Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya Bagi Industri Tertentu (Perusahaan Asuransi)

I.    Pendahuluan

asuransiDalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dijelaskan bahwa usaha asuransi merupakan usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. Usaha asuransi hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO), Koperasi, Usaha Bersama (Mutual). Secara tidak langsung, maka usaha asuransi wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang memiliki kewajiban untuk melakukan penghitungan Penghasilan Kena Pajak berdasarkan prinsip self assessment system. Perusahaan asuransi memiliki risiko tinggi yang penuh ketidakpastian bagi kelangsungan usahanya, hal ini dikarenakan perusahaan asuransi harus menanggung risiko yang cukup besar dari pemegang polis yang telah mengalihkan risikonya dengan membayar premi secara rutin ke perusahaan asuransi. Risiko terkait gagal klaim mungkin saja dapat terjadi bila tidak terdapat kemampuan pembayaran klaim dalam jumlah yang besar dan dalam waktu bersamaan kepada puluhan, ratusan bahkan ribuan pemegang polis. Atas dasar ketidakpastian dan risiko usaha yang dijalankan tersebut, pemerintah melalui ketentuan pajak yang dikeluarkan mengakomodir hal terkait dengan diperbolehkannya perusahaan asuransi untuk melakukan pembentukan atau pemupukan dana cadangan.

II.    Pembahasan

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dikatakan “Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :

c.pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
 1.cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
 2.cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
 3.cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
 5.cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
 6.cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
Maka perusahaan asuransi merupakan salah satu badan usaha tertentu yang diperbolehkan untuk membentuk dana cadangan yang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Hal ini ditegaskan kembali pada Pasal 1 huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009, yaitu ; cadangan untuk usaha asuransi yang boleh dikurangkan sebagai biaya, meliputi ;

1.cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
2.cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa

Cadangan Premi Tanggungan Sendiri Untuk Perusahaan Asuransi Kerugian
Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 dijelaskan bahwa:

Besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian yang dapat dibebankan sebagai biaya ialah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Dapat disimpulkan bahwa penghasilan perusahaan asuransi kerugian pada prinsipnya merupakan jumlah premi yang diterima lebih dahulu. Oleh karena itu penghasilan yang diterima terlebih dahulu tersebut baru akan menjadi objek PPh pada tahun pajak berikutnya.

Contoh Kasus – Asuransi Kerugian atas Cadangan Premi
PT X merupakan perusahaan asuransi yang pada tahun 2015 dan pada tahun 2016 memiliki data asuransi sebagai berikut:

NoDeskripsi20152016
1Perolehan Premi Tanggungan SendiriRp 70.000.000.000Rp 90.000.000.000
2Cadangan Premi (40% x Premi Tanggungan Sendiri)(Rp 28.000.000.000)(Rp 36.000.000.000)
3

Cadangan Premi Tahun Sebelumnya

Rp 28.000.000.000
4Penghasilan Kena Pajak (1 + 2 + 3)Rp 42.000.000.000Rp 82.000.000.000

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi PT X, besarnya biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto yaitu sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan data diatas diketahui pada tahun 2015 besarnya cadangan premi asuransi PT X yaitu Rp 28.000.000.000 yang berasal 40% dari jumlah perolehan premi tanggungan sendiri yang diterima dalam tahun pajak yang bersangkutan (Rp 70.000.000.000 x 40%), begitu juga dengan cadangan premi pada tahun 2016.
Cadangan premi yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam tahun pajak berjalan akan menjadi komponen penambah penghasilan bagi PT X pada tahun berikutnya, sehingga PKP pada tahun 2016 yaitu sebesar =  Rp 90.000.000.000 – Rp 36.000.000.000 + Rp 28.000.000.000 = Rp 82.000.000.000

Cadangan Klaim Tanggungan Sendiri Untuk Perusahaan Asuransi Kerugian
Dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 dijelaskan bahwa :

Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.
Cadangan klaim tanggungan sendiri dibentuk pada akhir tahun pajak.
Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri.
Dalam hal jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.

Berdasarkan pasal 13 tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri dapat dibebankan seluruhnya yaitu 100% (seratus persen) dari:

jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar;dan
klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.

Sedangkan, untuk perlakuan atas selisih antara cadangan dan realisasi jumlah klaim tanggungan sendiri diperlakukan sebagai berikut:

Selisih lebih merupakan objek PPh pada tahun ini
Selisih kurang dapat dibebankan sebagai biaya

Untuk perkiraan besarnya cadangan klaim yang sedang dalam proses dihitung dengan memperhatikan besarnya tanggungan maksimum sesuai yang tercantum dalam perjanjian polis.

Contoh Kasus – Asuransi Kerugian atas Cadangan Klaim
Perusahaan asuransi PT. A secara komersial pada akhir tahun 2015 membentuk dana cadangan klaim sebesar Rp 40.000.000.000 dengan perincian sebagai berikut :

Klaim yg sudah selesai diproses tetapi belum dilakukan pembayaran sebesar Rp 15.000.000.000;
Klaim yg belum selesai diproses (sudah dilaporkan oleh tertanggung tetapi jumlah klaim masih dalam proses) sebesar Rp 12.000.000.000;
Klaim yg berhubungan dengan adanya peristiwa yang telah terjadi dan diumumkan di koran atau informasi lainnya akan tetapi belum dilaporkan (IBNR = incurred but not reported) tertanggung sebesar Rp13.000.000.000

Berdasarkan kasus diatas maka perusahaan asuransi PT. A hanya dapat membebankan cadangan klaim tahun 2015 sebagai biaya yaitu sebesar:

Rp 15.000.000.000 + Rp 12.000.000.000= Rp 27.000.000.000
IBNR sebesar Rp 13.000.000.000 tidak dapat dibebankan sebagai cadangan klaim

Namun jika pada tahun pajak 2016 klaim yang sebenarnya dibayar oleh PT A sebesar Rp 20.000.000.000, maka kelebihan dana sebesar Rp 7.000.000.000 diperhitungkan sebagai penghasilan yang merupakan objek PPh.

Cadangan Premi untuk Perusahaan Asuransi Jiwa
Besarnya saldo cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa setiap tahun harus dihitung oleh aktuaris dan harus mendapat pengesahaan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Besarnya cadangan premi yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah kenaikan jumlah saldo dibandingkan dengan saldo awal cadangan premi tahun yang bersangkutan. Atas saldo cadangan premi setiap tahun. Perusahaan asuransi harus memperhitungkan pembayaran klaim asuransi yang sudah jatuh tempo atau karena meninggalnya tertanggung pada tahun yang bersangkutan, dan pembayaran klaim tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.

Contoh Kasus Asuransi Jiwa atas Cadangan Premi dan Pembayaran Klaim
Berdasarkan penghitungan aktuaris besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa PT ABC Asuransi :

NoDeskripsiBesarnya
1Akumulasi Cadangan Premi Akhir Tahun 2015Rp 60.000.000.000
2Akumulasi Cadangan Premi Akhir Tahun 2014Rp 40.000.000.000
3Pembayaran Premi TertanggungRp 30.000.000.000

Sehingga dapat disimpulkan bahwa :

Besarnya kenaikan cadangan premi selama Tahun pajak 2015 sebesar Rp 50.000.000.000, yaitu ; Rp 60.000.000.000 – (Rp 40.000.000000 – Rp 30.000.000.000 )  = Rp 50.000.000.000
Besarnya cadangan premi yang boleh dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan asuransi jiwa ABC pada tahun pajak 2015 adalah Rp 50.000.000.000.

III.    Penutup

Secara prinsip biaya berupa pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak. Namun, terdapat beberapa badan usaha tertentu yang kegiatan usahanya diperbolehkan untuk membebankan biaya cadangan tersebut dalam menghitung penghasilan kena pajak, diantaranya perusahaan asuransi, dimana dapat melakukan pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang meliputi cadangan premi dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian , serta cadangan premi dan pembayaran klaim untuk perusahaan asuransi jiwa.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 219/PMK.011/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait