Asistensi penagihan pajak global merupakan pemberian bantuan penagihan kepada negara mitra maupun permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra, yang dilakukan secara resiprokal berdasarkan perjanjian internasional.
Saat ini terdapat 13 P3B Indonesia dengan negara mitra yang memuat pasal bantuan penagihan (Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela dan Vietnam). Selain itu, Indonesia telah menyepakati posisi reservasi dalam Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters/ MAC) dan beberapa negara mitra telah meminta bantuan Indonesia.
Bantuan penagihan pajak saat ini dilaksanakan dalam bentuk himbauan kepada penanggung pajak berdasarkan permintaan dari negara mitra P3B, namun belum sampai pada tindakan penagihan aktif, karena ketiadaan pengaturan dalam hukum domestik.
Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat penambahan Pasal 20A pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai pengaturan asistensi penagihan pajak global. Penambahan pengaturan ini dilatarbelakangi karena belum ada ketentuan dalam Undang-Undang sebagai legal basis pelaksanaan bantuan penagihan aktif tersebut.
Pokok pengaturan dalam asistensi penagihan pajak global yang tertuang dalam UU HPP yaitu:
Sebagai peraturan pelaksana terkait bantuan penagihan pajak global, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 (PMK 61/2023). Dalam aturan tersebut, dijelaskan mengenai tindak lanjut permintaan bantuan penagihan dari negara mitra serta pengajuan bantuan penagihan kepada negara mitra.
Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan permintaan bantuan penagihan pajak kepada pejabat yang berwenang di negara/yurisdiksi mitra untuk memperoleh pembayaran atas utang pajak dan biaya penagihan pajak. Saat meminta bantuan penagihan pajak, pengajuan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Bantuan penagihan pajak kepada yurisdiksi mitra dilakukan berdasarkan klaim pajak. Klaim pajak merupakan instrumen legal dari negara/yurisdiksi mitra sehubungan dengan permintaan bantuan penagihan pajak.
Dalam klaim tersebut, harus termuat informasi berikut seperti nomor referensi, nilai klaim pajak, identitas penanggung pajak, penjelasan mengenai penagihan pajak yang telah dilakukan oleh yurisdiksi mitra, dan tindakan penagihan yang diminta. Selain itu, klaim pajak juga perlu memuat daftar barang milik penanggung pajak, tanggal daluwarsa penagihan di yurisdiksi mitra, serta nomor rekening tujuan hasil pemberian bantuan penagihan.
Direktur Jenderal Pajak kemudian akan melakukan penelitian antara informasi dengan klaim pajak yang diajukan oleh negara mitra. Jika disetujui, klaim pajak akan menjadi dasar penagihan pajak, dengan nilai klaim pajak yang berkedudukan sama dengan utang pajak.
Penagihan kemudian dilakukan berdasarkan mekanisme penagihan aktif, yakni melalui penerbitan surat teguran dan surat paksa.
Anda dapat membaca selengkapnya pada artikel berikut: Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Categories:
Tax Learning23 Agustus 2023