Bagi perusahaan yang tergabung dalam suatu grup usaha, mereka bisa memperoleh pinjaman dari induk usaha. Bahkan, mereka bisa memperoleh pinjaman tanpa bunga. Lalu, bagaimana peraturan perpajakan di Indonesia mengatur tentang pinjaman tanpa bunga?
Pinjaman Tanpa Bunga Menurut Pajak
Ketentuan mengenai pinjaman tanpa bunga yang dilakukan oleh perusahaan afiliasi dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 (PP 94/2010) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Pasal 12 ayat (1) PP 94/2010 menekankan bahwa pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan, jika:
- pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain,
- modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya,
- pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi, dan
- perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
Keempat syarat tersebut harus terpenuhi secara kumulatif. Apabila salah satu ketentuan tidak terpenuhi, pinjaman tanpa bunga tidak diperkenankan. Pinjaman tersebut tetap terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.
Menentukan Tingkat Suku Bunga Wajar
Penjelasan Pasal 12 ayat (1) PP 94/2010 menyebutkan bahwa “tingkat suku bunga wajar” adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Merujuk pada Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2013, kewajaran dari pembayaran bunga dapat dilakukan dengan beberapa pengujian seperti melakukan analisis atas kebutuhan utang. Pengujian kewajaran utang dan besarnya utang terhadap pihak afiliasi dapat dilakukan dengan melihat faktor seperti sifat dan tujuan utang, serta kondisi pasar pada saat utang diberikan.
Penentuan suku bunga wajar juga dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi terhadap tingkat bunga yang umum digunakan oleh pihak independen. Suku bunga yang dapat dijadikan acuan misalnya seperti SIBOR, LIBOR, JIBOR, BI Rate, atau data Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank yang disediakan oleh BPS. ditambah dengan nilai tertentu berdasarkan peringkat kredit (credit rating) pihak yang menerima pinjaman.
Koreksi Fiskal Atas Pinjaman Tanpa Bunga
Berdasarkan ketentuan di atas, jika pinjaman tanpa bunga tidak memenuhi kriteria pada Pasal 12 PP 94/2010, maka akan terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar, sehingga akan dilakukan koreksi fiskal negatif. Koreksi negatif yang dilakukan yaitu terdapat biaya bunga pinjaman.
Selain itu, karena bunga pinjaman merupakan objek PPh Pasal 23, maka terjadi potensi kurang bayar atas PPh Pasal 23. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) UU KUP, yakni sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.