebut. Dalam hal cek atau bilyet giro belum selesai dibuat tetapi telah dibubuhi tanda Bea Meterai lunas yang menggunakan teknologi percetakan dengan tarif Bea Meterai yang lebih kecil daripada Bea Meterai yang seharusnya terutang, maka:
harus melunasi selisih kurang Bea Meterai yang terutang dengan menggunakan mesin teraan meterai digital atau SSP.
Sesuai PER - 01/PJ/2021 atas cek atau bilyet giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000. Bea Meterai tersebut terutang oleh pihak yang menerbitkan cek dan/atau bilyet giro (Pihak Yang Terutang) dan mulai terutang saat cek atau bilyet giro selesai dibuat. Adapun ketentuan Pihak Yang Terutang tidak menghalangi Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro untuk membayar Bea Meterai yang terutang tersebut. Dalam hal cek atau bilyet giro belum selesai dibuat tetapi telah dibubuhi tanda Bea Meterai lunas yang menggunakan teknologi percetakan dengan tarif Bea Meterai yang lebih kecil daripada Bea Meterai yang seharusnya terutang, maka:
| • | Pihak Yang Terutang; atau |
| • | Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro |
harus melunasi selisih kurang Bea Meterai yang terutang dengan menggunakan mesin teraan meterai digital atau SSP.
| 1. | Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan mesin teraan meterai digital dilakukan dengan membubuhkan teraan Bea Meterai lunas pada cek dan/atau bilyet giro yang dilakukan oleh Pihak Yang Terutang, Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro, atau Pihak lain yang telah memiliki izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai digital. Teraan Bea Meterai lunas paling sedikit memiliki unsur-unsur:
| ||||||||||||||||||||
| 2. | Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan SSP dilakukan dengan membayar selisih kurang Bea Meterai ke kas negara dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 100. | ||||||||||||||||||||
| 3. | Formulir SSP atau Kode Billing harus memuat keterangan mengenai nomor seri cek dan/atau bilyet giro. Atas pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan Pihak Yang Terutang atau Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet meminta cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai ke KPP. Atas permintaan pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) memberikan formulir permintaan pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai untuk diisi oleh pihak yang mengajukan permintaan pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai. Berikut contoh Format Formulir Permintaan Pembubuhan Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai
| ||||||||||||||||||||
| 4. | Formulir yang telah isi diserahkan kepada Petugas TPT dengan melampirkan:
| ||||||||||||||||||||
| 5. | Kepala KPP melalui Kepala Seksi Pelayanan, memastikan
| ||||||||||||||||||||
| 6. | Jika telah terpenuhi, Kepala KPP melalui Kepala Seksi Pelayanan membubuhkan
|
