Subjek Pilihan

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak 2022

PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta

Memahami PPS

PPS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Pemerintah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak yang telah mengikuti Tax Amnesty maupun Wajib Pajak Orang Pribadi untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan. Program ini menjadi kesempatan terakhir bagi Wajib Pajak untuk melakukan pengungkapan sukarela sebelum era baru sistem perpajakan Indonesia dimulai. Melalui portal ini, Anda dapat menggali lebih jauh mengenai topik hingga regulasi seputar PPS. Anda juga dapat memanfaat forum pada portal ini untuk bertanya maupun berbagi pendapat mengenai PPS

Modul PPS

Peraturan PPS

Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 52/KMK.010/2022

Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan Sumber Daya Alam Dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Peraturan Menteri Keuangan
Nomor : 196/PMK.03/2021

Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Undang-Undang
Nomor : 7 TAHUN 2021

Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Referensi : Tax Amnesty

Berikut adalah Materi Tax Amnesty 2016 yang dapat dijadikan referensi untuk pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak 2022.

Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela?

Kebijakan Pertama

WP OP dan Badan peserta TA, dengan Basis Aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat TA

11%

Untuk Deklarasi
Luar Negeri

8%

Untuk aset LN repatriasi
dan aset DN
 

6%

Untuk aset LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam SBN/
hilirisasi/
renewable energy

Kebijakan Kedua

WP OP, dengan Basis Aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020

18%

Untuk Deklarasi
Luar Negeri

14%

Untuk aset LN repatriasi
dan aset DN
 

12%

Untuk aset LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam SBN/
hilirisasi/
renewable energy

Frequently Asked Questions (FAQ)

Apa Yang Dimaksud Dengan Program Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure Program)?

Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:

  1. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
  2. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Apakah Mekanisme Dan Administrasi Program Pengungkapan Sukarela Sama Dengan Program Tax Amnesty?

Program Pengungkapan Sukarela dibagi menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak yang sudah pernah mengikuti Tax Amnesty dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang kewajiban perpajakan tahun 2016 s.d. 2020 belum dipenuhi. Pedoman pelaksanaannya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021 tentang Tata Cara Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Kapan Periode Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela?

Program Pengungkapan Sukarela dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022)

Apa Tujuan Dilaksanakannya Program Pengungkapan Sukarela?

Berdasarkan data pasca TA, kepatuhan pelaporan pajak dan pembayaran pajak para peserta TA tahun 2017 dan setelahnya mengalami peningkatan, sehingga program pengungkapan sukarela WP ini diharapkan juga memberikan efek positif yang sama atas kepatuhan perpajakan masyarakat/WP. Dalam program ini juga diberikan kemudahan dan kebebasan untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan kepada WP untuk secara sukarela mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya.

Bagaimana Jika Terdapat WP Yang Belum Melaporakan SPT 1770 Untuk Tahun 2019 Dan 2020, Apakah Bisa Mengikuti PPS?

PPS akan dilaksanakan pada Januari s.d. Juni 2022, di mana Wajib Pajak masih memiliki kesempatan untuk segera melaporkan SPT Tahun 2019 dan 2020.

Apakah PPS ini sama dengan TA yang sudah pernah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak? Dan apa manfaat bagi WP dengan mengikuti program PPS ini?

PPS tidak menjalankan program Tax Amnesty, namun PPS. Secara teori kepatuhan yang didukung penelitian empiris di banyak negara, upaya memfasilitasi itikad baik WP yang ingin jujur dan terbuka masuk ke dalam sistem pajak dapat meningkatkan kepatuhan sukarela di masa mendatang. Namun program ini harus diikuti upaya pengawasan dan penegakan hukum.

Banyak manfaat yang diperoleh, di antaranya:  terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

Apakah Peserta PPS Kebijakan I Dapat Mengikuti Kebijakan II, Khususnya Untuk Orang Pribadi?

Dapat mengikuti Kebijakan II apabila Wajib Pajak merupakan orang pribadi dan aset yang ingin diungkapkan adalah:

  1. Aset diperoleh 1 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2020;
  2. Masih dimiliki per 31 Desember 2020;
  3. Belum dilaporkan di SPT Tahunan OP 2020 atau pembetulannya (yang dilakukan sebelum UU HPP berlaku).

Apabila WP sudah ikut Tax Amnesty tahun 2016/2017, namun sebagian kolega WP terlewat tidak ikut Tax Amnesty. Dan terdapat harta-harta yang diperoleh sebelum tahun 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Apakah kolega WP tersebut boleh mengikuti Program Pengungkapan Sukarela Kebijakan I?

PPS dilaksanakan melalui 2 kebijakan dengan ketentuan: Kebijakan I diperuntukkan bagi WP peserta TA atas aset perolehan 1 Januari 1985-31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat TA, dan Kebijakan II bagi WP Orang Pribadi atas aset perolehan 1 Januari 2016-31 Desember 2020 yang belum diungkap dalam SPT Tahunan 2020.

Dalam hal ini, DJP memberikan kebijaksanaan kepada WP Orang Pribadi yang tidak memenuhi ketentuan Kebijakan I dan II untuk tetap dapat menyukseskan pelaksanaan PPS dengan mengikuti ketentuan Kebijakan I dalam hal aset yang diungkap merupakanperolehan tahun n s.d 31 Desember 2015.

Terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS), jika terdapat harta yang belum diungkapkan, apakah ada keringanan untuk WP yang sudah tidak produktif, misalnya janda yang suaminya sudah meninggal dan usahanya bangkrut?

Diketahui bahwa sebelumnya WP pernah ikut TA.

Kekurangan pengungkapan harta bagi peserta TA diatur dalam PP 36 tahun 2017 (Pas Final), yaitu dikenai tarif PPh final 12,5-30% berdasarkan jenis WP dan dapat ditambah sanksi 200% dalam hal DJP yang menemukan kekurangan pengungkapan harta(pasal18(3) UU TA).

Dengan adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi suatu keringanan bagi Wajib Pajak karena tarif yang dikenakan atas harta yang belum diungkap tersebut lebih kecil dibanding Pas Final sekaligus dapat menghindarkan dari sanksi 200% dalam UU TA. Tarif PPS kebijakan I adalah 6-11%.

Bagaimana Kebijakan Umum DJP Atas SP2DK Yang Sedang Berlangsung Saat Ini Jika WP Ingin Memilih Ikut PPS Kebijakan II Saja?

PPS merupakan pemberian kesempatan kedua, karena masih ada peserta TA yang belum sempat mendeklarasikan aset, yang apabila ditemukan oleh pemeriksa pajak akan dikenakan sanksi yang jauh lebih besar. Oleh sebab itu, DJP mencanangkan program PPS ini, dengan Kebijakan I yang akan diterapkan kepada Wajib Pajak patuh yang telah mengikuti program TA sebelumnya, dan Kebijakan II yang akan diterapkan kepada Wajib Pajak yang bukan peserta program TA.

Apabila WP Orang Pribadi Masuk Ke Bukti Permulaan Tahun 2012 S.D. 2015 Dan Ketetapan Sudah Keluar Tetapi Belum Tuntas Pembayarannya (Tidak Pernah Ikut TA) Dan Untuk SPT 2016 S.D. 2020 Belum Lapor SPT, Apakah WP OP Ini Dapat Mengikuti PPS?

Wajib Pajak dapat menggunakan mekanisme pasal 8 ayat (3) UU KUP yaitu pengungkapan ketidakbenaran, yang dapat menghentikan proses penyidikan.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum ikut Tax Amnesty sebelumnya hanya bisa ikuti Kebijakan 2, walau harta perolehannya seperti Rumah diperoleh di tahun sebelum 2015, akan tetapi ketentuannya Kebijakan 2 mengatakan bahwa yang bisa ikut Kebijakan 2 ini adalah harta yang diperoleh di tahun 2016 dan seterusnya? Bagaimanakah kesimpulan akhirnya?

Program Pengungkapan Sukarela terdiri dari 2 kebijakan yang masing-masing memiliki syarat dan ketentuan tersediri.

Kebijakan 1 diperuntukkan bagi Wajib Pajak peserta Pengampunan Pajak (orang pribadi atau badan) namun pada saat Pengampunan Pajak belum mengungkapkan seluruh asset yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 s.d 31 Desember 2015.

Kebijakan 2 diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki harta yang diperoleh tahun 2016 s.d. 2020 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.

Wajib Pajak yang belum mengikuti Pengampunan Pajak tidak dilarang mengikuti kebijakan 1 sepanjang aset yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh s.d. 31 Desember 2015.

Wajib Pajak Orang Pribadi sudah ikut Tax Amnesty yang memiliki mobil di tahun 2015 belum dilaporkan dan baru di daftarkan balik nama mobil tersebut di Polda atas namanya di tahun 2020, mengingat pemilik akhir mobil dan pemilik yang terdaftar bukanlah orang yang sama serta sudah umum di Indonesia demikian, apakah Wajib Pajak tersebut harus ikut kebijakan 1 atau 2?

Atas harta berupa mobil tersebut yang dimiliki/diperoleh pada tahun 2015 dapat diungkapkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi peserta Tax Amnesty dalam PPS Kebijakan I dengan nilai NJKB per 31 Desember 2015. Harta yang harus diungkap pada saat mengikuti Pengampunan Pajak tidak didasarkan pada dokumen pendaftaran kepemilikan namun didasarkan kepemilikan sebenarnya.

Apabila ada WP (OP/CV) belum mengikuti program amnesti pajak. Namun memiliki harta berupa tanah yang dibeli secara kredit pada tahun 2014 (lunas tahun 2019), atas tanah tersebut belum diikutkan program amnesti pajak. Kemudian di atas tanah dibangun gedung yang selesai tahun 2019. Tanah dan bangunan tersebut belum pernah dilaporkan di SPT.

Apakah tanah dan bangunan tersebut dapat diikutkan PPS? Bagaimanakah caranya?

Atas tanah yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dapat diikutkan PPS Kebijakan I (karena kepemilikan sebenarnya atas tanah tersebut adalah pada tahun 2014). Sedangkan atas gedung dapat diikutkan PPS Kebijakan II.

Sedangkan untuk Wajib Pajak berbentuk CV akan mengikuti ketentuan PPS untuk Wajib Pajak Badan dan hanya dapat mengikuti PPS Kebijakan I sepanjang aset yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh s.d. 31 Desember 2015 (karena menurut UU KUP, CV merupakan salah satu bentuk badan usaha).

Adapun Wajib Pajak tersebut dapat melakukan pengungkapan harta melalui laman djponline.pajak.go.id. Wajib Pajak diharuskan melakukan aktivasi fitur layanan PPS terlebih dahulu di akun djponline masing-masing. Setelah itu, Wajib Pajak dapat melakukan pengunduhan dan pengisian form SPPH, menghitung dan melakukan pembayaran pajak atas harta yang diungkapkan, serta melakukan pengiriman form SPPH setelah melakukan pembayaran atas kode billing yang telah dibuat pada layanan PPS tersebut.

WP beli perumahan tahun 2019 secara tunai. Saat itu, WP belum berani memasukkan rumah tersebut dalam SPT tahunan, karena tanahnya masih bermasalah dalam pembeliannya oleh developer. Tanpa diduga, ternyata hingga sekarang tanah perumahan WP tersebut permasalahannya belum jelas.

Untuk mengantisipasi terkena sanksi tarif yang lebih tinggi, rumah tersebut WP ikutkan PPS kebijakan II.

Pertanyaannya, jika ternyata setelah PPS ini berlalu, tanah tersebut diambil alih lagi oleh pemilik lama (pada tahun 2025 karena developer wanprestasi), apakah PPh Final dari PPS yang sudah saya setorkan bisa saya minta kembali?

Terkait pengembalian atas penyetoran PPS saat ini diatur melalui mekanisme penyampaian SPPH kedua, ketiga, dst. oleh WP selama masa pelaksanaan PPS yang menyebabkan SPPH lebih bayar sehingga bisa diajukan pengembalian.

Setelah berakhirnya masa PPS, tidak diatur mekanisme terkait permohonan WP untuk pengembalian atas penyetoran PPS. Pada PMK-196/2021, Pasal 6 ayat (4) bab V UU HPP hanya menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan penyampaian SPPH WP berdasarkan penelitian.

Jika WP ikut PPS kebijakan II yg investasi (tarif 12%) pada sektor energi terbarukan makan secara ketentuan, dalam 5 tahun investasi tersebut tidak boleh diambil. Pertanyaannya, apakah dari pemerintah ada jaminan bahwa dana yang diinvestasikan tersebut tidak hilang (minimal kembali modal jika usaha tersebut ternyata bangkrut/pailit)?

Sebagaimana seandainya dana tersebut WP tabungkan di bank (ada jaminan dari LPS).

Berdasarkan pasal 15 ayat (9) PMK 196/2021, investasi tidak harus 5 tahun dalam satu jenis investasi, tp bisa setelah 2 tahun pindah ke SBN atau hilirisasi SDA.

Untuk investasi SDA dan energi terbarukan kan bentuknya adalah pendirian usaha baru atau right issue, tidak ada jaminan khusus untuk yg ini, jadi murni bisnis.

Apabila ingin yg pasti, peserta PPS bisa ke SBN.

Untuk kebijakan 1 jadi terhadap nilai Rumah yang diperoleh pada tahun sebelum n s.d. 31 Desember 2015 akan tetapi dibayar pajak final PPSnya di tahun 2022 itu berlaku nilai NJOP di tahun 2021 yang akan dibayar PPh finalnya dalam rangka PPS di tahun 2022 sebelum bulan Juni? demikian pula untuk Nilai Mobil NJKB per hari ini tahun 2022 yang ada di Polda setempat, terhadap mobil yang di peroleh di tahun sebelum 31 Desember 2015?

Sesuai ketentuan UU HPP, peserta PPS kebijakan I yang mengungkapkan harta berupa tanah dan/atau bangunan menggunakan nilai NJOP sesuai kondisi dan keadaan tanah dan/atau bangunan pada akhir tahun pajak terakhir (per 31 Desember 2015). Apabila Wajib Pajak menggunakan pembukuan dan tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, maka nilai NJOP yang digunakan adalah nilai NJOP pada akhir tahun pajak terakhir (antara tanggal 1 Januari 2015 s.d. 30 Desember 2015).

Demikian pula dengan harta berupa kendaraan, menggunakan nilai NJKB sesuai kondisi dan keadaan kendaraan pada akhir tahun pajak terakhir (per 31 Desember 2015). Apabila Wajib Pajak tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender berlaku ketentuan yang sama dengan di atas.

Wajib Pajak Orang Pribadi sudah ikut Tax Amnesty namun masih punya aset rumah yang ia peroleh sebelum akhir 2015 yang belum dilaporkan, akan tetapi sudah dijual Di tahun 2019, sekarang dana hasil penjualannya sudah dalam bentuk sebagian cash, dana di Bank dan sebagian lagi dalam bentuk tagihan yang sudah tercampur aduk dengan harta dan tahun-tahun lainnya, apakah Wajib Pajak tersebut ikut PPS Kebijakan 1 atau Kebijakan 2? Apabila kebijakan 2 bagaimana perhitungan Nilai dari aset yang sudah bercampur aduk?

Atas harta berupa rumah yang diperoleh pada tahun 2015 atau sebelumnya, Wajib Pajak Orang Pribadi peserta Tax Amnesty dapat mengikuti PPS kebijakan I sesuai tahun perolehan harta yang belum diungkapkan.

Apabila di daerah WP tinggal tidak ada KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) dan adanya hanya di ibukota provinsi, apakah WP harus ke sana agar didapat nilai atas harta yang akan saya ungkapkan dalam PPS?

  • Dalam pelaksanaan PPS, nilai harta yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak ditentukan berdasarkan pedoman :
  1. Nilai nominal untuk kas/setara kas
  2. Nilai yang ditetapkan pemerintah meliputi NJOP untuk tanah/bangunan dan NJKB untuk kendaraan
  3. Nilai yang dipublikasi ANTAM untuk emas dan perak
  4. Nilai yang dipublikasi BEI untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di BEI
  5. Nilai yang dipublikasi PT Penilai Harga Efek untuk SBN, efek utang, dan/atau Sukuk yang diterbitkan perusahaan.
  • Penentuan Nilai harta menggunakan jasa KJPP hanya dilakukan dalam hal tidak dapat ditentukan menggunakan pedoman nilai harta.

