Dalam UU Cukai, terdapat tiga komoditas yang dikenakan pungutan cukai yaitu cukai atas etil alkohol atau etanol (EA), cukai atas minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan cukai hasil tembakau. Dalam proses administratif, pencacahan pada barang kena cukai (BKC) merupakan salah satu instrumen pengawasan dengan cara mencatat dan memastikan BKC dalam pabrik atau tempat penyimpanan setiap waktu dapat diketahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaannya.
Pengaturan pencacahan cukai telah diatur dalam UU Cukai dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2020 tentang Pencacahan dan Potongan atas Etil Alkohol dan Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (PMK 205/2020).
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PMK 205/2020, dijelaskan bahwa pencacahan adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan BKC. Kegiatan pencacahan cukai dilakukan terhadap BKC jenis EA atau produk MMEA golongan A dalam negeri yang berada di dalam pabrik dan sudah dalam kemasan penjualan eceran yang masih terutang cukai.
Mengacu pada Pasal 2 ayat (2) PMK 205/2020, dijelaskan bahwa pejabat cukai dapat melakukan pencacahan BKC yakni paling lambat tanggal 10 setiap triwulan yaitu bulan Januari, April, Juli, dan Oktober untuk periode 3 bulan sebelumnya. Lebih lanjut, pencacahan BKC juga dapat dilakukan dalam hal:
Dalam hal pelaksanaan pencacahan BKC, UU Cukai memberikan wewenang kepada pejabat bea cukai untuk melakukan pencacahan. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) PMK 205/2020, pejabat cukai melakukan pencacahan berdasarkan surat tugas dari kepala kantor yang mengawasi pabrik atau tempat penyimpanan dengan disaksikan oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan.
Mengacu pada Pasal 4 ayat (4) PMK 205/2020, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan wajib menunjukkan semua BKC yang ada di dalam tempat yang dimaksud serta menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan. Hasil pencacahan BKC tertentu dapat lebih kecil, lebih besar, atau sama besar. Atas hasil pencacahan yang dilakukan oleh pejabat cukai dibuatkan berita acara hasil pencacahan sesuai dengan format pada lampiran PMK 205/2020.
Dalam hal jumlah hasil pencacahan kedapatan lebih kecil dari jumlah yang tercantum dalam buku rekening BKC, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan akan diberikan potongan. Potongan tersebut dikurangkan dari selisih antara hasil pencacahan dengan buku rekening BKC, dan sisanya merupakan kekurangan yang cukainya harus dilunasi oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dalam waktu 30 hari setelah tanggal penutupan buku rekening BKC. Mengacu pada Pasal 6 ayat (1) PMK 205/2020, besar potongan yang berlaku adalah sebagai berikut:
Berikutnya, dalam hal perhitungan jumlah hasil pencacahan BKC kedapatan sama atau lebih besar dari jumlah yang tercantum dalam buku rekening BKC, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan tidak diberikan potongan.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian saat dilakukan pencacahan, UU Cukai memberikan kelonggaran kepada pengusaha. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UU Cukai, kelonggaran yang dimaksud adalah batas kekurangan setelah diberi potongan atau batas kelebihan yang diperkenankan pada saat pencacahan untuk menentukan ada tidaknya suatu pelanggaran.
Atas hasil pencacahan yang menunjukkan kekurangan BKC, kelonggaran diberikan tidak lebih dari 3 kali jumlah potongan. Sementara itu, dalam hal jumlah hasil pencacahan sama atau lebih besar, kelonggaran yang diberikan tidak melebihi 1% dari jumlah BKC yang seharusnya ada menurut buku rekening BKC.
Jika kelebihan BKC tersebut melebihi batas kelonggaran, maka pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dikenai sanksi administrasi. Sanksi administrasi berupa denda diatur dalam Pasal 23 ayat (3) UU Cukai yakni paling banyak 10 kali nilai cukai dan paling sedikit 2 kali nilai cukai dari BKC yang kedapatan kurang atau lebih.
Categories:
Tax LearningJadwal Training
14 August 2025
13 August 2025