
Sumber: Direktorat Jenderal Bea Cukai
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meresmikan penggunaan pemindai peti kemas berteknologi radiation portal monitor (RPM) dan aplikasi Self Service Report Mobile (SSR-Mobile) serta Trade AI di terminal 3 dan terminal Mustika Alam Lestari (MAL), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam peresmian tersebut, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa modernisasi pengawasan tidak dapat ditunda lagi. “Kita harus menjaga kepercayaan publik dan menjaga daya saing ekonomi. Selain itu, kita juga harus memerangi penyelundupan dengan cara yang lebih modern”.
Peresmian alat pemindai peti kemas (x-ray) untuk kepatuhan pemeriksaan tidak hanya sekedar difungsikan untuk memindai visual kontainer, tetapi juga dapat mendeteksi bahan-bahan berbahaya seperti bahan nuklir/zat radioaktif melalui fitur RPM. Dengan meningkatkan ketepatan deteksi risiko, implementasi x-ray dengan fitur RPM dapat memperkuat upaya pencegahan pelanggaran impor-ekspor, termasuk penyelundupan dan manipulasi barang yang berpotensi merugikan negara.
Selain pemindai peti kemas, Bea Cukai juga memperkenalkan SSR-Mobile yang dapat diakses pada aplikasi CEISA 4.0 yang mengakomodasi pelaporan mandiri oleh pengguna jasa di lokasi fasilitas kepabeanan seperti TPB, KITE, FTZ, dan KEK. Melalui SSR-Mobile, perusahaan dapat melakukan gate in, stuffing, pembongkaran, hingga gate out secara mandiri, sementara sistem AI melakukan analisis risiko otomatis.
SSR-Mobile juga dilengkapi dengan beberapa fitur seperti geotagging, pencatatan secara real-time, serta integrasi AI untuk memantau aktivitas pemasukan dan pengeluaran barang di lokasi fasilitas kepabeanan.
Menurut Purbaya, penggunaan SSR-Mobile menjadi momentum untuk memangkas birokrasi dan meningkatkan kepatuhan. “Dengan transformasi ini maka birokrasi akan berkurang, kepatuhan naik, dan celah kecurangan tertutup,” tegasnya.
Pada saat yang bersamaan, Bea Cukai juga memperkenalkan inovasi digital berbasis kecerdasan buatan dengan nama Trade AI yang kini sedang dalam pengembangan. Dalam pengembangannya, Trade AI akan dibekali fitur-fitur seperti analisis nilai pabean, klasifikasi barang, dan verifikasi dokumen yang terintegrasi dengan sistem CEISA 4.0. Trade AI dirancang untuk meningkatkan ketepatan analisis impor. Teknologi ini dirancang untuk pendeteksian dini praktik under-invoicing, over-invoicing, dan potensi pencucian uang berbasis perdagangan, yang berpotensi menggerus penerimaan negara.
“Sistem ini akan membuat pengawasan jadi lebih tajam dan keputusan jadi lebih cepat, sederhana, dan berintegritas. Itu komitmen dan mandat yang harus kita jalankan,” tutup Purbaya
