Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24 Tahun 2021 (PER-24/2021), pemerintah merilis ketentuan mengenai penggunaan aplikasi e-Bupot Unifikasi. Aplikasi ini mencakup beberapa jenis pajak sekaligus sehingga diharapkan dapat memudahkan administrasi bagi Wajib Pajak. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, bukti potong atau bupot unifikasi memiliki nomor tersendiri. Berikut penjelasan mengenai nomor bukti potong unifikasi menurut Lampiran PER-24/2021.
Bupot unifikasi terdiri dari 10 digit nomor. 1 digit pertama merupakan kode dokumen, 2 digit kedua merupakan kode seri, 7 digit selanjutnya merupakan nomor seri. Kode seri diberikan secara berurutan dari 00 sampai dengan 99. Apabila nomor 00 sampai 99 telah terpakai, nomor berulang ke 00. Nomor seri diberikan berurutan dari 0000001 sampai dengan 9999999 dalam satu tahun kalender.
Apabila nomor untuk kode seri 00 dengan nomor seri 9999999 telah digunakan, maka nomor bupot selanjutnya menggunakan kode seri 01 dan nomor seri dimulai kembali dari 0000001. Jika kode seri 01 dan nomor seri 9999999 telah digunakan, penomoran dilanjutkan dengan kode seri 01 dengan nomor seri 0000001, dan seterusnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan nomor bupot unifikasi adalah, pertama nomor seri diberikan secara berurutan walaupun jenis PPh berbeda. Sebagai contoh, Pada tanggal 10 Maret 2022, PT Aman Sejahtera menyewa pesawat dari PT Cendrawasih Airlines yang merupakan perusahaan penerbangan dalam negeri sebesar Rp500 Juta untuk penerbangan Bali-Papua, Transaksi tersebut merupakan pemotongan PPh Pasal 15 pertama di tahun 2022.
Nomor bukti potong yang telah diterbitkan sebelumnya adalah 2000000001 sampai dengan 2000000009 dan bukan merupakan transaksi PPh Pasal 15. Meskipun bupot untuk PPh Pasal 15 baru diterbitkan pertama kali, nomor yang digunakan adalah kelanjutan dari nomor sebelumnya. Maka, transaksi dengan PT Cendrawasih Airlines menggunakan nomor bupot 2000000010.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah satu nomor bupot digunakan untuk satu Wajib Pajak, satu kode objek pajak, dan satu masa pajak. Sebagai contoh, PT Jaya Abadi melakukan transaksi dengan PT Terang Elektronik terkait jasa perbaikan mesin fotokopi dan jasa perbaikan mesin scan di tanggal 5 Maret 2022. Jenis jasa tersebut dikenakan PPh 23 sebesar 2% dengan kode objek pajak 24-104-29. Atas transaksi tersebut, PT Jaya Abadi membuat satu bukti potong.
Selanjutnya, nomor bupot unifikasi tidak berubah apabila dilakukan perubahan atau penghapusan. Apabila bupot diubah (edit) sebelum pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi, nomor bupot tetap sama. Jika bupot dihapus (delete), bukti potong tidak dapat digunakan kembali. Nomor bupot akan tetap muncul dengan status ‘Telah dihapus’.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan terkait penomoran bupot adalah nomor bupot tidak berubah apabila dilakukan pembetulan atau pembatalan. Sama seperti saat edit atau delete bupot, bupot pembetulan tetap menggunakan nomor yang sama, sedangkan nomor bupot yang dibatalkan tidak dapat digunakan kembali.