1. | Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Peraturan Pemerintah ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2016 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 17 Oktober 2016. Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
| ||||||||||||||
2. | Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2016 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Pegawai Dari Pemberi Kerja Dengan Kriteria Tertentu Peraturan Pemerintah ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2016 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 17 Oktober 2016. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai yang merupakan orang pribadi dalam negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud merupakan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam 1 (satu) tahun paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan tarif 2,5% (dua koma lima persen) dan bersifat final. Pemberi kerja dengan kriteria tertentu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pegawai yang mendapatkan perlakuan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan tarif 2,5% bersifat final adalah pegawai yang diperkirakan dalam 1 (satu) tahun memperoleh Penghasilan Kena Pajak tidak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), berdasarkan daftar pegawai yang disampaikan pemberi kerja pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Masa Pajak Juli 2016 dan Januari 2017. | ||||||||||||||
3. | Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 tentang Gugus Tugas (Task Force) Dalam Rangka Implementasi Kebijakan Pengampunan Pajak Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 4 Oktober 2016 di Jakarta. Untuk masa kerja Gugus Tugas (Task Force) Pengampunan Pajak terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Maret 2017, dan dapat diperpanjang jika diperlukan. Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan tugas Gugus Tugas (Task Force) Pengampunan Pajak dibebankan pada Anggaran Belanja Kementerian Keuangan. Keputusan Presiden ini diterbitkan dengan menimbang 2 (dua) hal utama yaitu :
| ||||||||||||||
4. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.02/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 26 Oktober 2016 di Jakarta. Ketentuan mengenai tata cara pembayaran kembali (reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada kontraktor dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum ketentuan mengenai batasan nilai pembayaran kembali (reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. | ||||||||||||||
5. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan bagi Wajib Pajak Tertentu serta Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan dan Penerbitan Surat Keterangan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 3 Oktober 2016. Peraturan ini diterbitkan dengan menimbang bahwa untuk memberikan pelayanan dan kemudahan administrasi kepada Wajib Pajak dalam menggunakan haknya untuk mendapatkan Pengampunan Pajak serta sesuai dengan ketentuan Pasal 50A ayat (1) huruf e dan huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016. Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari ketentuan untuk melampirkan Daftar Rincian Harta dan Utang dalam bentuk salinan digital (softcopy) merupakan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan:
dalam Daftar Rincian Harta dan Utang. Terkait Penyampaian Surat Pernyataan bagi Wajib Pajak dengan peredaran usaha tertentu yang dilakukan secara kolektif melalui pihak lain, diterima di Tempat Tertentu paling lambat tanggal 31 Januari 2017. | ||||||||||||||
6. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2012 tentang Bentuk dan Isi Nota Penghitungan, Bentuk dan Isi Surat Ketetapan Pajak Serta Bentuk dan Isi Surat Tagihan Pajak Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 6 Oktober 2016 di Jakarta. Beberapa bagian lampiran dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2012 tentang Bentuk dan Isi Nota Penghitungan, Bentuk dan Isi Surat Ketetapan Pajak Serta Bentuk dan Isi Surat Tagihan Pajak, diubah sebagai berikut:
| ||||||||||||||
7. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan dalam Rangka Pengampunan Pajak Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 6 Oktober 2016 di Jakarta. Kelebihan pembayaran Uang Tebusan dapat disebabkan oleh:
Terhadap kelebihan pembayaran Uang Tebusan, Direktur Jenderal Pajak meneliti secara jabatan terhadap kebenaran kelebihan pembayaran Uang Tebusan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kelebihan pembayaran Uang Tebusan harus dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak:
Untuk pengembalian kelebihan pembayaran Uang Tebusan sampai dengan nominal Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), Direktur Jenderal Pajak melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak sebelum meneliti secara jabatan Dalam hal setelah dilakukan konfirmasi, Wajib Pajak:
| ||||||||||||||
8. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016 tentang Tata Cara Pencabutan Atas Surat Pernyataan Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 21 Oktober 2016 di Jakarta. Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan dan/atau menerima Surat Keterangan dapat mengajukan pencabutan atas Surat Pernyataan dalam hal:
| ||||||||||||||
9. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pengiriman Surat Keterangan Pengampunan Pajak Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 21 Oktober 2016 di Jakarta. Atas penyampaian Surat Pernyataan, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal:
Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan dengan menandatangani Surat Keterangan yang dilakukan dengan cara:
Tanda tangan elektronik sebagaimana huruf (b) tersebut di atas:
Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja terlampaui, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan yang disampaikan Wajib Pajak dianggap diterima sebagai Surat Keterangan. Kemudian,Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan yang selanjutnya dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui:
| ||||||||||||||
10. | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ/2016 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan Dalam Rangka Pengampunan Pajak Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 6 Oktober 2016 di Jakarta. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman dan prosedur pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Uang Tebusan. Tujuan Surat Edaran Direktur Jenderal ini untuk memberikan kepastian hukum dan tertib administrasi dalam rangka memberikan keseragaman pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Uang Tebusan. Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
| ||||||||||||||
11. | Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2016 tentang Kode Nota Penghitungan dan Kode Ketetapan Per Jenis Pajak Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal 6 Oktober 2016. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2016 tanggal 21 April 2016 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dalam rangka pemberian kode nota penghitungan dan kode ketetapan per jenis pajak. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dalam rangka pemberian kode nota penghitungan dan kode ketetapan per jenis pajak. Adapun Ruang Lingkup dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini ialah :
| ||||||||||||||
12. | Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-534/PJ.10/2016 tentang Akses Profil Perseroan Pada Ditjen AHU Online Melalui Aplikasi Portal DJP Sehubungan dengan pemanfaatan data yang berasal dari Instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data yang Berkaitan dengan Perpajakan serta pelaksanaan kerja sama dengan Instansi pemerintah lain, Direktur Jendal Pajak menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
| ||||||||||||||
13. | Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-12/PJ/2016 tentang Kebijakan Penerbitan Instruksi/Persetujuan/Penugasan dan Pelaksanaan Pemeriksaan Selama Periode Pengampunan Pajak Instruksi ini dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2016. Instruksi Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. Dalam Instruksi Direktur Jenderal ini terdapat 11 (sebelas) instruksi untuk mendukung pelaksanaan program pengampunan pajak dan berdasarkan pada ketentuan terkait. Salah satu Instruksi dari kesebelas Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-12/PJ/2016 adalah : tidak menerbitkan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan baru untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2015 dan sebelumnya sejak Instruksi Direktur Jenderal ini diterbitkan, kecuali:
| ||||||||||||||
14. | Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 193 Tahun 2016 tentang Pembebasan 100% (Seratus Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Jual Beli atau Pemberian Hak Baru Pertama Kali dan/atau Pengenaan Sebesar 0% (Nol Persen) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Peristiwa Waris atau Hibah Wasiat Dengan Nilai Jual Objek Pajak Sampai Dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 21 Oktober 2016 di Jakarta. Untuk mendukung Kebijakan Deregulasi Investasi di Bidang Pertanahan yang menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid III (ketiga) Pemerintah Pusat, perlu dilakukan dukungan untuk melakukan percepatan sertifikasi hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembebasan 100% (Seratus Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Jual Beli atau Pemberian Hak Baru Pertama Kali dan/atau Pengenaan Sebesar 0% (Nol Persen) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Peristiwa Waris atau Hibah Wasiat Dengan Nilai Jual Objek Pajak Sampai Dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Gubernur melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas untuk memberikan pembebasan 100% (seratus persen) atas BPHTB karena jual beli atau pemberian hak baru pertama kali dan/atau pengenaan 0% (nol persen) BPHTB karena peristiwa waris atau hibah wasiat dengan NJOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. |
Peraturan – Peraturan Baru Yang Terbit Bulan Oktober 2016
bacaan 11 Menit
Categories: Tax Learning
Artikel Terkait
ISSN : 1978-5844
MITRA RESMI DJP
Terdaftar dan diawasi oleh DJP
- Copyright 2021 PT INTEGRAL DATA PRIMA