Tax Learning

Bagaimana Penghitungan Pajak bagi UMKM Pasca UU HPP?

Devi Puspita Amartha Yahya / Unsplash


Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah membawa penyesuaian pengaturan mengenai pengenaan pajak atas pelaku UMKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 (PMK 164/2023).

Dalam PP 55/2022 dan PMK 164/2023, dijelaskan bahwa penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dengan peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 0,5%.

Ketentuan ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Khusus untuk wajib pajak orang pribadi, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan.

Ilustrasi Perhitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Hadi merupakan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada bulan Januari 2024, memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan PPh Final dengan total peredaran bruto usaha sebesar Rp1.200.000.000

 

Berdasarkan PP 55/2022 dan PMK 164/2023, karena peredaran usaha Hadi pada bulan Januari sampai dengan Mei tidak melebihi Rp500.000.000, pada masa pajak tersebut Hadi tidak dikenakan PPh Final. Mulai bulan Juni sampai dengan Desember, peredaran bruto telah melebihi Rp500.000.000 sehingga tiap masa pajak Hadi wajib menyetorkan PPh Final terutang.

Pada masa Januari sampai dengan Mei, jika Hadi bertransaksi dengan pemotong, akan timbul potensi pemotongan PPh Final. Agar dapat dibebaskan dari pengenaan pajak, Hadi perlu memberikan surat pernyataan kepada pihak pemotong. Ketentuan tersebut dapat dilihat pada artikel berikut ini: WP OP UMKM Bisa Bebas PPh Final, DJP: Harus Ada Surat Pernyataan

Ilustrasi Perhitungan PPh bagi Wajib Pajak Selain Orang Pribadi

Koperasi Ashtara memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dikenakan PPh Final berdasarkan ketentuan PP 55/2022. Pada bulan September 2025, Koperasi Ashtara memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp80.000.000. Dari jumlah tersebut, penjualan dengan peredaran bruto sebesar Rp60.000.000 dilakukan pada tanggal 17 September 2025 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan pemotong atau pemungut pajak, sisanya sebesar Rp20.000.000 diperoleh dari penjualan langsung kepada pembeli orang pribadi yang datang ke toko.

Koperasi Ashtara memiliki surat keterangan wajib pajak dikenai PPh final. Atas pajak penghasilan yang bersifat final terutang untuk bulan September 2025 dihitung sebagai berikut:

  1. Pajak Penghasilan yang bersifat final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta
    = 0,5% x Rp60.000.000 = Rp300.000

  2. Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disetor sendiri
    = 0,5% x Rp20.000.000 = Rp100.000
Categories: Tax Learning

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA