Sejak berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Wajib Pajak UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 Juta dibebaskan dari pengenaan pajak. Hal tersebut berlaku untuk orang pribadi yang menggunakan skema PPh Final sesuai PP-23/2018. Namun, pada praktiknya penghasilan UMKM tersebut masih bisa dipotong pajak. Mengapa?
Jika UMKM melakukan transaksi dengan bendahara pemerintah, meskipun omzet dalam tahun berjalan belum mencapai Rp500 Juta, penghasilan tersebut tetap dipotong PPh Final sebesar 0,5%. Hal tersebut disampaikan oleh Adella Septikarina, Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat P2Humas DJP melalui live streaming pada akun instragram resmi DJP.
“Jika bertransaksi dengan pemotong atau pemungut dalam artian ini bendahara pemerintah, maka tetap harus dipungut pajaknya,” jelas Adella, Senin (28/11/2022).
Adella menambahkan, jika omzet hingga akhir tahun belum mencapai Rp500 Juta, pajak yang telah dipotong oleh bendaharawan tersebut dapat diajukan pengembalian. Selain pengembalian, jika omzet ternyata telah melebihi Rp500 Juta, pajak yang telah dipotong bendaharawan akan mengurangi jumlah pajak yang terutang di akhir tahun.
Dengan berlakunya ketentuan peredaran bruto tidak kena pajak, Adella mengingatkan Wajib Pajak untuk selalu mencatat omzet yang diperoleh. Pencatatan bisa dilakukan melalui platform m-Pajak yang tersedia di handphone. Fitur dan penggunaan m-Pajak dapat dilihat pada artikel berikut ini.
Update
Untuk memberikan kemudahan, wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun dapat menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak. Surat pernyataan yang dimaksud berisi pernyataan bahwa wajib pajak orang pribadi memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang dikenakan PPh Final dan memiliki omzet tidak lebih dari Rp500 juta. Lihat selengkapnya pada artikel berikut ini: WP OP UMKM Bisa Bebas PPh Final, DJP: Harus Ada Surat Pernyataan