Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pemerintah telah mengeluarkan aturan yang mengatur tentang jenis BKP selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2021 (PMK 96/2021).
Dalam aturan tersebut, jenis BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dikelompokkan menjadi empat dengan tarif yang berbeda-beda sebagai berikut:
Tarif PPnBM | Jenis Barang Mewah |
---|---|
20% | Hunian mewah |
40% | Balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak serta juga berlaku untuk kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya. |
50% | Pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok tarif 40% serta kelompok senjata api dan senjata api lainnya |
75% | Kapal pesiar mewah atau angkutan umum |
Selain menetapkan jenis BKP yang tergolong mewah, terdapat lima jenis barang yang atas impor atau penyerahannya dikecualikan dari PPnBM. Lima jenis barang tersebut adalah:
- peluru senjata api untuk keperluan negara;
- pesawat udara dengan tenaga penggerak untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
- senjata api untuk keperluan negara;
- kapal pesiar, kapal ekskursi, dan/atau kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis dan/atau yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum; dan
- yacht untuk usaha pariwisata.
Pengajuan SKB PPnBM
Pengecualian pengenaan PPnBM atas impor/penyerahan BKP di atas, selain yacht pariwisata, dapat diberikan tanpa harus memiliki SKB PPnBM, dalam hal BKP yang tergolong mewah tersebut telah memperoleh fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut PPN sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Namun, jika BKP yang tergolong mewah tersebut tidak memperoleh fasilitas yang dimaksud, Wajib Pajak perlu memiliki SKB PPnBM untuk mendapatkan pengecualian dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan BKP yang tergolong mewah untuk setiap kali impor atau penyerahan.
Untuk memperoleh SKB PPnBM, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan SKB PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui laman DJP atau laman yang terintegrasi dengan sistem DJP dengan dilengkapi unggahan dokumen pendukung. Ketentuan pada PMK 96/2021 telah diperbarui dengan PMK 15 Tahun 2023.
Permohonan SKB PPnBM harus memuat informasi:
- nama WP, nama wakil, atau nama kuasa;
- alamat Wajib Pajak;
- NPWP, NPWP wakil dari WP atau NPWP kuasa dari WP;
- jenis usaha atau instansi/lembaga;
- kode BKP dan nama dan/atau jenis BKP;
- kuantitas barang;
- Nilai Impor, dalam hal impor atau Harga Jual, dalam hal penyerahan;
- PPnBM terutang;
- nomor dan tanggal invoice, dalam hal melakukan impor BKP yang tergolong mewah;
- nomor dan tanggal kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen yang dipersamakan;
- kurs mata uang asing serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri yang digunakan saat permohonan, dalam hal melakukan impor BKP yang tergolong mewah; dan
- identitas pengurus atau pejabat yang berwenang dari instansi yang mengajukan permohonan.
Dokumen pendukung yang diperlukan untuk melengkapi permohonan di antaranya:
- invoice, bill of landing atau airway bill dalam hal melakukan impor BKP yang tergolong mewah.
- kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen yang dipersamakan yang memuat keterangan nama penjual, nama pembeli, serta jenis dan spesifikasi BKP yang tergolong mewah
- dokumen yang menunjukkan kegiatan usaha angkutan udara atau usaha angkutan umum di perairan berupa nomor izin berusaha dan sertifikat standar yang telah diverifikasi, untuk impor pesawat udara untuk kepentingan negara atau kapal/yacht untuk kepentingan umum; dan
- dokumen yang menunjukkan kegiatan usaha pariwisata berupa nomor izin berusaha dan sertifikat standar yang telah diverifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata, untuk impor yacht untuk usaha pariwisata.
Selain itu, memenuhi ketentuan di atas Wajib Pajak juga harus tidak memiliki utang pajak kecuali Wajib Pajak mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak serta telah menyampaikan SPT PPh 2 Tahun Pajak terakhir dan SPT Masa PPN 3 Masa Pajak terakhir.