Keprihatinan akan rendahnya tingkat kepatuhan dan kesadaran pajak di Indonesia serta wujud peran serta sinergi antara perguruan tinggi dan pemerintah mengatasi permasalahan perpajakan di Indonesia mendorong Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (DIAF FIA UI) menyelenggarakan edukasi pajak bagi generasi muda di tahun 2019 ini. Tim yang diketuai oleh Wulandari Kartika Sari dan beranggotakan Milla Sepliana Setyowati serta Adang Hendrawan yang merupakan dosen tim DIAF FIA UI serta didukung oleh mahasiswa program sarjana DIAF FIA UI mengambil judul “Edukasi Perpajakan dan Workshop E-Filing Pajak Penghasilan Orang Pribadi bagi Siswa Menengah Atas/Kejuruan di Jakarta-Depok”. Kegiatan ini menyasar siswa/i sekolah menengah dengan tujuan menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran pajak serta memberikan kemampuan untuk melakukan salah satu kewajiban perpajakan yaitu pelaporan PPh Orang Pribadi. Ada 3 (tiga) sekolah yang menjadi target yaitu SMA Negeri 1 Depok, SMK Negeri 62 Jakarta, dan SMK IT Raflesia Depok.
Adagium pajak sebagai jantung dan urat nadi penerimaan negara dan pembangunan nasional bukanlah tanpa dasar. Sejak era kejayaan minyak dan gas Indonesia menurun, pemerintah mulai menunjukkan perhatian kepada penerimaan negara dari sumber selain pertambangan, salah satunya melalui pajak. Mulai tahun 1983 dengan digulirkannya reformasi perpajakan (tax reform), pemerintah mulai menempatkan pajak sebagai penopang pembiayaan negara. Yang kemudian disusul dengan reformasi perpajakan berikutnya yang berusaha membawa perbaikan dalam kebijakan dan administrasi perpajakan di Indonesia. Penerimaan negara dari pajak semakin bertumbuh dan terus digenjot kenaikannya dari tahun ke tahun. Penerimanaan pajak Indonesia (dalam rupiah) di tahun 2014 telah mencapai 1.146,9 Trilyun yang tumbuh menjadi 1.240,4 Trilyun di tahun 2015. Hasil pemungutan pajak kembali naik di tahun 2016 dengan capaian 1.285 Trilyun Rupiah, kemudian kembali merangkak naik tahun 2017 dengan total penerimaan 1.472.7 T. Tahun lalu, penerimaan pajak Indonesia mencapai angka 1.618,1 Trilyun. Dalam 5 (lima) tahun terakhir penerimaan negara telah menopang hampir 80% penerimaan negara dalam APBN Indonesia. Dari data tersebut dapat dibayangkan betapa besar peran pajak dalam pembangunan di Indonesia.
Jumlah penerimaan pajak yang sudah dicapai saat ini sebenarnya belum mencapai potensi maksimal yang seharusnya dapat dikumpulkan oleh negara. Kinerja perpajakan dinilai belum optimum. Ada 2 (dua) tolak ukur untuk menilai kinerja perpajakan, yaitu tax effort dan tax ratio. Dari penelitian beberapa ahli, tax effort di Indonesia yang merupakan perbandingan antara jumlah pajak yang diterima dan potensi yang ada, nilainya baru mencapai 43-45% yang berarti negara masih punya sekitar 55-57% potensi penerimaan pajak yang bisa digali. Sedangkan tax ratio, yang merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan domestil bruto (PDB) baru mencapai sekitar 11% (tergantung dari unsur penghitung yang digunakan). Berdasarkan standar yang ditetapkan IMF, standar tax ratio untuk negara Indonesia minimal 12,5% hingga 15%. Menaikkan tax ratio bukanlah perkara mudah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian tax ratio suatu negara, antara lain kondisi ekonomi, regulasi, penegakkan hukum, dan kesadaran pajak masyarakat untuk membayar pajak. Langkah perbaikan perpajakan yang diusulkan oleh pemerintah berdasarkan laporan Kementerian Keuangan Tahun 2018 antara lain, regulasi dan implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI), pemberian fasilitas dan insentif perpajakan kepada wajib pajak, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan organisasi perpajakan, pemutakhiran data dan sistem informasi perpajakan, serta peningkatan kepatuhan perpajakan melalui pembangunan kesadaran pajak masyarakat agar tercapai sustainable compliance.
Berkaitan dengan faktor kepatuhan dan kesadaran pajak masyarakat, sayangnya tidak dapat diabaikan tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia saat ini masih rendah. Salah satu cara sederhana untuk mengukur kepatuhan pajak jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Realisasi pelaporan pajak untuk tahun pajak 2018 yang disubmit di tahun 2019 hanya 67,2% atau sebanyak 12,32 Juta SPT. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan target yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejumlah 85% dari wajib pajak terdaftar yang harus lapor SPT. Sistem perpajakan Indonesia yang menganut self assessment system memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak secara mandiri. Prasyarat untuk sistem ini berjalan adalah pengetahuan dan kesadaran pajak yang memadai. Salah satu yang ditengarai sebagai penyebab tidak optimalnya penerimaan pajak di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pajak karena minimnya edukasi perpajakan. Mengedukasi masyarakat untuk sadar pajak dan kemudian dapat melakukan hak dan kewajiban perpajakannya dengan baik merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Direktorat Jenderal Pajak. Program edukasi tentu tidak dapat dilakukan secara instan dan cepat untuk mencapai kesadaran pajak. Membangun kesadaran pajak berarti membangun mental masyarakat yang tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, butuh waktu bertahun-tahun untuk mewujudkannya. Dan dengan keterbatasan jumlah SDM dan keterbatasan teknis lain yang dimiliki oleh DJP ditambah permasalahan perpajakan lain yang juga tidak kalah penting untuk segera diatasi. Diperlukan bantuan dan sinergi dari berbagai pihak untuk mewujudkannya.
Wujud sinergi dan peran serta yang dilaksanakan DIAF FIA UI melalui pelaksanaan pengabdian masyarakat yang folus kepada peningkatan kesadaran dan pengenalan prosedur pemenuhan pelaporan pajak melalui e-Filing ini menggandeng tim Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Pratama Depok Sawangan. Sasaran pengabdian masyarakat ini yaitu siswa sekolah menengah yang berada di kelas XI dan XII yang notabene belum perlu membayar pajak bukan tanpa sebab. Tujuan utama membangun dan meningkatkan kesadaran pajak masyarakat tidak bisa diwujudkan hanya dalam sekejap mata, perlu pembangunan pola pikir bertahun-tahun hingga nantinya akan mengejawantah dalam kemampuan dan kepatuhan wajib pajak. Proses ini perlu memakan waktu hingga bertahun-tahun sehingga dibutuhkan edukasi perpajakan sejak usia dini. Begitupun dengan sekolah yang ditunjuk bukan hanya siswa dari jurusan IPS yang sudah kenal pelajaran ekonomi dan akuntansi yang diikutsertakan tetapi juga jurusan IPA. “Pemilihan siswa SMA/SMK sebagai target sasaran kegiatan ini karena membentuk kesadaran pajak itu tidak dapat dilakukan secara cepat, instan, perlu waktu untuk mengenalkan dan mengajarkan hingga terbentuk pola pikir yang benar mengenai pajak, supaya masyarakat bisa patuh bayar pajak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya karena pajak ini kan sebenarnya beban bagi masyarakat tapi perlu dikenalkan juga bahwa bayar pajak itu perlu buat kita sendiri dan lapor pajak itu juga ga ribet lho sekarang sudah ada teknologi yang bikin lebih mudah, salah satunya sekarang melalui e-Filing. Jadi edukasi pajak ini layaknya diberikan sejak usia dini, ya XI dan XII kami pilih dalam target kegiatan kali ini” menurut keterangan yang diberikan oleh ketua tim pengabdian masyarakat, Wulandari. Pemberian edukasi dan workshop pajak untuk kelas XII juga dalam rangka mempersiapkan mereka yang sebentar lagi akan menghadapi dunia kerja karena tidak semua lulusan SMA melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, banyak juga selepas lulus sekolah menengah langsung bekerja atau berwirausaha. Ketika mereka bekerja menerima penghasilan atau gaji , dan jumlahnya di atas PTKP ada kewajiban bagi mereka untuk lapor pajak. Pelibatan sekolah yang tidak memiliki jurusan IPS (tidak ada pelajaran ekonomi dan akuntansi) juga memang dipilih untuk mengedukasi masyarakat bahwa urusan pajak itu bukan hanya urusan orang akuntan atau ekonomi, semua warga negara tidak melihat keilmuannya atau bidang kerjanya apa selama dia memperoleh penghasilan yang memenuhi kriteria akan menjadi wajib pajak dan memiliki kewajiban perpajakan, salah satunya lapor pajak. Melihat respon positif dari target, kegiatan ini tidak akan berhenti di tiga sekolah ini saja, tetapi akan dilanjutkan secara berkala ke sekolah-sekolah lain, dan juga jenjang lain. Dengan rangkaian kegiatan pengmas ini diharapkan generasi muda Indonesia akan melek pajak sejak dini dan berdampak pada meningkatnya kesadaran pajak yang ujungnya kepatuhan pajak dan terciptanya penerimaan negara yang berkelanjutan (sustainable).
Wulandari Kartika Sari, S.Sos, MA
Ketua Tim Pengusul Hibah IPTEKS Bagi Masyarakat
Membangun Kemandirian Kemandirian Pembiayaan Berkelanjutan melalui Peran Generasi Muda
Contact: [email protected]/ [email protected] (081280138881)
DOKUMENTASI KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT IPTEKS BAGI MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2019
“Membangun Kemandirian Pembiayaan Berkelanjutan melalui Peran Generasi Muda: Edukasi Perpajakan dan Workshop E-Filing Pajak Penghasilan Orang Pribadi Bagi Siswa SMA/SMK di Jakarta – Depok”
PENGABDIAN MASYARAKAT IPTEKS BAGI MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2019
“Membangun Kemandirian Pembiayaan Berkelanjutan melalui Peran Generasi Muda: Edukasi Perpajakan dan Workshop E-Filing Pajak Penghasilan Orang Pribadi Bagi Siswa SMA/SMK di Jakarta – Depok”
Gambar 1. Experience Sharing dan Pembekalan Tim Pengabdi oleh KPP Pratama Depok Sawangan
Gambar 2. Peserta Kegiatan di SMK Negeri 62 Jakarta
Gambar 3. Pemberian Materi mengenai Pajak, Fungsi Pajak bagi Negara serta Pentingnya Peran Generasi Muda
Gambar 4. Peserta Kegiatan di SMK IT Raflesia
Gambar 5. Mengedukasi Pajak melalui Permainan
Gambar 6. Pengenalan Aplikasi E-Filing untuk Lapor PPh OP
Gambar 7. Perwakilan Peserta Kegiatan di SMA Negeri 1 Depok
Gambar 8. Workshop E-Filing Pajak di SMA Negeri 1 Depok
Gambar 9. Pemberian Materi Edukasi Pajak ke Peserta SMA Negeri 1 Depok
Gambar 10. Spanduk Kegiatan