Tax Learning

Mengenal Pemajakan Sarang Burung Walet dalam UU HKPD

Sarang burung walet merupakan salah satu komoditas unggulan bernilai tinggi yang banyak diminati pasar domestik maupun pasar internasional, karena tidak hanya memiliki manfaat kesehatan tetapi juga bernilai budaya. Sebagai salah satu produsen utama sarang burung walet, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor usaha sarang walet, tidak hanya dari penerimaan ekspor, tetapi juga sebagai sumber penerimaan daerah melalui instrumen pajak.

Dasar hukum pemungutan Pajak Sarang Burung Walet telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Ketentuan tersebut kemudian disesuaikan dan diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), yang menegaskan kembali Pajak Sarang Burung Walet sebagai bagian dari jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.

Objek Pajak Sarang Burung Walet

Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Kemudian yang dimaksud dengan burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga (walet sarang putih), collocalia maxina (walet sarang hitam), collocalia esculanta (walet sapi), dan collocalia linchi (walet sriti). Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak daerah yang pemungutannya diatur dan diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota (Pasal 4 ayat (2) huruf g UU HKPD).

Namun demikian, terdapat beberapa objek pengecualian Pajak Sarang Burung Walet yakni pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan negara bukan pajak dan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Kemudian, pada Pasal 77 UU HKPD dijelaskan juga bahwa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet

Merujuk Pasal 79 UU HKPD, tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang burung walet. Nilai tersebut dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah bersangkutan dengan volume sarang burung walet.

Contoh Perhitungan Pajak Sarang Burung Walet

Khaled memiliki usaha budidaya sarang walet di daerah Pekalongan, Jawa Tengah. Dalam kegiatan usaha budidayanya, burung walet jenis sriti telah menghasilkan sebanyak 10 kg sarang walet (satuan dalam volume). Adapun harga pasaran sarang walet yang dihasilkan oleh walet jenis sriti adalah Rp15.000/gram atau Rp15.000.000/kg. Berdasarkan ketentuan peraturan daerah yang ditetapkan oleh walikota Pekalongan, tarif Pajak Sarang Burung Walet adalah 10%.

Perhitungan Pajak Sarang Walet
DPP Pajak Sarang Walet = Harga Pasaran Umum x Volume = Rp15.000 x 10 =Rp150.000.000
Pajak Terutang = DPP Pajak Sarang Walet x Tarif Pajak = Rp150.000.000 x 10% = Rp15.000.000

Categories: Tax Learning

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA