Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Mempelajari Uji Keterkaitan dalam Pemeriksaan Pajak

bacaan 4 Menit
Uji Keterkaitan Uji Arus Barang Uang Piutang Utang Pemeriksaan Pajak Metode
Immoprentice / Pixabay

Dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak menggunakan metode dan teknik pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan penjelasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 terdapat beberapa teknik pengujian pemeriksaan yang dapat digunakan oleh pemeriksa pajak, salah satunya adalah mengenai pengujian keterkaitan.

Pengujian keterkaitan adalah pengujian yang dilakukan untuk meyakini suatu transaksi berdasarkan pengujian atas mutasi pos-pos lain yang terkait atau berhubungan dengan transaksi tersebut. Hasil pengujian keterkaitan tidak serta-merta merupakan koreksi atas pos yang diperiksa, misalnya apabila terdapat selisih antara hasil penghitungan dengan pengujian keterkaitan atas penghasilan bruto, tidak serta-merta dapat disimpulkan sebagai penjualan/peredaran usaha, sehingga perlu dipastikan terlebih dahulu berdasarkan bukti yang diperoleh apakah selisih tersebut merupakan penjualan/peredaran usaha atau tambahan kemampuan ekonomis lainnya sesuai yang dimaksud dalam Pasal 4 UU PPh.

Adapun prosedur pemeriksaan yang dapat ditempuh meliputi:

  1. memperoleh buku persediaan, buku kas/bank, buku piutang, buku utang;
  2. periksa kebenaran saldo-saldo persediaan, kas/bank, piutang, utang;
  3. periksa kebenaran mutasi persediaan, kas/bank, piutang, utang;
  4. lakukan uji keterkaitan dengan menggunakan formula;
  5. dan sebagainya.

Pos-pos yang saling terkait dalam rangka pengujian keterkaitan antara lain:

  1. Penghasilan bruto (tunai) terkait dengan penerimaan kas/bank, uang muka penjualan
  2. Penghasilan bruto (akrual) terkait dengan pelunasan piutang usaha
  3. Pembelian terkait dengan pelunasan utang usaha
  4. Barang masuk/keluar terkait dengan mutasi persediaan.

Pengujian keterkaitan dibagi menjadi empat, yakni pengujian arus barang, arus uang, arus piutang, dan arus utang. Berikut merupakan penjelasan tiap-tiap metode pengujian keterkaitan.

Pengujian Arus Barang

Pengujian arus barang dilakukan untuk meyakini kebenaran unit barang yang keluar dari gudang/digunakan/dijual ataupun yang masuk ke gudang, baik berupa bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, maupun barang jadi. Pemeriksa akan memastikan bahwa unit tersebut telah memperhitungkan pemakaian sendiri, barang rusak (spoiled goods), sampel, pemberian cuma-cuma, retur pembelian, barang dalam pengiriman (FOB  Destination)/perjalanan (in transit).

Formula yang digunakan dalam pengujian arus barang adalah sebagai berikut (disesuaikan dengan jenis persediaan):

Saldo Awal Persediaan (Unit)+/+
Pembelian (Unit)+/+
Saldo Akhir Persediaan (Unit)-/-
Persediaan keluar/digunakan/dijual/HPP (Unit)xxx

Nilai unit ini dapat digunakan untuk meyakini atau menghitung nilai dari harga pokok barang atau penjualan apabila harga barang tersebut bernilai sama setiap unitnya, yang dilakukan dengan cara mengalikan unit dengan harga barang.

Pengujian Arus Uang

Pengujian arus uang meliputi transaksi kas, bank, dan setara kas lainnya. Pengujian ini dilakukan untuk menguji aliran uang suatu transaksi dan/atau mendapatkan jumlah penerimaan uang dalam suatu kurun waktu dalam rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan Wajib Pajak berdasarkan kas (cash basis).

Formula yang digunakan:

Saldo Akhir Kas/Bank+/+
Pengeluaran Kas/Bank+/+
Saldo Awal Kas/Bank-/-
Penyesuaian non penghasilan+/-
Penerimaan Kas/Bankxxx

Pengujian arus uang selain menggunakan formula tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan penghitungan atas sisi penerimaan saja. Penerimaan kas/bank yang diperoleh dari formula di atas harus mengeluarkan penerimaan-penerimaan yang tidak ada kaitannya dengan penghasilan, seperti transfer antar bank, penerimaan pinjaman, PPN dipungut sendiri, dan sebagainya; yang dikelompokkan dalam penyesuaian non penghasilan, serta harus memperhitungkan uang muka penjualan/pelanggan jika ada.

Khusus untuk penghitungan PPN dipungut sendiri yang harus dikeluarkan dari penghitungan penerimaan kas/bank perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Nilai PPN dipungut sendiri yang dikurangkan dapat diperoleh dari:
    • nilai yang dilaporkan pada SPT Masa PPN;
    • penelusuran jurnal setiap transaksi PPN; atau
    • mutasi hutang PPN pada buku besar.
  2. Apabila PPN dipungut sendiri yang tercantum di SPT Masa PPN yang digunakan sebagai pengurang, maka perlu dipastikan bahwa jumlah tersebut tidak termasuk PPN yang telah dilaporkan di SPT Masa tetapi tidak terdapat aliran uang yang masuk ke kas maupun bank, di antaranya meliputi:
    • PPN yang ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak, seperti pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, sampel, dan lain-lain
    • PPN yang dipungut beda waktu, faktur telah diterbitkan pelunasan belum diterima, atau sebaliknya
    • transaksi lainnya yang secara nyata tidak terdapat titipan PPN dalam penerimaan uang yang dihitung