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak

Layanan kami untuk PPS

Kami meyakini dan percaya bahwa pengalaman kami sebagai praktisi dan juga trainer perpajakan serta ketekunan dan inovasi kami di bidang teknologi menjadi landasan kami untuk menyediakan produk dan layanan yang berkualitas tinggi, efektif dan efisien namun dengan biaya terjangkau.

Kami percaya bahwa mempunyai pengetahuan tentang perpajakan baik secara konsep dan praktikal serta kemampuan untuk menggunakan platform teknologi yang tepat dapat membantu klien kami untuk mengurangi biaya administrasi, mengurangi penggunaan sumber daya, meningkatkan proses dan kontrol data, memungkinkan perencanaan yang lebih baik dan perkembangan strategi yang lebih tepat.

Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:

  1. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
  2. Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Program Pengungkapan Sukarela dibagi menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak yang sudah pernah mengikuti Tax Amnesty dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang kewajiban perpajakan tahun 2016 s.d. 2020 belum dipenuhi. Pedoman pelaksanaannya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021 tentang Tata Cara Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Program Pengungkapan Sukarela dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022)

Berdasarkan data pasca TA, kepatuhan pelaporan pajak dan pembayaran pajak para peserta TA tahun 2017 dan setelahnya mengalami peningkatan, sehingga program pengungkapan sukarela WP ini diharapkan juga memberikan efek positif yang sama atas kepatuhan perpajakan masyarakat/WP. Dalam program ini juga diberikan kemudahan dan kebebasan untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan kepada WP untuk secara sukarela mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya.

PPS merupakan pemberian kesempatan kedua, karena masih ada peserta TA yang belum sempat mendeklarasikan aset, yang apabila ditemukan oleh pemeriksa pajak akan dikenakan sanksi yang jauh lebih besar. Oleh sebab itu, DJP mencanangkan program PPS ini, dengan Kebijakan I yang akan diterapkan kepada Wajib Pajak patuh yang telah mengikuti program TA sebelumnya, dan Kebijakan II yang akan diterapkan kepada Wajib Pajak yang bukan peserta program TA.

PPS akan dilaksanakan pada Januari s.d. Juni 2022, di mana Wajib Pajak masih memiliki kesempatan untuk segera melaporkan SPT Tahun 2019 dan 2020.

Dapat mengikuti Kebijakan II apabila Wajib Pajak merupakan orang pribadi dan aset yang ingin diungkapkan adalah:

  1. Aset diperoleh 1 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2020;
  2. Masih dimiliki per 31 Desember 2020;
  3. Belum dilaporkan di SPT Tahunan OP 2020 atau pembetulannya (yang dilakukan sebelum UU HPP berlaku).

Sesuai ketentuan UU HPP, peserta PPS kebijakan I yang mengungkapkan harta berupa tanah dan/atau bangunan menggunakan nilai NJOP sesuai kondisi dan keadaan tanah dan/atau bangunan pada akhir tahun pajak terakhir (per 31 Desember 2015). Apabila Wajib Pajak menggunakan pembukuan dan tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, maka nilai NJOP yang digunakan adalah nilai NJOP pada akhir tahun pajak terakhir (antara tanggal 1 Januari 2015 s.d. 30 Desember 2015).

Demikian pula dengan harta berupa kendaraan, menggunakan nilai NJKB sesuai kondisi dan keadaan kendaraan pada akhir tahun pajak terakhir (per 31 Desember 2015). Apabila Wajib Pajak tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender berlaku ketentuan yang sama dengan di atas.

Program Pengungkapan Sukarela terdiri dari 2 kebijakan yang masing-masing memiliki syarat dan ketentuan tersediri.

Kebijakan 1 diperuntukkan bagi Wajib Pajak peserta Pengampunan Pajak (orang pribadi atau badan) namun pada saat Pengampunan Pajak belum mengungkapkan seluruh asset yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 s.d 31 Desember 2015.

Kebijakan 2 diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki harta yang diperoleh tahun 2016 s.d. 2020 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.

Wajib Pajak yang belum mengikuti Pengampunan Pajak tidak dilarang mengikuti kebijakan 1 sepanjang aset yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh s.d. 31 Desember 2015.

