Tax Learning

Bagaimana Aspek Pemajakan atas Penggunaan Merek dalam Usaha Waralaba?

Daffa Yasril Nurmansyah

25 September 2025

Salah satu pilihan bisnis menarik yang digemari pelaku usaha yaitu bisnis waralaba. Fenomena bisnis waralaba yang terus bertambah merupakan salah satu bukti bahwa brand image pada suatu produk memiliki daya tarik berupa kemudahan sistem bisnis yang memiliki dukungan dari pemilik merek produk serta risiko kegagalan yang relatif lebih kecil dibandingkan merintis usaha dari awal.

Dalam sistem usaha waralaba terdapat dua pihak utama yang dikenal sebagai franchisor dan franchisee. Dalam aspek perpajakan, bisnis waralaba atau franchise tidak terlepas dari perlakuan pajak. Bagaimana aspek perpajakannya?

Konsep Bisnis Waralaba

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba (PP 35/2024), dijelaskan bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan dan/atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Kegiatan waralaba atau franchise dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu franchise dalam negeri dan franchise luar negeri. 

Dalam proses bisnis, suatu bisnis dapat dikatakan sebagai waralaba jika memenuhi kriteria waralaba. Berikut kriteria waralaba antara lain:

  1. memiliki sistem bisnis;
  2. bisnis sudah memberikan keuntungan;
  3. memiliki kekayaan intelektual yang tercatat atau terdaftar; dan
  4. dukungan yang berkesinambungan dari franchisor dan/atau franchisor lanjutan kepada franchisee waralaba dan/atau franchisee lanjutan.

Aspek Perpajakan Royalti pada Usaha Waralaba

Waralaba atau franchise merupakan sistem bisnis yang didasarkan pada skema pengalihan hak bisnis berdasarkan perjanjian antara franchisor dengan franchisee. Adapun pengalihan hak bisnis seperti penggunaan merek dalam usaha waralaba berdasarkan perjanjian oleh franchisor dikenakan royalty fee atas hak merek dagang.

Atas royalty fee yang dibayarkan oleh franchisee dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 23 UU PPh, royalty fee yang dibayarkan kepada wajib pajak dalam negeri orang pribadi dan/atau badan akan dipotong sebesar 15% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Selanjutnya, dalam hal franchisor berasal dari luar negeri maka atas pemindahan hak tersebut pihak franchisee harus membayar royalti kepada pihak franchisor yang berada di luar negeri. Franchisee yang melakukan pembayaran terhadap franchisor luar negeri akan dikenai PPh Pasal 26. Tarif PPh Pasal 26 yaitu sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan ketentuan tax treaty.

Perlu diperhatikan, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 1 Tahun 2023 (PER 1/2023) dalam hal franchisor merupakan wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan serta menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), maka terdapat perlakuan khusus untuk menghitung pajak atas royalti. Dasar pengenaan pajak dalam menentukan pajak atas royalti adalah 40% dari jumlah bruto royalti. Dalam hal ini, pihak franchisor yang menggunakan NPPN wajib memiliki bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan NPPN. Surat ini wajib diberikan kepada pemotong PPh Pasal 23 sebagai bukti bahwa pihak franchisor dapat dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai PER 1/2023. Anda juga dapat melihat contoh penghitungan royalti bagi orang pribadi pada artikel berikut ini: Cara Hitung dan Lapor Pajak Royalti bagi Orang Pribadi.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN, penyerahan hak penggunaan merek dagang termasuk dalam Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud. Dengan demikian, penyerahan hak merek dagang oleh franchisor termasuk penyerahan terutang PPN. Sebagai informasi, PPN dapat dipungut apabila penyerahan hak merek dagang dilakukan oleh frachisor yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Dalam hal hak merek dagang diperoleh dari luar negeri, PPN atas penggunaan hak merek tetap terutang. Berbeda dengan mekanisme PPN secara umum, PPN disetor oleh pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud, dalam hal ini franchisee. Kriteria serta tata cara penyetoran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah dapat dilihat pada artikel berikut ini: Kewajiban PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP Luar Negeri.

Categories:

Tax Learning
Pajak 101 Logo

Jadwal Training

Jadwal Lainnya

Artikel Terkait

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA