Hingga Juni 2022, pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan negara melalui pajak sebesar Rp868,27 Triliun. Jumlah tersebut telah mencapai 58,47% dari target penerimaan pada Perpres-98/2022.
“Ini kenaikan yang luar biasa kuat, yaitu 55,7%”, ungkap Sri Mulyani pada saat Konferensi Pers APBN Kita Edisi Juli 2022. Pertumbuhan 55,7% merupakan pertumbuhan year-on-year. Pada periode yang sama di tahun 2021, penerimaan pajak baru mencapai Rp557,8 Triliun.
Penerimaan pajak didominasi oleh PPh sektor non migas yakni mencapai Rp519,6 Triliun atau 69,4% dari target. Selanjutnya, penerimaan terbanyak datang dari sektor PPN dan PPnBM sebesar Rp300,9 Triliun atau 47,1% dari target. PPh Migas yang telah diterima mencapai Rp43 Triliun atau 66,6% dari target. Di sisi lain, PBB dan Pajak Lainnya telah mencapai 14,9% dari target atau sebesar Rp4,8 Triliun.
Sri Mulyani menjelaskan kinerja penerimaan pajak yang baik pada periode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, peningkatan harga komoditas. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif serta permintaan yang semakin baik. Ketiga, pertumbuhan yang tinggi dapat dikarenakan basis pajak yang rendah pada tahun 2021 akibat insentif fiskal. Keempat, penerapan UU HPP terkait kenaikan PPN dan Program Pengungkapan Sukarela.
Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak setelah bulan Juni 2022 akan semakin membaik dengan perkembangan ekonomi. Namun, pertumbuhan mungkin tidak sekuat semester I. “Untuk semester kedua karena sudah tidak ada PPS, dan basis pertumbuhan ekonominya tahun lalu juga sudah mulai membaik, maka dari empat faktor yang mengkontribusikan penerimaan pajak yang kuat, yaitu tadi basis yang rendah dan dampak dari UU HPP, ini sudah mulai ternormalisir. Sehingga nanti kita akan lebih tergantung pada faktor pertumbuhan ekonomi yang kita harapkan pulih dan sehat”, jelas Sri Mulyani.