1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 24/PJ/2016 tentang Jam Pelayanan Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Selama Bulan Ramadhan 1437 Hijriyah
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta 06 Juni 2016. Sehubungan dengan bulan Ramadhan 1437 Hijriyah, perlu dilakukan pengaturan dan penyesuaian jam pelayanan pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), serta jam pelayanan untuk berbicara dengan agen Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) selama bulan Ramadhan 1437 Hijriyah.
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan standar jam pelayanan oleh KPP, KP2KP dan KLIP DJP selama bulan Ramadhan 1437 Hijriyah.
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk menjaga terlaksananya pelayanan perpajakan yang prima kepada masyarakat serta memberikan waktu kepada pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalani ibadah puasa pada bulan Ramadhan 1437 Hijriyah.
Sehubungan dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka diberitahukan beberapa hal yang harus perhatikan :
- Jam pelayanan pada bulan Ramadhan 1437 Hijriyah adalah pukul 08.00 sampai dengan 15.00 waktu setempat. Selisih waktu antara jam kerja dengan jam pelayanan digunakan untuk persiapan dalam memberikan pelayanan (doa dan semangat pagi, pengarahan, merapikan tata ruang dan administrasi serta persiapan bagi petugas TPT dan agen KLIP DJP) dan persiapan tutup layanan (melakukan evaluasi layanan yang telah diberikan, merapikan dan menyelesaikan administrasi layanan pada hari tersebut).
- Pada jam istirahat (termasuk hari Jumat), pelayanan tetap diberikan dengan cara mengatur secara bergiliran petugas yang beristirahat dan menambah jumlah petugas jika terjadi antrian yang panjang.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 93/PJ/2016 tentang Kode Khusus Pada Naskah Dinas Surat Pengantar Permohonan Terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta 7 Juni 2016 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan tata persuratan yang bersifat teknis dan memiliki klasifikasi khusus dan untuk menunjang kelancaran tata persuratan dan penatausahaan naskah, di perlukan pemberian Kode Khusus Pada Naskah Dinas Surat Pengantar Permohonan Terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak.
Kode khusus pada naskah dinas surat pengantar permohonan terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini.
3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pemberian Pengurangan dan/atau Keringanan atau Pembebasan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Rumah Umum Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Instruksi ini dikeluarkan di Jakarta tanggal pada tanggal 7 Juni 2016. Presiden menginstruksikan kepada Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Para Bupati/Walikota untuk:
- Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pemberian kemudahan/bantuan pembangunan dan perolehan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah berupa pemberian pengurangan dan/atau keringanan atau pembebasan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan berdasarkan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Menetapkan tata cara dan petunjuk teknis pemberian pengurangan dan/atau keringanan atau pembebasan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan Peraturan Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
- Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaporkan secara berkala kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
- Bupati/Walikota melaporkan secara berkala kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah dan Gubernur melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 5/PJ/2016 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta tanggal 13 Juni 2016. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal 13 Juni 2016.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka percepatan investasi dengan kriteria tertentu melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan wewenang pemberian NPWP dalam rangka percepatan Investasi dengan Kriteria Tertentu melalui PTSP Pusat di BKPM kepada Kepala KPP Penerima.
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perubahan data, pemindahan Wajib Pajak, penetapan Wajib Pajak non efektif, atau penghapusan NPWP secara jabatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dikemudian hari diketahui terdapat data dan/atau informasi yang berbeda dengan data dan/atau informasi yang diberikan oleh Wajib Pajak.
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2015 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka Percepatan Investasi dengan Kriteria Tertentu Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta tanggal 22 Juni 2016. Peraturan ini berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 27 Juni 2016.
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:
- Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
- Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga;
dan mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta tanggal 22 Juni 2016. Peraturan ini berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 27 Juni 2016.
Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sampai dengan jumlah Rp 450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan. Namun, Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal:
- penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) sebulan atau
- penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
Ketentuan tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7. Pengumuman Nomor PENG – 05/PJ.09/2016 tentang Penerapan E-Faktur Secara Nasional
Pengumuman ini ditetapkan di Jakarta tanggal 24 Juni 2016. Sehubungan dengan penerapan Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur), dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, mulai tanggal 1 Juli 2016 Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- PKP sebagaimana dimaksud di atas dapat melakukan registrasi atau aktivasi aplikasi e-Faktur mulai tanggal 16 Juni 2016, dan membuat Faktur Pajak melalui aplikasi tersebut mulai tanggal 1 Juli 2016.
- Seluruh PKP wajib membuat e-SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur.
- PKP yang menggunakan deemed Pajak Masukan membuat e-SPT Masa PPN 1111DM dengan aplikasi e-SPT Masa PPN 1111 DM.
- PKP yang belum memiliki sertifikat elektronik diminta untuk segera mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
- PKP yang tidak membuat e-Faktur atau membuat e-Faktur yang tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan, dianggap tidak membuat Faktur Pajak dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
- Kepada seluruh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak dari PKP diimbau agar memastikan bahwa Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e-Faktur tampilan sebagaimana contoh terlampir) dan bahwa keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Validasi dapat dilakukan melalui fitur Pajak Masukan pada aplikasi e-Faktur, atau pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-Faktur.
- Faktur Pajak yang tidak dalam bentuk e-Faktur atau dalam bentuk e-Faktur tapi tidak sesuai tata cara yang ditetapkan, tidak dapat dijadikan Pajak Masukan bagi Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak.
- Informasi lebih lanjut terkait e-Faktur, kunjungi laman http://pajak.go.id/e-faktur atau hubungi Kring Pajak 1500200 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
- Pengumuman ini sekaligus merupakan undangan kepada seluruh PKP yang belum memiliki sertifikat elektronik untuk segera mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.