Persaingan dan kerjasama multilateral di bidang perdagangan internasional seringkali tidak berjalan dengan adil dan kompetitif. Di balik harga barang impor yang kompetitif dengan produk lokal dalam negeri, sering kali terdapat praktik penjualan barang atau produk pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari nilai harga pasar wajar dalam negeri. Hal ini menyebabkan kerugian bagi para pelaku produsen hingga distributor serta ketidakstabilan pasar dalam negeri karna harga yang ditawarkan lebih rendah dari nilai pasar. Praktik ini disebut sebagai kebijakan dumping. Berikut penjelasannya.
Mengacu pada Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 (PP 34/2011), barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor. Selaras dengan definisi yang dijelaskan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), dumping terjadi apabila harga ekspor suatu barang yang diimpor ke Indonesia kurang dari nilai normal barang yang sama atau barang sejenis di pasar domestik negara pengekspor atau negara asal.
Praktik penetapan harga dumping umumnya dapat terjadi ketika pasar negara pengekspor bersifat monopoli atau oligopolistik, sementara itu pasar luar negeri memiliki harga yang kompetitif. Berdasarkan hal tersebut, untuk memitigasi serta mencegah praktik dumping pada suatu negara yang dapat mengganggu kegiatan pasar dalam negeri, pemerintah Indonesia menetapkan pungutan bea masuk anti-dumping (BMAD) atas barang dumping.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP 34/2011, yang dimaksud sebagai tindakan anti-dumping adalah tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan BMAD terhadap barang dumping. Sementara itu, BMAD adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian. Adapun yang dimaksud kerugian atas praktik dumping adalah kerugian material yang telah terjadi, atau adanya ancaman terjadinya kerugian material, atau terhalangnya pengembangan industri di dalam negeri.
Mengacu pada Pasal 3 ayat (2) PP 34/2011, BMAD dapat dikenakan setelah dilakukan penyelidikan oleh KADI. Penyelidikan oleh KADI dilakukan berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI. Produsen dalam negeri barang sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam negeri barang sejenis juga dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada KADI. Berdasarkan temuan atau hasil analisis KADI, pemerintah dapat memutuskan untuk menentukan besaran bea masuk tambahan berupa BMAD atas suatu barang yang berasal dari produsen atau negara tertentu.
Tidak hanya tindakan anti-dumping, pemerintah juga dapat melakukan tindakan sementara yang merupakan tindakan untuk mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa penyelidikan. Tindakan sementara tersebut dapat berupa pengenaan BMAD Sementara. BMAD Sementara adalah pungutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
BMAD dikenakan paling tinggi sama dengan margin dumping, yaitu selisih antara nilai normal dan harga ekspor barang dumping. Nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan umum di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.
Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia telah menerbitkan dua peraturan menteri keuangan (PMK) terkait pengenaan BMAD atas impor barang tertentu. PMK tersebut yakni:
Petunjuk pelaksanaan pemungutan BMAD telah dipublikasikan dalam Surat Edaran Nomor SE-16/BC/2008 (SE-16/2008), bahwa BMAD dihitung dengan cara persentase BMAD dikalikan dengan nilai pabean (dalam rupiah). Berikut penghitungannya.
BMAD = Besaran Persentase (% BMAD) x Nilai Pabean.
Selanjutnya, untuk menghitung pajak dalam rangka impor (PDRI seperti PPN, PPnBm dan PPh) atas barang impor, maka persentase pajak dikalikan dengan hasil penjumlahan nilai pabean ditambah bea masuk dan BMAD. Oleh karena pajak dalam rangka impor yang dicantumkan pada PIB telah dihitung berdasarkan persentase pajak dikalikan dengan hasil penjumlahan nilai pabean ditambah bea masuk, maka untuk perhitungan pajak dalam rangka impor yang dicantumkan pada formulir Pemberitahuan Pembayaran BMAD hanyalah sebesar persentase pajak dalam rangka impor dikalikan dengan BMAD tersebut.
PDRI = persentase % pajak x BMAD.
Spesifikasi produk dan tarif BMAD: Produk Hot Rolled Plate Pos Tarif 7208.51.00 yaitu:
Sesuai lampiran PMK 9/2025, besaran persentase BMAD untuk impor produk tersebut dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ditetapkan sebesar 10,47%.
Diketahui nilai transaksi tersebut, antara lain:
Bea Masuk = 5% × Rp10.000.000.000
Bea Masuk = Rp500.000.000
BMAD = 10,47% × Rp10.000.000.000
BMAD = Rp1.047.000.000
PDRI Tambahan = Persentase Pajak × BMAD
PDRI atas BMAD terutang yaitu Rp115.170.000 + Rp78.525.000 = Rp193.695.000
Categories:
Tax LearningJadwal Training
22 September 2025