
Saat ini, tidak sedikit suatu bidang tanah atau bangunan bisa dimiliki lebih dari satu pihak. Bagi pemilik tanah dan/atau bangunan di DKI Jakarta yang ingin memisahkan kewajiban PBB-P2 kini perlu memahami syarat administrasi pemecahan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB-P2). Ketentuan administrasi pemecahan SPPT PBB-P2 telah diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 458 Tahun 2024 (KEP 458/2024). Berikut penjelasannya.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) UU HKPD, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak daerah untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. SPPT menjadi dasar penagihan yang wajib dilunasi oleh wajib pajak dalam periode waktu yang telah ditentukan.
Pemecahan SPPT PBB-P2 adalah proses administratif yang dilakukan untuk memisahkan satu SPPT atas satu objek pajak menjadi dua atau lebih SPPT yang berdiri sendiri. Hal ini dilakukan apabila satu bidang tanah atau bangunan telah dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh lebih dari satu pihak dan sudah memiliki batas yang jelas secara fisik, sehingga masing-masing pihak memerlukan dokumen SPPT tersendiri.
Berdasarkan lampiran huruf D KEP 458/2025, berikut beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dalam pengajuan pemecahan SPPT PBB-P2 (selain objek rumah susun):
Categories:
Tax Learning
Jadwal Training