Atas harta berupa mobil tersebut yang dimiliki/diperoleh pada tahun 2015 dapat diungkapkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi peserta Tax Amnesty dalam PPS Kebijakan I dengan nilai NJKB per 31 Desember 2015. Harta yang harus diungkap pada saat mengikuti Pengampunan Pajak tidak didasarkan pada dokumen pendaftaran kepemilikan namun didasarkan kepemilikan sebenarnya.

Diketahui bahwa sebelumnya WP pernah ikut TA.

Kekurangan pengungkapan harta bagi peserta TA diatur dalam PP 36 tahun 2017 (Pas Final), yaitu dikenai tarif PPh final 12,5-30% berdasarkan jenis WP dan dapat ditambah sanksi 200% dalam hal DJP yang menemukan kekurangan pengungkapan harta(pasal18(3) UU TA).

Dengan adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi suatu keringanan bagi Wajib Pajak karena tarif yang dikenakan atas harta yang belum diungkap tersebut lebih kecil dibanding Pas Final sekaligus dapat menghindarkan dari sanksi 200% dalam UU TA. Tarif PPS kebijakan I adalah 6-11%.

Apakah kolega WP tersebut boleh mengikuti Program Pengungkapan Sukarela Kebijakan I?

PPS dilaksanakan melalui 2 kebijakan dengan ketentuan: Kebijakan I diperuntukkan bagi WP peserta TA atas aset perolehan 1 Januari 1985-31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat TA, dan Kebijakan II bagi WP Orang Pribadi atas aset perolehan 1 Januari 2016-31 Desember 2020 yang belum diungkap dalam SPT Tahunan 2020.

Dalam hal ini, DJP memberikan kebijaksanaan kepada WP Orang Pribadi yang tidak memenuhi ketentuan Kebijakan I dan II untuk tetap dapat menyukseskan pelaksanaan PPS dengan mengikuti ketentuan Kebijakan I dalam hal aset yang diungkap merupakanperolehan tahun n s.d 31 Desember 2015.

Apakah tanah dan bangunan tersebut dapat diikutkan PPS? Bagaimanakah caranya?

Atas tanah yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dapat diikutkan PPS Kebijakan I (karena kepemilikan sebenarnya atas tanah tersebut adalah pada tahun 2014). Sedangkan atas gedung dapat diikutkan PPS Kebijakan II.

Sedangkan untuk Wajib Pajak berbentuk CV akan mengikuti ketentuan PPS untuk Wajib Pajak Badan dan hanya dapat mengikuti PPS Kebijakan I sepanjang aset yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh s.d. 31 Desember 2015 (karena menurut UU KUP, CV merupakan salah satu bentuk badan usaha).

Adapun Wajib Pajak tersebut dapat melakukan pengungkapan harta melalui laman djponline.pajak.go.id. Wajib Pajak diharuskan melakukan aktivasi fitur layanan PPS terlebih dahulu di akun djponline masing-masing. Setelah itu, Wajib Pajak dapat melakukan pengunduhan dan pengisian form SPPH, menghitung dan melakukan pembayaran pajak atas harta yang diungkapkan, serta melakukan pengiriman form SPPH setelah melakukan pembayaran atas kode billing yang telah dibuat pada layanan PPS tersebut.

PPS tidak menjalankan program Tax Amnesty, namun PPS. Secara teori kepatuhan yang didukung penelitian empiris di banyak negara, upaya memfasilitasi itikad baik WP yang ingin jujur dan terbuka masuk ke dalam sistem pajak dapat meningkatkan kepatuhan sukarela di masa mendatang. Namun program ini harus diikuti upaya pengawasan dan penegakan hukum.

Banyak manfaat yang diperoleh, di antaranya:  terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

Untuk mengantisipasi terkena sanksi tarif yang lebih tinggi, rumah tersebut WP ikutkan PPS kebijakan II.

Pertanyaannya, jika ternyata setelah PPS ini berlalu, tanah tersebut diambil alih lagi oleh pemilik lama (pada tahun 2025 karena developer wanprestasi), apakah PPh Final dari PPS yang sudah saya setorkan bisa saya minta kembali?

Terkait pengembalian atas penyetoran PPS saat ini diatur melalui mekanisme penyampaian SPPH kedua, ketiga, dst. oleh WP selama masa pelaksanaan PPS yang menyebabkan SPPH lebih bayar sehingga bisa diajukan pengembalian.

Setelah berakhirnya masa PPS, tidak diatur mekanisme terkait permohonan WP untuk pengembalian atas penyetoran PPS. Pada PMK-196/2021, Pasal 6 ayat (4) bab V UU HPP hanya menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan penyampaian SPPH WP berdasarkan penelitian.

Sebagaimana seandainya dana tersebut WP tabungkan di bank (ada jaminan dari LPS).

Berdasarkan pasal 15 ayat (9) PMK 196/2021, investasi tidak harus 5 tahun dalam satu jenis investasi, tp bisa setelah 2 tahun pindah ke SBN atau hilirisasi SDA.

Untuk investasi SDA dan energi terbarukan kan bentuknya adalah pendirian usaha baru atau right issue, tidak ada jaminan khusus untuk yg ini, jadi murni bisnis.

Apabila ingin yg pasti, peserta PPS bisa ke SBN.

  • Dalam pelaksanaan PPS, nilai harta yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak ditentukan berdasarkan pedoman :
  1. Nilai nominal untuk kas/setara kas
  2. Nilai yang ditetapkan pemerintah meliputi NJOP untuk tanah/bangunan dan NJKB untuk kendaraan
  3. Nilai yang dipublikasi ANTAM untuk emas dan perak
  4. Nilai yang dipublikasi BEI untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di BEI
  5. Nilai yang dipublikasi PT Penilai Harga Efek untuk SBN, efek utang, dan/atau Sukuk yang diterbitkan perusahaan.
  • Penentuan Nilai harta menggunakan jasa KJPP hanya dilakukan dalam hal tidak dapat ditentukan menggunakan pedoman nilai harta.

Buat Diskusi Baru

In-House Training

Kami menyediakan solusi yang bermanfaat dan juga terjangkau untuk kebutuhan organisasi anda yang spesifik dalam bentuk pelatihan In-House Training. In-House Training merupakan satu program pelatihan perpajakan komprehensif yang kami hadirkan untuk perusahaan/institusi/asosiasi.

Ortax dapat memfasilitasi pelatihan In-House Training tentang PPS. Pelatihan ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan perusahaan Anda. Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan sosialiasi secara menyeluruh dan memastikan bahwa seluruh perserta memahami ketentuan dan aspek praktis pelaksanaan PPS agar menghindari kesalahan administratif yang mungkin terjadi.

Pelatihan ini sangat bermanfaat (applicable) dan lebih efisien bagi Perusahaan/Instansi yang memiliki target peserta yang relatif besar atau memiliki anak /group perusahaan dimana peserta tersebar di beberapa cabang. Oleh karena itu, Inhouse Training PPS dipandang perlu untuk mengintegrasikan pengetahuan dan pelaksanaan peraturan perpajakan tentang PPS yang lebih komprehensif.

Pelaporan SPPH

Kami akan membantu Anda untuk menyiapkan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) ke Direktorat Jenderal Pajak. Tidak hanya sekedar administrasi pelaporan, anda pun dapat memilih beberapa manfaat lain yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan diantaranya:

  • Konsultasi dengan pilihan online atau offline
  • Mapping kepemilikan Harta dan Utang
  • Penilaian Harta dan Utang
  • Mitigasi risiko yang komprehensif
  • Penghitungan PPh Final yang akurat dan benar
  • Pelaporan Realisasi Harta PPS
  • Pendampingan klarifikasi ke Kantor Pajak
  • Jaminan kerahasiaan data melalui Non Disclosure Agreement (NDA)

Konsultasi PPS

Anda dapat menjadwalkan konsultasi online atau offline sehubungan PPS sesuai dengan waktu yang diinginkan. Konsultasi dilakukan secara tatap muka langsung atau melalui video call dengan pilihan berbagai platform sesuai dengan keinginan Anda. Seluruh percakapan dalam konsultasi akan dijamin kerahasiaannya melalui Non Disclosure Agreement (NDA).