Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama yang harus diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa yang dapat memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah. Terkait ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha yang mana yang memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang paling kecil, dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
Pohan (Zain, 2003:97) memberikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha, diantaranya:
Secara umum terdapat empat bentuk usaha yang legal, sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu (2013:89) yaitu:
Fokus penjelasan tulisan ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan usaha berbentuk usaha orang pribadi (individual basis), CV dan PT.
Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha selama tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk melakukan usaha secara pribadi, seseorang tidak memerlukan izin khusus dalam pendiriannya, karena bukan berupa badan usaha atau badan hukum. Usaha perseorangan ini bisa dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD) atau usaha lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun bisa beragam, dari berdagang, manufaktur skala kecil, jasa, dsb.
Dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, usaha perseorangan:
Contoh 1
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan Anas tersebut adalah:
Peredaran usaha | Rp5.200.000.000,- |
Harga Pokok Penjualan | Rp3.700.000.000,- |
Laba Bruto | Rp1.500.000.000,- |
Biaya Operasi | Rp850.000.000,- |
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
Maka penghitungan besarnya PPh terutang Tuan Anas selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Laba Usaha | Rp650.000.000,- |
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) | Rp45.000.000,- |
Penghasilan Kena Pajak (PKP) | Rp605.000.000,- |
PPh Terutang 5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000,- 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000,- 25% x Rp250.000.000,- = Rp62.500.000,- 30% x Rp105.000.000,- = Rp31.500.000,- | Rp126.500.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 19,46% |
Contoh 2
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Peredaran usaha pada tahun 2014 tidak melebihi Rp4,8 miliar. Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan Anas tersebut adalah:
Peredaran usaha | Rp5.200.000.000,- |
Harga Pokok Penjualan | Rp3.700.000.000,- |
Laba Bruto | Rp1.500.000.000,- |
Biaya Operasi | Rp850.000.000,- |
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
Karena peredaran usaha Tuan Anas pada tahun 2014 tidak melebihi Rp4,8 miliar, sesuai ketentuan PP No 46/2013 pada tahun 2015 Tuan Anas harus menghitung PPh nya sebesar 1% dari peredaran usaha, sehingga besarnya PPh terutang Tuan Anas dihitung dengan cara:
Peredaran usaha | Rp5.200.000.000,- |
PPh Terutang (1% x peredaran usaha) | Rp52.000.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 8% |
CV merupakan salah satu bentuk partnership yang paling umum di Indonesia. CV merupakan suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. Dalam pendiriannya, CV cukup didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, namun tidak perlu disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso dan Rahayu, (2013:91) antara lain:
Kelebihan
Kekurangan
Secara umum ketentuan perpajakan terkait CV diantaranya:
Contoh 3
CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha | Rp5.200.000.000,- |
Harga Pokok Penjualan | Rp3.700.000.000,- |
Laba Bruto | Rp1.500.000.000,- |
Biaya Operasi (tidak termasuk gaji para sekutu) | Rp850.000.000,- |
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
Penghitungan besarnya PPh terutang adalah sebagai berikut:
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
PPh Terutang Tarif Pasal 31E, 50% x 25% | Rp81.250.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 12,5% |
Pada saat laba usaha dibagikan kepada para sekutu tidak lagi dikenai Pajak.
Dalam tatanan ketentuan perundangan di Indonesia, pendirian dan pengelolaan PT diatur dalam UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. PT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar dan seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU serta peraturan pelaksanaannya (Pohan, 2015:54).
Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu (2013:100-101) adalah sebagai berikut:
Kelebihan
Kekurangan
Beberapa ketentuan perpajakan terkait PT diantaranya:
Contoh 4
PT Angkasa bergerak sebagai distributor mainan anak yang terbuat dari bahan yang aman dan berkualitas. Laba/rugi PT Angkasa tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha | Rp5.200.000.000,- |
Harga Pokok Penjualan | Rp3.700.000.000,- |
Laba Bruto | Rp1.500.000.000,- |
Biaya Operasi | Rp850.000.000,- |
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
Penghitungan PPh terutang PT Angkasa adalah:
Laba Usaha Sebelum Pajak | Rp650.000.000,- |
PPh Terutang Tarif Pasal 31E, 50% x 25% | Rp81.250.000,- |
Pada saat laba usaha dibagikan kepada para pemegang saham, dikenai PPh atas dividen sebesar 10%, yaitu:
Laba usaha yang akan dibagikan sebagai dividen | Rp650.000.000,- |
PPh atas dividen (Pasal 17 ayat(2c) UU PPh | Rp65.000.000,- |
Sehingga total pajak terutang oleh PT dan persentasenya terhadap peredaran usaha dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah PPh terutang | Rp146.500.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 22,5% |
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat kita bandingkan besarnya PPh terutang yang harus ditanggung oleh masing-masing bentuk usaha sebagai berikut:
Uraian | Usaha Perorangan | CV | PT |
Peredaran Usaha | Rp5.200.000.000,- | Rp5.200.000.000,- | Rp5.200.000.000,- |
Laba Usaha | Rp650.000.000,- | Rp650.000.000,- | Rp650.000.000,- |
PPh Terutang | Rp126.500.000,- | Rp81.250.000,- | Rp146.500.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 19,46% | 12,5% | 22,5% |
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa pemilihan bentuk usaha CV memberikan benefit pajak yang lebih tinggi dibandingkan usaha perorangan atau usaha PT, namun baiknya hal ini tidak dijadikan satu-satunya dasar pengambilan keputusan karena tentu saja harus mempertimbangkan hal lainnya. Tingginya beban pajak yang ditanggung oleh usaha perorangan disebabkan karena tarif progresif yang berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Sebagai catatan, penghitungan PPh di atas atas CV dan PT menggunakan tariff Pasal 31E UU PPh yang memberikan fasilitas pengurangan tariff hingga 50%. Dalam hal pasal ini tidak dipergunakan, maka kita akan memperoleh hasil sebagai berikut:
Uraian | Usaha Perorangan | CV | PT |
Peredaran Usaha | Rp5.200.000.000,- | Rp5.200.000.000,- | Rp5.200.000.000,- |
Laba Usaha | Rp650.000.000,- | Rp650.000.000,- | Rp650.000.000,- |
PPh Terutang | Rp126.500.000,- | Rp162.500.000,- | Rp227.500.000,- |
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha | 19,46% | 12,5% | 35% |
Apabila tarif Pasal 31E tidak dipergunakan, ternyata tetap bentuk usaha CV memberikan benefit pajak yang paling maksimal dibandingkan dua bentuk usaha yang lainnya. Semoga bermanfaat.
Categories:
Tax LearningTagged: