Insentif Pajak Penghasilan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan: Studi Perbandingan
Darussalam [1]
1. Latar Belakang
Peningkatan daya saing perekonomian suatu negara sangat ditentukan oleh inovasi, teknologi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jalan meraih ketiga faktor tersebut adalah dengan mendorong kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan (R&D). Di sektor bisnis, investasi di bidang R&D merupakan kunci menuju inovasi usaha, sehingga dengan begitu perusahaan mampu meningkatkan produktivitas dan mempertahankan keberlangsungan usaha. Relevansi antara investasi di bidang R&D dengan peningkatan produktivitas dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Congressional Budget Office Amerika Serikat di tahun 2005 bahwa efek yang timbul dari investasi di bidang R&D berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas, dengan tingkat pengembalian investasi yang kurang lebih sama dengan investasi yang dilakukan secara konvensional. [2]
Memahami arti pentingnya kegiatan R&D bagi peningkatan daya saing ekonomi, negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan komitmennya melalui kesepakatan dalam Lisbon Strategy di tahun 2000 untuk mendorong peningkatan pengeluaran di bidang R&D. [3] Salah satu butir kesepakatan yang dicapai oleh negara-negara anggota Uni Eropa dalam Lisbon Strategy adalah menargetkan jumlah pengeluaran untuk kegiatan R&D sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing negara anggota Uni Eropa pada tahun 2010. Meskipun pada tahun 2010 target ini tidak tercapai, namun target ini tetap dipertahankan dengan merevisi waktu pencapaian target pengeluaran R&D sebesar 3% dari PDB tersebut menjadi tahun 2020.
Selain peningkatan produktivitas, inovasi juga dapat berdampak pada “knowledge spills over”, di mana suatu perusahaan dapat menikmati hasil dari inovasi yang dilakukan oleh perusahaan lain. Efek dari knowledge spills over dapat dilihat dari dua sisi yaitu: (i) proses dan hasil dari kegiatan R&D akan menghasilkan “public goods” karena informasi dan pengetahuan yang digunakan dalam kegiatan tersebut akan mudah tersebar dan digunakan oleh pihak lain; dan (ii) suatu perusahaan cenderung akan mengurangi pengeluaran untuk kegiatan R&D karena proses dan hasil dari kegiatan tersebut dapat dengan mudah diadopsi oleh perusahaan lain yang masih dalam satu industri. Selain efek knowledge spills over, keengganan perusahaan untuk berinvestasi di bidang R&D juga didorong oleh ketidakpastian atas hasil dari kegiatan R&D dan kendala pembiayaan kegiatan R&D yang membutuhkan biaya yang cukup besar terutama bagi perusahaan kecil dan menengah.
Tabel 1 - Persentase Pengeluaran R&D terhadap GDP tahun 2007
Nomor | Negara | Persentase Pengeluaran R&D terhadap GDP |
1 | Israel | 3,84% |
2 | Jepang | 2,68% |
3 | Swedia | 2,66% |
4 | Finlandia | 2,51% |
5 | Korea Selatan | 2,45% |
6 | Amerika Serikat | 1,96% |
7 | Austria | 1,79% |
8 | Denmark | 1,78% |
9 | Jerman | 1,78% |
10 | Singapura | 1,68% |
Sumber: Laura Tyson dan Greg Linden, “The Corporate R&D Tax Credit and U.S. Innovation and Competitiveness”, Center for American Progress, (2012).
Untuk mendorong peningkatan pengeluaran perusahaan di bidang R&D, pada umumnya pemerintah menyediakan pemberian insentif secara langsung atau tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan R&D. Terdapat dua tipe insentif yang dapat disediakan pemerintah untuk mendorong kegiatan R&D: (i) memberikan bantuan langsung berupa “grant” atau subsidi; dan (ii) memberikan bantuan tidak langsung dalam bentuk insentif pajak. Pada umumnya, bantuan langsung dari pemerintah diberikan kepada proyek-proyek penelitian tertentu yang berdampak pada kebutuhan masyarakat banyak. Sementara, insentif pajak bagi kegiatan R&D ditujukan bagi pengeluaran R&D yang dilakukan oleh sektor swasta. [4]
Fokus dari pembahasan tulisan ini adalah mengkaji pemberian insentif pajak penghasilan atas biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan R&D. Kajian ini akan diawali dengan isu-isu pokok yang mendasari desain ketentuan insentif R&D, kemudian dilanjutkan dengan studi komparasi ketentuan insentif R&D di beberapa negara dan kondisi peraturan biaya R&D di Indonesia saat ini, dan ditutup dengan rekomendasi atas perlunya kebijakan insentif R&D di Indonesia.
2. | Desain Ketentuan Insentif R&D | |
2.1. | Wajib Pajak yang Menjadi Target Insentif Wajib Pajak yang berhak memperoleh insentif merupakan salah satu hal krusial dalam merancang kebijakan insentif R&D. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi seluruh Wajib Pajak, atau memberikan insentif khusus kepada perusahaan kecil dan menengah. Pemberian insentif khusus kepada perusahaan kecil dan menengah dapat berupa jumlah insentif yang lebih besar dibanding yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar. | |
2.2. | Definisi R&D Definisi R&D untuk tujuan insentif perpajakan diperlukan untuk menentukan kegiatan apa saja yang berhak atas insentif ini. Banyak negara yang menggunakan definisi R&D dalam OECD Frascati Manual [5]sebagai acuan atas definisi R&D dalam legislasi mereka. [6] Namun demikian, beberapa negara juga menyusun kualifikasi kegiatan yang termasuk dalam kegiatan R&D. Menurut OECD Frascati Manual, cakupan kegiatan R&D terdiri dari kegiatan inovatif dan kreatif berbasis sistematis dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan, termasuk pengetahuan sumber daya manusia, sosial dan budaya, dan penggunaan pengetahuan untuk penemuan atau pengembangan suatu aplikasi. OECD Frascati Manual juga memetakan cakupan R&D menjadi tiga bagian, yaitu:
| |
2.3. | Kualifikasi Pengeluaran R&D yang Berhak atas Insentif Secara umum, terdapat tiga opsi pengeluaran R&D yang berhak atas insentif R&D, yaitu [7]: | |
| ||
2.4. | Jenis Insentif R&D Secara umum, terdapat dua jenis insentif R&D yang diberikan oleh pemerintah [8], yaitu (i) allowances; dan (ii) credits. Berikut ini penjelasan atas kedua hal tersebut:
| |
2.5. | Ketentuan tentang carry forward Pada prinsipnya, pemberian insentif pajak penghasilan untuk pengeluaran R&D bertujuan untuk mengurangi jumlah pajak penghasilan terutang. Dalam praktik, insentif yang diberikan berupa tambahan pengurang penghasilan bruto dapat menyebabkan kondisi kerugian secara fiskal (jika diberikan dalam bentuk tambahan pengurang penghasilan bruto) atau tidak adanya pajak penghasilan yang terutang (jika insentif diberikan dalam bentuk tax credit). Untuk mencapai efektivitas pemberian insentif pajak penghasilan, ketentuan insentif R&D di beberapa negara memperbolehkan kelebihan pengeluaran tersebut dikompensasi ke tahun berikutnya atau ke tahun sebelumnya. | |
2.6. | Pengeluaran R&D dan hubungannya dengan yurisdiksi kegiatan R&D dilakukan Ketentuan insentif R&D di beberapa negara mengkaitkan pengeluaran R&D yang diberikan insentif dengan yurisdiksi tempat kegiatan R&D dilakukan. Pada umumnya, insentif pengeluaran R&D yang diberikan terbatas untuk kegiatan R&D yang dilakukan di suatu yurisdiksi saja bertujuan untuk mempromosikan yurisdiksi tersebut sebagai pusat R&D, meningkatkan daya saing perekonomian yurisdiksi tersebut, mencegah penghindaran pajak, set-off dengan penerimaan pajak yang hilang akibat pemberian insentif. [10] Walau demikian, beberapa negara memperbolehkan pengeluaran R&D yang berhubungan dengan kegiatan training pegawai yang dilakukan di luar negeri sebagai bagian dari pengeluaran R&D yang mendapat insentif dengan tujuan untuk mempercepat alih ilmu pengetahuan dan teknologi. | |
3. | Komparasi Insentif R&D di Beberapa Negara | |
a. | Singapura [11] Ketentuan perpajakan di Singapura mendefinisikan R&D sebagai berikut: “any systematic, investigative and experimental study that involves novelty or technical risk carried out in the field of science or technology with the object of acquiring new knowledge or using the results of the study for the production or improvement of materials, devices, products, produce, or processes” Kegiatan yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai kegiatan R&D untuk tujuan perpajakan antara lain:
Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Termasuk dalam pengeluaran R&D yang diberikan insentif adalah pengeluaran untuk gaji, material dan utilitas lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Pengeluaran untuk barang modal dalam kegiatan R&D seperti, pembelian tanah, bangunan, dan mesin dikecualikan dari pengeluaran R&D yang diberikan insentif. Apabila pada suatu tahun pengeluaran R&D suatu perusahaan melebihi pendapatan usaha, maka kelebihan pengeluaran tersebut dapat dikompensasi ke tahun berikutnya (carry forward). Namun ketentuan ini tidak berlaku jika terdapat perubahan pemegang saham yang substansial (lebih dari 50%) pada tahun kompensasi tersebut. Kelebihan pengeluaran tersebut juga dapat dikompensasi ke satu tahun sebelumnya (carry back), namun jumlah pengeluaran yang dapat dikompensasi hanya sebesar SGD 100,000. | |
b. | Malaysia [12] Definisi R&D dalam ketentuan perpajakan di Malaysia adalah sebagai berikut: “any systematic or intensive study carried out in the field of science or technology with the object of using the results of the study for the production or improvement of materials, devices, products, produce or processes”. Kegiatan yang tidak tercakup dalam kegiatan R&D untuk tujuan insentif perpajakan, antara lain:
Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Termasuk dalam pengeluaran R&D yang diberikan insentif adalah pengeluaran untuk gaji, material, biaya teknikal, pemeliharaan, biaya transportasi untuk material, biaya perjalanan dinas pegawai dalam rangka kegiatan R&D, dan pengeluaran lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Pengeluaran yang berhubungan dengan barang modal tidak termasuk pengeluaran yang mendapat insentif tambahan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Apabila pada suatu tahun pengeluaran R&D suatu perusahaan melebihi pendapatan usaha, maka kelebihan pengeluaran tersebut dapat dikompensasi ke tahun berikutnya (carry forward). | |
c. | Thailand [13] Kegiatan yang memenuhi kualifikasi kegiatan R&D untuk tujuan insentif pajak adalah sebagai berikut:
|