Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menarik investasi Asing ke Indonesia. Selain membawa modal, keahlian dan teknologi, investasi asing juga dapat menyerap tenaga kerja baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja asing atau yang kita kenal dengan ekspatriat.
Dari sudut pandang perpajakan, investasi asing tidak hanya meningkatkan penerimaan negara dari Pajak Penghasilan Badan, namun peningkatan penerimaan negara juga dapat berasal dari PPh Orang Pribadi, khususnya penghasilan ekspatriat yang umumnya jauh lebih tinggi dari tenaga kerja lokal.
Ekspatriat dapat berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri atau sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri. Hak dan Kewajiban Perpajakan terkait penetapan status ini tentunya memiliki perbedaan mulai dari tarif pajak yang dikenakan, hak mendapatkan pengurangan berupa PTKP hingga kewajiban penyampaian SPT.
Pembahasan
Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak. Dalam menentukan aspek pajak terhadap ekspatriat terlebih dahulu ditentukan apakah ekspatriat sebagai subjek pajak luar negeri ataupun subjek pajak dalam negeri. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan, subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Ekspatriat Berstatus Subjek Pajak Luar Negeri
Untuk ekspatriat yang berstatus sebagai subjek pajak luar negeri atas penghasilan yang diterima dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26. Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemotongan yang dilakukan oleh pemotong pajak, yaitu pihak yang melakukan pembayaran atas penghasilan tersebut (pemberi kerja), berupa pajak penghasilan yang dipotong sebesar 20% dari jumlah bruto.
Adapun penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh 26 adalah sebagai berikut:
- Dividen
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan, sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti, sewa dan penghasilan lain, sehubungan dengan pengunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
- Keuntungan karena pembebasan utang
Pajak yang dipotong tersebut bersifat final. Ekspatriat dengan status Wajib Pajak luar negeri tidak punya kewajiban memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tidak punya kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Dalam hal ekspatriat memiliki Surat Keterangan Domisili (SKD) dari negara mitra P3B maka dikenakan tarif sesuai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Ekspatriat Berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri
Orang asing akan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri apabila bertempat tinggal di Indonesia dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Kewajiban memiliki NPWP ini berlaku sama bagi orang asing yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri. Penghasilan yang menjadi objek pajak berdasarkan ketentuan pasal 4 UU PPh, bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sumber penghasilan dikelompokkan sebagai berikut:
- Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja seperti gaji, tunjangan, honorium, dan sebagainya.
- Penghasilan dari pekerjaan bebas seperti penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
- Penghasilan dari usaha dan kegiatan, yang terdiri atas usaha dagangan jasa, industri serta lainnya seperti peternakan, pertanian, perikanan, dan sebagainya.
- Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
- Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Untuk ekspatriat yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, maka perhitungan penghasilannya bisa melalui dua pendekatan, yaitu dihitung dengan menggunakan norma penghasilan netto atau dihitung dari pembukuan.
Norma penghasilan netto adalah suatu persentase tertentu yang sudah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, dan digunakan untuk menentukan penghasilan netto dari wajib pajak. Penghasilan netto dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto dan persentase norma penghasilan netto tersebut. Wajib pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat berikut:
- Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp. 4.800.000.000
- Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
- Menyelenggarakan pencatatan.
Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, apabila setelah pengurangan penghasilan bruto didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut samapai dengan 5 tahun.
Teknis Perhitungan PPh Pasal 21 Ekspatriat
Penghitungan setiap masa (selain masa pajak terakhir)
Penghitungan Masa Pajak Terakhir
Â
Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.     Â
Contoh Kasus :
Mr James sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT Nusantara Abadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2016. Pada tanggal 20 April 2016 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2016.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status Mr James adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status Mr James berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2016. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2016 atas penghasilan bruto Mr James telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT Nusantara Abadi.
Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan Mr James untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2016, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT Nusantara Abadi atas penghasilan Mr James sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak Mr James sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
II.   Penutup
Dalam mengenakan pajak penghasilan kepada ekspatriat terlebih dahulu harus dilihat kondisi subjek pajaknya. Kondisi subjek pajak menentukan dalam jenis pemotongan PPh yang dikenakan. Untuk ekspatriat yang berstatus sebagai subjek pajak luar negeri maka dikenakan PPh Pasal 26, sedangkan untuk ekspatriat yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri maka dikenakan PPh sesuai ketentuan perpajakan domestik yaitu UU PPh sesuai jenis penghasilan yang diterima. Atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
III.   Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi