Setelah masa Amnesti Pajak berakhir, pengujian kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) diprioritaskan kepada Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Amnesti Pajak. Namun demikian, berdasarkan Surat Edaran Nomor SE – 11/PJ/2017, DJP juga menetapkan kebijakan dan strategi pemeriksaan untuk Wajib Pajak yang sudah mengikuti Amnesti Pajak (Pengampunan Pajak) dengan uraian sebagai berikut:
- Wajib Pajak yang telah mengikuti Pengampunan Pajak tidak dapat dilakukan pemeriksaan untuk kewajiban perpajakan PPh, PPN dan PPnBM untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
- Namun demikian, Kepala KPP dapat melakukan penelusuran harta (asset tracing) yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya serta dapat melakukan pemeriksaan atas kewajiban perpajakan untuk jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan/atau Bea Meterai (BM) untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang belum daluwarsa penetapan.
- Termasuk harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana butir 2 adalah:
- Harta Bersih tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Pengampunan Pajak.
- Harta Bersih dalam SPT PPh Terakhir yang disampaikan setelah berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh Pengampunan Pajak, namun tidak mencerminkan:
- Harta Bersih yang telah dilaporkan dalam SPT PPh yang disampaikan sebelum SPT PPh Terakhir dan Undang- Undang Pengampunan Pajak berlaku;
- Harta Bersih yang bersumber dari penghasilan yang diperoleh pada Tahun Pajak Terakhir; dan
- Harta Bersih yang bersumber dari setoran modal dari pemilik atau pemegang saham pada Tahun Pajak Terakhir.
- Harta Bersih yang belum atau kurang diungkapkan akibat penyesuaian nilai Harta berdasarkan Surat Pembetulan Atas Surat Keterangan.
- Apabila diperoleh data dan/atau informasi harta sebagaimana dimaksud pada butir 2 atau butir 3 maka KPP setelah melakukan penelitian harus menindaklanjuti data tersebut dengan melakukan pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data Harta Bersih sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak dan aturan pelaksanaannya.
- Bagi Wajib Pajak yang telah mengikuti Pengampunan Pajak berlaku kebijakan pemeriksaan sebagai berikut:
- Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak setelah akhir tahun pajak terakhir sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
- Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir i, dilakukan sesuai dengan tata cara pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang perpajakan dan aturan pelaksanaannya.
- Dalam pelaksanaan pemeriksaan, selain memperhatikan ketentuan pada butir ii, pemeriksa pajak juga harus memperhatikan antara lain:
- Pasal 14 Undang-Undang Pengampunan Pajak jo Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai perlakuan penyusutan atau amortisasi atas harta tambahan dan perlakuan pembukuan atas saldo laba ditahan;
- Pasal 15 Undang-Undang Pengampunan Pajak jo Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai perlakuan pembebasan PPh final atas pengalihan harta tambahan sampai dengan tanggal 31 Desember 2017;
- Pasal 16 Undang-Undang Pengampunan Pajak jo Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai:
- perlakuan kompensasi rugi fiskal dalam SPT untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir ke bagian tahun pajak atau tahun pajak berikutnya;
- perlakuan kompensasi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Masa PPN untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir ke masa pajak berikutnya; dan/atau
- perlakuan atas pembetulan SPT untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang dilakukan setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku.
- Pasal 17 Undang-Undang Pengampunan Pajak jo. Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 terkait pengaturan mengenai kedudukan surat ketetapan pajak, surat keputusan, dan putusan yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan maupun yang terbit setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan;
- Kesesuaian antara nilai harta bersih yang diungkapkan dengan tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan;
- Kesesuaian antara penghasilan yang dilaporkan dalam SPT setelah SPT tahun terakhir dengan tambahan harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berpotensi menjadi sumber penghasilan atau menjadi sumber biaya.