Pajak dan Mobilitas Tenaga Kerja: Apakah Relevan di ASEAN?

Sejak 2015, gaung pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah dimulai yang diawali dengan penandatanganan blue print ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2013. Adanya AEC merupakan realisasi dari cita-cita bersama, yaitu pelaksanaan integrasi ekonomi antar negara di regional ASEAN yang ditandai dengan adanya pasar bersama, free movement atas barang dan jasa, investasi, modal dan tenaga kerja. Namun, perlu ditekankan bahwa bentuk integrasi ekonomi AEC dan European Union (EU) adalah dua hal yang berbeda (PricewaterhouseCooper, 2014). Dalam konteks EU, ketentuan origin suatu barang bukanlah suatu isu penting serta adanya penggunaan mata uang bersama, Euro. Terlebih, ASEAN tidak menganut adanya central bureaucratic system seperti EU Comission, EU Central Bank atau EU-Style Constitution.

Adanya AEC lebih menekankan pada eliminasi barrier perdagangan diantara anggota ASEAN. Masing-masing negara tetap memiliki sovernitas yang utuh dan berdaulat penuh untuk mengatur kegiatan ekonomi di negaranya. Perlu juga ditekankan bahwa istilah “Tax Competition” tidak dikenal di ASEAN seperti yang pernah terjadi di Eropa. Setiap negara berhak mengatur struktur pajaknya, ketentuan mengenai investasi, pemberian insentif untuk menarik investasi dan menahan masuk investor untuk sektor yang masih dianggap harus dalam pengawasan pemerintah secara penuh. Kerja sama AEC difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia, pengakuan atas keahlian tenaga kerja/professional, kerja sama pembuatan kebijakan keuangan dan makroekonomi serta pengadaan infrastruktur untuk membangun konektivitas (PricewaterhouseCooper, 2014). Dengan demikian, adanya AEC tidak serta merta menciptakan adanya “similar regulation/provision” untuk masing-masing negara.

Adanya penghargaan yang lebih baik dari atas tenaga kerja professional di suatu negara dibandingkan negara lain bisa saja menjadi daya tarik bagi tenaga professional untuk melakukan migrasi, terlebih ke negara yang mengenakan tarif pajak yang lebih kompetitif karena masing-masing negara masih berhak untuk menentukan struktur pajaknya. Tulisan ini akan membahas mengenai perkembangan kekinian MEA atas tenaga kerja, kemungkinan terjadinya labor movement dalam konteks MEA dan peranan pajak atas terjadinya labor movement.

Perkembangan Masyarakat Ekonomi ASEAN hingga Saat Ini

Berbeda dengan konsep integrasi yang dilakukan oleh negara anggota Uni Eropa, ASEAN menekankan pada faktor-faktor berikut: (i) pengurangan tarif atas kegiatan perdagangan internasional sebelum dimulainya kawasan ekonomi ASEAN atas barang-barang yang berasal dari anggota negara ASEAN (ii) pengurangan barrier atas penyerahan jasa antar negara anggota ASEAN (iii) pemberian allowance yang lebih tinggi bagi investor yang berasal dari anggota negara ASEAN (iv) liberalisasi atas sektor finansial (v) kesepakatan bersama terbukanya investasi bagi sektor manufaktur, pertanian, kehutanan, pertambangan dan jasa. Namun, tidak dipungkiri bahwa realisasi AEC 2015 memerlukan adanya amandemen dari beberapa peraturan domestik.

Terkait free movement labor, beberapa kesepakatan yang tertuang dalam AEC Blueprint, yaitu (i) menciptakan kemudahan mobilitas tenaga kerja professional khususnya terkait penyediaan dokumen yang berhubungan dengan hal tersebut (ii) pemberian pengakuan atas tenaga kerja professional (iii) peningkatan SDM dan capacity building terutama atas penyediaan jasa (iv) peningkatan core competencies dan kualifikasi.

Model Efek Pajak atas Mobilitas Tenaga Kerja

Apakah pajak akan berpengaruh terhadap mobilitas tenaga kerja masih merupakan isu penting dalam konteks global. Berbagai literatur menyebutkan bahwa pada dasarnya pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap mobilitas tenaga kerja (labor mobility) meskipun tidak dipungkiri dalam konteks Uni Eropa terjadi mobilitas tenaga kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor. Mobilitas tenaga kerja tersebut akan memberikan dampak ekonomi bagi negara yang ditinggalkan dan negara tujuan.

Studi yang dilakukan oleh Kleven (2010) mengatakan bahwa keputusan tenaga kerja terutama tenaga kerja professional untuk pindah dari suatu negara ke negara lain dapat saja dipengaruhi oleh after tax income. Untuk melakukan penghitungan atas after tax income, maka konsep yang  relevan adalah effective average tax rate yang merupakan ukuran atas besaran penghasilan yang dibayarkan sebagai pajak kepada negara. Secara pragmatis, pembayaran kewajiban pajak yang tinggi dengan perhitungan after tax income, merupakan bentuk dari penyerahan  sejumlah uang  yang pada akhirnya tidak mendapatkan manfaat langsung, cukup relevan sebagai suatu pertimbangan untuk menentukan pilihan tempat tinggal seorang tenaga profesional.

Untuk memahami model dan konsep migrasi tenaga kerja secara sederhana, Claus (2010) mendeskripsikan sebagai berikut:

  • Dalam suatu negara, terdapat institusi yang terdiri dari household/tenaga kerja, perusahaan, pemerintah dan otoritas moneter. Household dapat bersifat mobile dan immobile yang merupakan penyedia labor/tenaga kerja bagi perusahaan. Household memperoleh penghasilan dari pekerjaan (penghasilan aktif) atau penghasilan pasif lainnya serta membayar pajak kepada pemerintah.
  • Perusahaan bersifat bersifat kompetitif yang nantinya akan menyediakan barang dan jasa bagi publik yang penyediaan membutuhkan tenaga kerja.
  • Dalam setiap periode, pemerintah mengenakan pajak atas tenaga kerja, atas keuntungan perusahaan, atas bunga dan dividen. Selain itu, pemerintah juga mengenakan pajak pertambahan nilai atas kegiatan penjualan barang dan jasa
  • Otoritas keuangan secara eksplisit akan mempengaruhi harga konsumsi serta tingkat suku bunga

Untuk membuktikan apakah tarif pajak efektif mempengaruhi perpindahan tenaga kerja, dilakukan estimasi dengan perhitungan ekonometri menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Dalam pembuatan estimasi, diasumsikan bahwa skenario pertama merupakan estimasi dengan tarif pajak penghasilan sebesar 30%-25% di suatu negara,  sementara skenario kedua merupakan estimasi dengan tarif pajak penghasilan sebesar 15%-10% di suatu negara.

Asumsi yang dibangun ketika melakukan estimasi yang nantinya dibuktikan dalam perhitungan empiris meliputi (i)  ketika terjadi penurunan tarif sebesar 5%, terjadi perpindahan dari suatu negara ke negara lain meskipun keadaan masing-masing negara identik (faktor sosial, ekonomi, politik). Adanya perpindahan tenaga kerja ini akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas perusahaan di negara tujuan migrasi. Sementara, di negara asal, adanya migrasi tenaga kerja mobile mengakibatkan jumlah tenaga kerja berkurang. Adanya penurunan tarif 5% di suatu negara akan mengakibatkan penurunan after tax income. Dalam melakukan estimasi, faktor-faktor yang menjadi variable selain pajak (effective average income tax rate) sebagai variable utama dalam pembuatan estimasi meliputi jarak antar negara dalam kawasan, jumlah populasi dalam suatu negara, GDP/kapita, level pendidikan, besar gaji/penghasilan, keuntungan perusahaan, infrastruktur, interest rate dalam dan luar negeri, public expenditure, kegiatan ekspor impor, nilai tukar uang.

Efek Pajak atas Mobilitas Tenaga Kerja di Kawasan ASEAN

Untuk mengetahui efek perbedaan tarif efektif rata-rata pajak atas pilihan migrasi tenaga kerja professional, perlu mengetahui volume mobilitas tenaga kerja di ASEAN. Mobilitas tenaga kerja untuk kawasan ekonomi ASEAN hingga tahun 2013 dapat digambarkan dalam tabel berikut:

tabel1_mobilitas

Sementara, evolusi atau tingkat pergerakan mobilitas tenaga kerja untuk kawasan ASEAN sejak 1985 hingga 2010, sebagai berikut:

grafik1_mobilitas

Grafik 1 menunjukkan bahwa pada dasarnya mobilitas tenaga kerja lebih banyak terjadi di Malaysia, Thailand  dan Brunei Darussalam bahkan sejak tahun 1985.  Sementara, mobilitas tenaga kerja intra ASEAN hingga 2010 dapat digambarkan dalam grafik berikut:

grafik2_mobilitas

Tabel 1 diatas menggambarkan bahwa onward mobilty terbesar terjadi di Kamboja, diikuti oleh Brunei Darusalam dan Singapura. Sementara outward mobility terjadi di Malaysia, Myanmar dan Indonesia.

Estimasi dengan perhitungan ekonometrika menunjukkan bahwa pada dasarnya besar tarif pajak efektif mempengaruhi pilihan migrasi tenaga kerja professional. Selain itu, estimasi juga menunjukkan bahwa semakin besar koefisien dari besar pajak terhadap GDP mengakibatkan migrasi semakin responsif terhadap tarif pajak efektif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa total prosentase pajak yang dibayarkan terhadap penghasilan memberikan dampak yang lebih besar terhadap keputusan migrasi daripada besaran pajak yang dikenakan atas setiap dolar penghasilan yang dikenakan pajak. Selain itu, estimasi ini juga menunjukkan bahwa pajak menentukan pilihan negara tujuan migrasi bagi tenaga kerja professional, namun tidak demikian halnya terhadap tenaga kerja non professional.

Penutup

Adanya Asean Economic Community (AEC) membuka peluang untuk terjadi free movement of labor, atau migrasi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja professional. Namun adanya AEC tidak serta merta menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang murni free movement. Masing-masing negara diberikan kebebasan untuk mengatur perekonomiannya, termasuk struktur pajak. Berdasarkan estimasi ekonometrika, menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata tarif pajak efektif mempengaruhi pilihan migrasi tenaga kerja professional.

Referensi

  • Almekinders Geerts, Fukuda (2015), ASEAN Financial Integration, IMF Working Paper No. WP/15/34
  • Claus Elda, Dorsam Michael (2010) The Effect of Taxation on Migration: Some Evidence for ASEAN and APEC Countries, Melborne Institute of Applied Economic and Social Research, Melborne Working Paper No. 19/10.
  • PricewaterhouseCooper (2015) South East Asia Investment Opportunity & Other Incentives.
  • Sineenat Sermcheep, (2013) Labor Mobility in ASEAN, Faculty of Economics and ASEAN Studies Center Chulalongkorn University
Categories: Artikel Pajak

Artikel Terkait