Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Merger, Konsolidasi Dan Akuisisi

nilai bukuI.    Pendahuluan

Salah satu tujuan dari Bisnis adalah meningkatkan penjualan secara berkesinambungan. Selain itu Perusahaan juga diharapkan mampu untuk menjalankan seluruh proses bisnis secara efektif dan efisien, memangkas biaya operasional hingga meningkatkan produktifitas karyawan.

Untuk dapat  mewujudkan hal tersebut di atas diperlukan peningkatan kapasitas operasional perusahaan dan rencana yang matang. Secara konvensional keperluan itu dapat dipenuhi dengan meningkatkan sumber daya seperti penambahan asset tetap, rekruitmen karyawan, perbaiakan sistem prosedur dan sebagainya. Peningkatan kapasitas operasional dapat juga ditempuh secara anorganik melalui pembelian perusahaan lain (akuisisi) atau penggabungan (merger atau konsolidasi) secara simultan yang di dalam akuntansi  disebut sebagai kombinasi bisnis. Kombinasi bisnis ini juga dapat bertujuan mendapatkan sinergi. Sinergi dapat berupa nilai tambah yang rasional dan terukur. Dari perspektif laba, sinergi dapat berupa kenaikan penjualan dan penurunan biaya. Setiap transaksi kombinasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan memiliki implikasi perpajakan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.

II.    Pembahasan

Perbedaan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu strategi kombinasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaaan dalam mengembangkan kegiatan usahanya, dapat dilakukan dengan cara merger, konsolidasi, atau akusisi. Dalam perspektif perpajakan, hal ini disebut sebagai penggabungan, peleburan ataupun pemekaran kegiatan usaha. Dari sudut pandang perpajakan, terdapat 2 (dua) metode pencatatan atas transaksi kegiatan tersebut, yaitu:

  1. Menggunakan Nilai buku (tanpa pajak – sebagai insentif penguatan dan sinergis bisnis)
  2. Menggunakan Harga pasar (dengan pajak atas jumlah lebih nilai pasar di atas nilai buku)

Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008  bahwa:

“Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.”

Berdasarkan kuasa exception clause pada Pasal 10 ayat (3) diatas, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar atas transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha, yaitu atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest) yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha.

Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dengan menggunakan metode harga pasar wajar, maka dapat menimbulkan selisih harga di atas harga nilai buku, yang dianggap sebagai keuntungan yang sering disebut dengan goodwill, yang merupakan Objek PPh berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Sebelum membahas lebih lanjut, berikut ini definisi dan gambaran dari transaksi merger, konsolidasi, dan akuisisi.

a.    Penggabungan Usaha atau Merger
Penggabungan Usaha atau merger merupakan penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil. Secara ringkas berikut ilustrasi terjadinya transaksi merger:

merger1

Dalam hal ini, PT A membeli semua aset neto (harta – utang) milik PT B, sehingga penggabungan usaha atau merger mengakibatkan salah satu badan usaha tetap survive yaitu PT A.

b.    Peleburan Usaha atau Konsolidasi
peleburan usaha atau konsolidasi adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru. Secara ringkas berikut ilustrasi terjadinya konsolidasi :

 
 merger2
 
Namun, dalam praktek di lapangan transaksi ini jarang dilakukan, dikarenakan dengan didirikannya perusahaan baru maka perlu melakukan branding kembali untuk mendapatkan kepercayaan konsumen sehingga langkah inikurang realistis.

c.    Pemekaran Usaha atau Akuisisi
Pemekaran usaha atau akusisi adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.

merger3

Dalam hal Wajib Pajak melakukan Pemekaran usaha dengan akuisisi dengan pembelian saham, maka masing-masing Wajib Pajak tetap survive dan melanjutkan bisnis tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.

Syarat Penggunaan Nilai Buku
Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 adalah:

  1. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger, yang meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha;
  2. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha, yaitu:
    1. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau
    2. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

Kemudian, Wajib Pajak yang melakukan melakukan pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha sebagaimana dimaksud di atas wajib memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut:

a. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;

Permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak ini harus diajukan oleh :

  • Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal dilakukan merger atau
  • Wajib Pajak yang mengalihkan harta, dalam hal dilakukan pemekaran usaha.

Permohonan tersebut harus diajukan melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan. Selain itu, Wajib Pajak yang mengajukan permohonan tersebut juga harus melampirkan lampiran I, II, dan III dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 28/PJ/2008 yaitu:

  • Surat permohonan sesuai dengan format yang telah ditetapkan dalam lampiran  I;
  • Melampirkan surat pernyataan yang mengemukakan alasan dan tujuan melakukan merger atau pemekaran usaha dengan disertai bukti pendukung dalam lampiran II;
  • Melampirkan daftar isian dan surat pernyataan dalam rangka business purpose test sesuai dengan format yang telah ditetapkan dalam lampiran  III.

b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait

Pelunasan seluruh utang pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan Wajib Pajak yang menerima harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak lokasi.

c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan persyaratan business purpose test dalam Pasal 2 huruf c apabila:

  • tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak;
  • kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger;
  • kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;
  • kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;
  • kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran usaha; dan
  • harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha.

Sebelum Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, Wajib Pajak terlebih dahulu harus memenuhi ketiga syarat diatas yang berlaku secara kumulatif. Selain ketiga syarat diatas, Wajib Pajak juga harus memenuhi ketentuan lainnya yaitu Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang menerima harta khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta harus diaudit oleh akuntan publik.

Jangka Waktu Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan dari Wajib Pajak mengenai penggunaan nilai buku dalam transaksi merger secara lengkap.Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan kepadanya diterbitkan surat keputusan persetujuan.

Aspek Kompensasi Kerugian Dalam Hal Merger atau Pemekaran Usaha
Wajib Pajak yang melakukan merger dengan menggunakan nilai buku dan telah memenuhi syarat yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Wajib Pajak tidak boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri atau Wajib Pajak yang dilebur.

Aspek Pencatatan harta yang dialihkan

  1. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pengalihan seluruh harta tersebut harus dinilai dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperoleh dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
  2. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang mengalihkan harta.
  3. Dalam hal Wajib Pajak sebelum merger atau pemekaran usaha telah melakukan penilaian kembali aktiva tetap, nilai buku yang dicatat adalah nilai buku setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap.

Aspek Penyusutan dan Amortisasi Harta yang Dialihkan

  1. Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk tahun buku terjadinya pengalihan harta dilakukan secara prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang mengalihkan harta.
  2. Bagi Wajib Pajak yang mengalihkan harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan dihitung secara prorata sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan harta.
  3. Bagi Wajib Pajak yang menerima harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang diterima dihitung secara prorata sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta.
  4. Penyusutan dan amortisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c di atas menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang bersangkutan.

Aspek Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal Merger atau Pemekaran Usaha

  • Apabila merger dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum merger.
  • Apabila pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak setelah pemekaran usaha tidak boleh lebih kecil dari angsuran PPh Pasal 25 dari Wajib Pajak yang terkait sebelum pemekaran usaha.
  • Dalam hal setelah merger atau pemekaran usaha Wajib Pajak mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku, yang dapat dilakukan oleh:
    1. Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger; atau
    2. Wajib Pajak yang menerima maupun mengalihkan harta dalam rangka pemekaran usaha.

Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan PPh Dalam Hal Merger atau Pemekaran Usaha Dilakukan dalam Tahun Berjalan

  1. kewajiban formal penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang mengalihkan harta berakhir sampai dengan masa pajak/bagian tahun pajak dilakukannya merger.
  2. kewajiban formal penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi Wajib Pajak baru yang menerima harta dalam rangka peleburan dan pemekaran usaha, dimulai sejak Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak segera setelah pendirian badan usaha baru.

Ketentuan Lain

  • Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, yang akan menjual sahamnya di bursa efek, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
  • Jangka waktu 1 (satu) tahun tersebut dapat diperpanjang karena keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
  • Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan diatas, maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.

III.    Penutup

Dalam rangka penggabungan, peleburan ataupun pemekaran kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak terdapat 2 (dua) metode pencatatan dalam melakukan kombinasi bisnis, yaitu menggunakan nilai buku atau nilai pasar. Dalam hal Wajib Pajak menggunakan nilai pasar, maka akan menimbulkan selisih harga diatas harga buku sebagai keuntungan (goodwill) yang berdampak pada timbulnya Pajak Penghasilan atas transaksi tersebut. Sedangkan, apabila Wajib Pajak menggunakan nilai buku (pooling of interest) tidak menyebabkan adanya goodwill, Namun Wajib Pajak yang menggunakan pooling of interest tersebut, terlebih dahulu harus memenuhi syarat yang telah dijelaskan sebelumnya.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 28/PJ/2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 21/PJ.42/1999 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 29/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait