Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21

pengawasan_pph dI.    Pendahuluan

Di dalam ilmu manajemen keuangan dikenal suatu konsep Time value of money dimana nilai uang pada waktu sekarang akan lebih berharga dari pada nilai uang pada masa yang akan datang. Apabila disederhanakan dalam penilaian terhadap uang, maka nilai Rp10.000 yang diterima saat ini akan lebih bernilai atau lebih tinggi dibandingkan dengan Rp10.000 yang akan diterima dimasa akan datang. Kondisi ini dikarenakan nilai uang yang senantiasa berubah menurut waktu dengan disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi seperti adanya inflasi, perubahan suku bunga, maupun keadaan politik yang dinamis.
Bagi suatu negara, konsep time value of money dapat dipergunakan dalam proses penghitungan penerimaan anggaran, dimana negara berupaya agar penerimaan negara dapat dioptimalkan pada masa sekarang untuk mencapai target tersebut. Salah satu yang menjadi concern utama pemerintah dalam mengamankan penerimaan negara berasal dari sektor pajak, hal ini dikarenakan pajak merupakan penyumbang terbesar penerimaan negara dibandingkan dengan sektor lainnya. Kaitan konsep time value of money dengan pajak bagi negara bahwa diperlukan suatu pengawasan pembayaran pajak sehingga realisasi penerimaan akan ter-capture dengan sebagaimana mestinya dan nilai uang akan menjadi bermanfaat jika diterima saat ini.
Melalui hal tersebut, Pemerintah akan dapat “meramalkan” dampak yang akan terjadi ke depan terkait realisasi penerimaan dan langkah kebijakan apa yang perlu dikeluarkan setelahnya. Pengawasan dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan oleh petugas pajak  terhadap pembayaran pajak setiap masa Wajib Pajak yang dilakukan. Hal tersebut juga selaras dengan adanya pengawasaan dari sistem self assesment yang dianut dalam pemungutan pajak di Indonesia, dimana penghitungan, penyetoran, dan pembayaran pajak sebelumnya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.
 

 

II.    Pembahasan

Pengertian dan Ruang Lingkup Pengawasan Pembayaran Masa

Pembayaran Masa adalah pembayaran pajak yang wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak untuk setiap masa pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Sedangkan, Pengawasan Pembayaran Masa meliputi kegiatan pengawasan yang dilakukan terhadap pembayaran masa Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh petugas pajak pada suatu bulan tertentu. Adapun Pengawasan pembayaran masa dilakukan terhadap seluruh jenis pajak, namun demikian petugas pajak perlu memperlihatkan terhadap beberapa jenis pajak yang pembayarannya didasarkan atas kegiatan usaha atau transaksi ekonomi tertentu dari masing-masing Wajib Pajak. Perkiraan jumlah pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk setiap masa pajak yang nilainya berdasarkan hasil analisa pembayaran sesuai dengan data transaksi yang dilakukan Wajib Pajak. Jenis Pembayaran Masa terdiri dari :

  1. Pembayaran yang dianggap wajar yaitu pembayaran masa yang jumlah pembayaran pajaknya dianggap telah sesuai dengan ketentuan
  2. Pembayaran yang dianggap tidak wajar yaitu pembayaran masa yang jumlahnya mengalami kenaikan atau penurunan setiap bulannya dan/atau tidak sesuai ketentuan
  3. Tidak ada pembayaran/nihil.
Pada umumnya bentuk kegiatan pengawasan pembayaran masa adalah dengan penyusunan tabelaris pengawasan pembayaran masa yang berisi beberapa hal sebagai berikut:
 
1.Perbandingan masa pajak sekarang, masa pajak sebelumnya dan masa pajak yang sama pada tahun sebelumnya untuk setiap jenis pajak atas seluruh WP yang diawasi sesuai dengan ketentuan surat edaran ini
2.Melakukan analisa kewajaran serta melakukan tindak lanjut atas pengawasan pembayaran masa yang meliputi :
 a.Pembayaran yang dianggap wajar
 b.Pembayaran yang dianggap tidak wajar
 c.Tidak ada pembayaran/nihil.
3.Melakukan tindak lanjut atas pengawasan pembayaran masa yang meliputi :
 a.himbauan dan konseling
 b. tindak lanjut himbauan dan konseling yaitu usulan pemeriksaan atau memantau realisasi pembayarannya.
Terkait dengan Tabelaris Pengawasan Pembayaran Masa dibuat sesuai dengan Lampiran II.a Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 27/PJ/2012, sebagai berikut
 
tabel pengawasan
Tabelaris Pengawasan Pembayaran Masa

Pelaksanaan Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21

Pelaksanaan pengawasan pembayaran masa per bulan dilakukan dengan memanfaatkan data pengawasan pembayaran masa yang dapat diakses melalui portal DJP, terutama data pembayaran WP pada menu Pengawasan Pembayaran Masadan Modul Penerimaan Negara (MPN) serta data lain terkait dengan potensi WP. Selain itu, Pengawasan pembayaran Masa PPh Pasal 21 selaras dengan Bentuk, isi, tata cara pengisian Dan Penyampaian Surat  Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 14/PJ/2013 yang mulai berlaku 1 Januari 2014. Pada aturan terbaru ini, terdapat perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 32/PJ/2009. Perubahan tersebut terlihat pada formulir  SPT untuk pelaporan pajak bagi pegawai tetap. Pada ketentuan PER – 32/PJ/2009, SPT PPh Pasal 21 hanya menampilkan pemotongan pajak pegawai tetap untuk setahun saja, sedangkan di ketentuan PER – 14/PJ/2013  selain pemotongan pajak setahun juga terdapat pemotongan pajak bulanan (masa) untuk pegawai tetap yang harus dilaporkan. Detail laporan tersebut terlihat pada lampiran laporan detail per bulan untuk jumlah Bruto dan Jumlah PPh Pasal 21 untuk setiap pegawai, sebagai berikut:

Formulir 1721-1
Formulir 1721 –I Satu Masa Pajak
Dengan adanya ketentuan tersebut, Wajib Pajak semestinya harus lebih patuh  dan melakukan perhitungan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini dikarenakan petugas pajak memiliki tools untuk melakukan perkiraan PPh Pasal 21 terutang atas pegawai yang bersangkutan dengan cara menghitung ulang PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dengan dasar jumlah bruto setiap pegawai. Atas data tabelaris pengawasan pembayaran masa PPh Pasal 21 juga akan terlihat fluktuasi pembayaran apakah wajar atau tidak karena bentuk pengawasan dilakukan dengan membandingkan pembayaran masa sebelumnya, dan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Umumnya penyebab pembayaran yang tidak wajar terkait PPh Pasal 21 disebabkan beberapa hal seperti adanya penambahan/pengurangan pegawai, kenaikan gaji, bonus/THR/tantiem/ pesangon/outsourcing, pegawai tidak tetap, dan lain sebagainya.
Apabila ditemukan adanya kesalahan penghitungan yang menyebabkan PPh Pasal 21 kurang bayarnya bertambah, Wajib Pajak akan dihimbau untuk melakukan pembetulan, sehingga atas pembetulan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar tersebut, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan sesuai dengan Pasal 8 ayat 2a UU No. 28 Tahun 2007. Dalam hal ditemukan terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pengawasan masa PPh Pasal 21, Wajib Pajak dapat dihimbau untuk memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
 
III.    Penutup

Pengawasan Pembayaran Masa merupakan salah satu kebijakan pengawasan yang dilakukan oleh petugas pajak terhadap pembayaran masa Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung pada suatu bulan tertentu, untuk memaksimalkan time value of money pada penerimaan negara. Pengawasan Pembayaran Masa PPh Pasal 21, dilakukan dengan membandingkan pembayaran masa atau tahun sebelumnya pada periode yang sama, sehingga dapat dianalisa suatu pembayaran dianggap wajar atau tidak wajar. Apabila ditemukan pembayaran yang tidak wajar dan ternyata ditimbulkan adanya kesalahan penghitungan yang menyebabkan PPh Pasal 21 kurang bayarnya bertambah, Wajib Pajak akan dihimbau untuk melakukan pembetulan, sehingga atas pembetulan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar tersebut, akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26.
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 27/PJ/2012 Tentang Pengawasan Pembayaran Masa
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait