Peraturan-Peraturan Perpajakan Baru yang terbit November 2014 (Bagian Kedua)

peraturan 2015Selama bulan November 2014 ini setidaknya terdapat beberapa peraturan perpajakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Berikut ini adalah daftar peraturan perpajakan tersebut:

1.   Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 29/PJ/2014 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2015. Cukup banyak perubahan di PER-29/PJ/2014 dibandingkan dengan Peraturan seblumnya yaitu PER – 26/PJ/2012.

Ada beberapa perubahan diantaranya adalah :

  1. Penyampaian SPT Tahunan secara langsung harus dilakukan di TPT Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dalam hal:
    1. SPT Tahunan lebih bayar;
    2. SPT Tahunan pembetulan;
    3. SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT;
    4. SPT Tahunan dalam bentuk e-SPT; dan/atau
    5. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
  2. Dalam hal SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak, petugas penerima SPT Tahunan melakukan penelitian kelengkapan SPT tanpa melihat tempat terdaftarnya Wajib Pajak.
  3. Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan selain SPT 1770 SS Tahun Pajak 2014 dan setelahnya, yang disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak yang tidak terdaftar di KPP penerima SPT Tahunan tersebut, maka petugas penerima SPT Tahunan memberikan tanda terima SPT tanpa melakukan penelitian kelengkapan SPT. Penelitian kelengkapan terhadap SPT Tahunan akan dilakukan oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
  4. Terhadap SPT Tahunan 1770 SS mulai Tahun Pajak 2014 dan setelahnya, perekaman isi SPT Tahunan dilakukan oleh Unit Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (UPDDP) yang menjadi mitra Kantor Pelayanan Pajak penerima.
  5. Terhadap SPT Tahunan selain SPT 1770 SS dan SPT 1770 SS sebelum Tahun Pajak 2014, perekaman  isi SPT Tahunan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak atau UPDDP yang menjadi mitra Kantor Pelayanan Pajak.

 

2.    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 39/Pj/2014 Tentang Prosedur Penerbitan Surat Keterangan Bebas Dan Surat Dispensasi Serta Prosedur Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing Dan Badan Internasional Serta Pejabatnya

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 November 2014. Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan prosedur standar dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-160/PMK.03/2014, Nomor PMK-161/PMK.03/2014, dan Nomor PMK-162/PMK.03/2014.

Peraturan ini memberikan penjelasan mengenai prosedur standar dalam penyelesaian:

  1. penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya;
  2. penerbitan Surat Dispensasi kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya;
  3. pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dipungut kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya.
 
3.   Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 31/Pj/2014 Tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perkebunan
 
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 November 2014 dan berlaku pada 1 Januari 2015. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-64/PJ/2010 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan dinyatakan tidak berlaku lagi.
 
Objek pajak PBB Perkebunan adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan.
Kegiatan usaha perkebunan meliputi:
  1. usaha budidaya tanaman perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B); dan
  2. usaha budidaya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP).

Dasar Pengenaan PBB Perkebunan adalah NJOP. NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. NJOP bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi.  Sedankan NJOP bumi per meter persegi didapat dari hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi.
NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. Sedangkan NJOP bangunan per meter persegi diperoleh dari hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan.

Bumi  meliputi:

  1. areal yang dikenakan PBB Perkebunan, berupa:
    1. Areal Produktif;
    2. Areal Belum Produktif, meliputi areal:
      1. yang belum diolah;
      2. yang sudah diolah tetapi belum ditanami; dan
      3. pembibitan,
    3. Areal Tidak Produktif;
    4. Areal Pengaman; dan
    5. Areal Emplasemen;
  2. areal yang tidak dikenakan PBB Perkebunan, berupa Areal Lainnya.

Sedangkan Bangunan merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

 
 
4.    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 42/PJ/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak  Nomor PER-31/PJ/2014 Tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perkebunan

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan (PBB Perkebunan) yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Ruang Lingkup Surat Edaran ini meliputi penegasan mengenai pengenaan PBB Perkebunan terkait:

  1. Pendaftaran atau Pemutakhiran Data;
  2. Penilaian Objek Pajak;
  3. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan; dan
  4. Penetapan Standar Investasi Tanaman Sektor Perkebunan.
 
5.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 44/PJ/2014 Tentang Penegasan Perlakuan Tarif Pajak Penghasilan Badan Bagi Wajib Pajak Yang Menjalankan Usaha Di Bidang Pertambangan Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Atau Kontrak Karya
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini disusun untuk memberikan acuan dan keseragaman dalam penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations dan penerapan tarif Pajak Penghasilan badan di bidang pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan batubara berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau bidang pertambangan mineral berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang kontrak atau perjanjiannya ditandatangani pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000 dan pokok-pokok pengaturan tarif Pajak Penghasilan badan dalam naskah kontrak atau perjanjiannya.

  1. Naskah PKP2B dalam bahasa Indonesia
  2. Naskah PKP2B dalam bahasa Inggris
  3. Naskah KK dalam bahasa Indonesia
  4. Naskah KK dalam bahasa Inggris

Sesuai ketentuan dalam Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, mengatur bahwa Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi  hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai  dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud.

Tarif Pajak Penghasilan badan dan lapisan Penghasilan Kena Pajak yang berlaku adalah :

  1. 10% (sepuluh persen) untuk Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
  2. 15% (lima belas persen) untuk Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  3. 30% (tiga puluh persen) untuk Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Keputusan Menteri Keuangan.

 
6.    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 43/PJ/2014 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan

Ketentuan ini mengatur petunjuk teknis atas tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan     Tahunan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/$), termasuk SPT Tahunan Pembetulan.

 
7    Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 46/PJ.10/2014 Tentang Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Non Efektif

Peraturan ini mengatur tentang Wajib Pajak yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif yang dihapus sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2014.

Penentuan Wajib Pajak tsb menjadi Wajib Pajak Non Efektif karena memenuhi kriteria dalam kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun sejak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif tidak terdapat data dan/atau informasi yang membuktikan bahwa Wajib Pajak tersebut melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dan tidak terdapat data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak tersebut kembali aktif melakukan kegiatan usaha.

 
 
8.   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 47/PJ.10/2014 Tentang Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Bendahara Yang Sudah Tidak Aktif

Peraturan ini mengatur tentang Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Bendahara yang dihapus sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2014.

Wajib Pajak tersebut merupak Wajib Pajak Bendahara yang tidak memiliki transaksi perpajakan berturut-turut dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir berupa tidak mempunyai tunggakan pajak dan/atau tidak sedang dalam melakukan upaya hukum, tidak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana perpajakan.

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait