Sejak 1 April 2022, pemerintah telah resmi menaikkan tarif umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11%. Tarif tersebut kemudian naik menjadi 12% per 1 Januari 2025. Namun, pemerintah menyesuaikan pengenaan PPN dengan penggunaan nilai lain serta besaran tertentu. Tarif efektif PPN secara umum tetap 11%, kecuali untuk barang mewah.
Dinamika ketentuan pengenaan PPN ini tentunya berdampak regulasi yang mengatur PPN atas penyerahan tertentu, salah satunya terkait hasil tembakau. PPN atas hasil tembakau diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2022 (PMK-63/2022) kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2025 (PMK 11/2025).
Pada Pasal 9 PMK 11/2025, tarif PPN atas hasil tembakau ditetapkan sebesar 9,9% dari harga jual eceran (HJE) hasil tembakau.
Sebelumnya, pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174 Tahun 2015, tarif PPN yang berlaku atas hasil tembakau adalah 8,7%. Kemudian, tarif kembali naik menjadi 9,1% pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207 Tahun 2016. Tarif 9,9% berlaku sejak PMK 63/2022 dan direncanakan naik menjadi 10,7% di tahun 2025. Namun, dengan penetapan PMK 11/2025, kenaikan tarif dibatalkan sehingga tarif yang berlaku 9,9%.
Tarif tersebut merupakan hasil pembulatan yang dihitung berdasarkan tarif umum dan nilai lain. Dalam Pasal 4 ayat (1) PMK 63/2022, nilai lain yang dimaksud ditetapkan dari formula 11/12 dikali 100 dibagi (100 + 11/12 x t). Nilai t merujuk pada tarif umum PPN yang berlaku.
Anda dapat melihat contoh penghitungan PPN Hasil Tembakau pada artikel berikut ini: Contoh Penghitungan PPN Hasil Tembakau
Pada Pasal 5 ayat (1) PMK 63/2022, ditegaskan bahwa pemungutan PPN atas hasil tembakau dilakukan hanya satu kali. Pemungutan tersebut dilakukan oleh produsen atau importir. Dengan demikian, penyerahan yang dilakukan pengusaha penyalur kepada penyalur lainnya ataupun kepada konsumen akhir tidak dilakukan pemungutan.
Produsen atau importir tetap memiliki kewajiban untuk menerbitkan faktur pajak. Faktur pajak dibuat pada saat produsen/importir melakukan pemesanan pita cukai hasil tembakau. Terkait pajak masukan, pada Pasal 7 ayat (1) PMK 63/2022, ditegaskan bahwa produsen atau importir dapat mengkreditkannya sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan.
Di sisi lain, terdapat perlakuan berbeda untuk pengusaha penyalur. Pengusaha penyalur yang dalam usahanya hanya melakukan penyerahan hasil tembakau tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun, apabila melakukan penyerahan BKP atau JKP lain dengan jumlah melebihi batas pengusaha kecil, tetap wajib dikukuhkan sebagai PKP. Penyerahan hasil tembakau dilaporkan sebagai penyerahan tidak terutang PPN dan pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.
Categories:
Tax LearningJadwal Training
04 January 2025