Tax Learning

Jangan Keliru! Ini Panduan Mengisi Peredaran Bruto untuk Menghitung PPh Pasal 31E

Dewa Suartama

20 October 2025

Wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp50 miliar dapat menikmati fasilitas pengurangan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh. Untuk menghitung PPh terutang, penting bagi wajib pajak memperhatikan jumlah penghasilan bruto yang digunakan dalam penghitungan.

Peredaran Bruto untuk Menghitung Fasilitas PPh Pasal 31E

Fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% diberikan untuk penghasilan kena pada dari penghasilan bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. Selebihnya, penghasilan kena pajak akan dikenakan tarif umum.

Penghasilan kena pajak yang diberikan fasilitas dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

PKP dengan Fasilitas = Rp4,8 miliar : Peredaran Bruto × Penghasilan Kena Pajak

Sesuai dengan panduan pada Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, peredaran bruto yang digunakan adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghasilan tersebut meliputi:

  1. penghasilan yang dikenakan PPh final;
  2. penghasilan yang dikenakan PPh tidak final; dan
  3. penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Sebagai contoh, PT A memperoleh laba usaha sebesar Rp40 miliar. PT A juga menerima penghasilan dari luar usaha berupa sewa bangunan senilai Rp3 miliar, serta penghasilan berupa dividen yang dikecualikan dari objek pajak sebesar Rp5 miliar. Untuk penghitungan sesuai tarif PPh Pasal 31E, peredaran bruto yang digunakan adalah Rp48 miliar.

Potensi Timbulnya Sanksi

Kesalahan pengisian peredaran bruto dapat mengakibatkan timbulnya sanksi karena pajak terutang yang kurang dibayar. Semakin besar jumlah peredaran bruto, proporsi penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas menjadi lebih kecil. Artinya, PPh terutang menjadi lebih besar.

Melanjutkan contoh sebelumnya, berikut adalah perbandingan PPh terutang PT A (penghasilan kena pajak Rp3 miliar) apabila menggunakan jumlah peredaran bruto sebesar Rp48 miliar dengan peredaran bruto Rp40 miliar (hanya dari penghasilan usaha).

Peredaran Bruto
40.000.000.000
48.000.000.000
Peredaran Bruto mendapat fasilitas
4.800.000.000
4.800.000.000
PKP
3.000.000.000
3.000.000.000
PKP mendapat fasilitas
360.000.000
300.000.000
PKP tanpa fasilitas
2.640.000.000
2.700.000.000
PPh Terutang atas PKP mendapat fasilitas
39.600.000
33.000.000
PPh Terutang atas PKP tanpa fasilitas
580.800.000
594.000.000
PPh Terutang
620.400.000
627.000.000
Selisih
 
6.600.000
 

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kesalahan penentuan jumlah peredaran bruto berdampak pada jumlah PPh terutang. Apabila peredaran bruto yang digunakan seharusnya lebih besar, terdapat kekurangan pembayaran yang akan berpotensi dikenakan sanksi administrasi.

Ingin mengetahui lebih dalam terkait PPh Badan pasca berlakunya PER-11/2025? Ikuti regular training dari Ortax yang akan membahas pengelolaan PPh Badan, serta tips dan trik pengisian SPT Tahunan PPh Badan di aplikasi Coretax. Klik tautan berikut ini untuk mendaftar: Kupas Tuntas Pengelolaan PPh Badan dan Overview SPT Terbaru Era Coretax (Batch 3)

Categories:

Tax Learning

Tagged:

pph badan
Pajak 101 Logo

Jadwal Training

Jadwal Lainnya

Artikel Terkait

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA