Dalam gelaran Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum 2023, Forum Komunikasi Air Limbah (Forkalim) kembali menyerukan isu mengenai pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam pengelolaan air limbah.
Ketua Forkalim, Kabir Bedi, menyebutkan bahwa perlu adanya transformasi kebijakan PPN untuk mendorong pengelolaan sanitasi di Indonesia. “PPN atas suatu barang atau jasa sudah pasti mempengaruhi harga dan productivity,” ujarnya.
Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa pengelolaan air limbah di Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Data tahun 2015 dari World Bank, WHO, dan UNICEF menunjukkan hanya 61% masyarakat Indonesia yang memiliki akses pengelolaan air limbah yang aman. Jumlah tersebut masih di bawah negara-negara lain, seperti Singapura yang sudah mencapai 100%, Malaysia sebesar 96%, Thailan mencapai 93%, dan Vietnam sebanyak 78%.
Buruknya sanitasi di Indonesia berdampak sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Kabir menuturkan di daerah-daerah dengan sanitasi buruk, banyak anak yang lahir dalam kondisi cacat. Ia juga menjelaskan bahwa salah satu studi Bank Dunia menunjukkan sanitasi yang tidak dikelola dengan baik berpotensi merugikan negara sebesar Rp66,6 triliun per tahunnya.
Dampak Pemungutan PPN dalam Pengelolaan Air Limbah
Pemungutan PPN tentu berdampak pada harga layanan yang harus dibayar masyarakat, atau dalam konteks PPN dikenal dengan istilah Pajak Keluaran. Di sisi lain, pihak operator atau penyedia layanan juga terbebani PPN (Pajak Masukan) saat memperoleh bahan maupun peralatan yang digunakan dalam kegiatan operasi.
Saat ini, masyarakat masih enggan untuk berlangganan layanan pengolahan limbah. Kabir menuturkan jika masyarakat ingin layanan secara gratis. Masyarakat merasa terbebani jika harus membayar pajak atas jasa pengelolaan air limbah ini. “Mereka berharap gratis, ini layanan pemerintah. Mereka beranggapan yang perlu sanitasi ini pemerintah, dan mereka merasa sudah membayar pajak,” jelas Kabir.
Dalam pembangunan instalasi pengolahan air limbah, para operator juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Atas perolehan bahan kimia, peralatan, serta infrastruktur lainnya, para operator harus membayar PPN. Maka dari itu, menurut Kabir insentif juga harus diberikan untuk PPN Masukan bagi penyedia layanan. “Jangan hanya berpikir PPN keluaran, ini harus komprehensif, termasuk PPN Masukan. Kalau tidak hanya jadi beban tambahan bagi operator,” ujarnya.
Haula Rosdiana, Guru Besar Kebijakan Pajak UI, yang juga hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa timbul beban PPN masukan di sisi operator. “Maka sudah selayaknya itu menjadi barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN,” tutur Haula Rosdiana.