Pelajari dan Pahami Sebelum Memilih Terpisah

Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, pada pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa wanita kawin yang tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin mempermudah Wajib Pajak dalam menjalankan kewajibannya, sehingga kepatuhan Wajib Pajak diharapkan meningkat.

Pada ayat 4 peraturan pemerintah ini, menyebutkan bahwa wanita kawin tersebut apabila ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Posisi wanita kawin yang memilih untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara terpisah, maka ia harus menghitung Pajak Penghasilan terutang dengan cara perbandingan penghasilan neto suami-isteri, dan harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atas namanya sendiri. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ/2010 juga dijelaskan bahwa penghitungan PPh terutang dengan cara perbandingan penghasilan neto tersebut berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang memperoleh penghasilan semata-mata dari 1 pemberi kerja yang telah dipotong PPh pasal 21.

Hal lain yang menjadi bahan pertimbangan Penulis untuk mengangkat topik ini adalah, fakta di lapangan yang Penulis alami melalui kegiatan pengabdian masyarakat IYTC (Indonesian Young Tax Community), di lingkungan Universitas Indonesia dan di KPP Pratama Depok. Penulis sebagai salah satu konsultan menghadapi berbagai macam Wajib Pajak dengan karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa Wajib Pajak yang penulis tangani adalah wanita kawin yang status kewajiban perpajakannya terpisah dengan suami, namun Wajib Pajak tersebut tidak mengetahui bahwa kewajiban perpajakannya dapat digabung dengan suami. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi dan pemahaman Wajib Pajak mengenai peraturan perpajakan masih belum merata. Walaupun rasio tingkat kepatuhan Wajib Pajak sudah lumayan tinggi.

Status Kewajiban Perpajakan Suami-Istri

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014 yang selanjutnya dalam makalah ini disebut PER-19, mengatur mengenai bentuk formulir SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan. Bentuk SPT Tahunan yang dipergunakan oleh WP Orang Pribadi untuk melaporkan penghasilan pada tahun pajak 2014 mengalami beberapa perubahan yang diatur dalam PER-19. Salah satunya yaitu pada SPT Tahunan untuk tahun pajak 2014, terdapat kolom yang menyatakan “status kewajiban perpajakan suami-isteri”. Terdapat kolom KK, HB, PH, dan MT. Penjelasan mengenai status kewajiban perpajakan tersebut dapat dilihat di bawah ini :

  1. Status perpajakan KK (Kepala Keluarga) -> kewajiban perpajakan suami-isteri digabung, isteri dapat menggunakan NPWP suami sebagai sarana perpajakannya.
  2. Status perpajakan HB (Hidup Berpisah) -> Wajib Pajak yang memiliki status perpajakan HB dikenai pajak secara terpisah, karena suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan Hakim.
  3. Status perpajakan PH (Pisah Harta) -> penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
  4. Status perpajakan MT (Memilih Terpisah) -> penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

Pada SPT tahunan tahun pajak 2014 juga terdapat lampiran baru, yaitu lembar penghitungan PPh terutang bagi WP yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri PH atau MT. Tentu Ditjen pajak harus memfokuskan pembinaan terhadap WP pada tahun 2014-2015, agar pada tahun penegakan hukum perpajakan tahun 2016, mempermudah Ditjen Pajak untuk melakukan controlling terhadap kepatuhan WP.

Hal yang Penulis fokuskan dalam pembahasan ini adalah mengenai status kewajiban perpajakan suami-isteri yang Memilih Terpisah (MT). Implikasinya terhadap perlakuan perpajakannya adalah suami-isteri dikenai pajak secara terpisah. Yaitu dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri, dan besarnya PPh yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung secara proporsional (perbandingan penghasilan neto masing-masing).

Peraturan mengenai status kewajiban perpajakan suami-isteri ini diatur sejak 2008 dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 (UU No.36 Tahun 2008) dan ditegaskan dalam SE-29/PJ/2010. Namun faktanya, masih banyak Wajib Pajak yang tidak mengetahui mengenai peraturan ini. Dalam SPT tahunan WP Orang Pribadi pun, baru muncul pada SPT tahunan tahun pajak 2014. Sedangkan tahun pajak sebelumnya, tidak terdapat kolom mengenai status kewajiban perpajakan suami-isteri pada SPT 1770 dan 1770 S. Untuk SPT tahun 2014, Wajib Pajak yang kawin harus mengisi kolom status kewajiban perpajakan tersebut. Hal ini membuat Wajib Pajak yang belum mengetahui tentang peraturan ini menjadi lebih mudah memahaminya. Hal ini adalah tanda bahwa Tahun 2014-2015 ini memang difokuskan untuk tahun pembinaan pajak, oleh karena itu Ditjen Pajak dapat melakukan sosialisasi terhadap peraturan-peraturan perpajakan yang lebih intensif.

Adapun penyebab Wajib Pajak berstatus perpajakan MT dikarenakan kekurangtahuan Wajib Pajak mengenai peraturan perpajakan. Hal lain seperti syarat untuk kredit Bank, syarat pembuatan rekening Koran di bank, kebijakan perusahaan, Wajib Pajak wanita yang sebelum kawin sudah memiliki NPWP, menyebabkan status kewajiban perpajakan Wajib Pajak tersebut MT.

Teknis Penghitungan

Penghitungan PPh terutang bagi suami-isteri dikenai pajak secara terpisah, yaitu dikenakan pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri. Besarnya PPh yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung secara proporsional (perbandingan penghasilan neto masing-masing). Akibatnya, terdapat kemungkinan bahwa Wajib Pajak wanita kawin yang menerima penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja sebagai karyawan (mendapat bukti potong 1721-A1) SPT Tahunan Orang Pribadi menjadi kurang bayar/lebih bayar. Namun jika status kewajiban perpajakan suami-isteri adalah KK, penghasilan istri tersebut dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final.

Untuk memahami lebih lanjut, Penulis akan memberikan contoh kasus penghitungan PPh untuk Wajib Pajak kawin yang status kewajiban perpajakannya MT.

Contoh kasus : Seorang Wajib Pajak (berstatus mempunyai 3 orang anak) dalam tahun 2014 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :

  • Penghasilan neto suami dari pekerjaan sebesar Rp 204.608.000,- (telah dipotong PPh Pasal 21 sebesar  Rp. 20.831.200).
  • Penghasilan neto isteri dari pekerjaan sebesar Rp 106.912.000,- (telah dipotong PPh Pasal 21 sebesar  Rp. 7.391.800).

Untuk penghitungan berdasarkan peraturan/lembar penghitungan PPh bagi WP yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri PH atau MT, dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini :

HT1

Sehingga PPh Kurang/(Lebih) Bayar pada SPT Tahunan Orang Pribadi adalah sebagai berikut :

HT2

Dampak dari Status Perpajakan MT

Seperti contoh kasus penghitungan yang Penulis paparkan di bagian pembahasan, terdapat kemungkinan bahwa Wajib Pajak yang seharusnya SPT Tahunannya Nihil, menjadi kurang bayar/lebih bayar. Hal ini menyebabkan kepatuhan Wajib Pajak berkurang. Karena anggapan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku itu tidak adil bagi mereka. Bagi Wajib Pajak yang tidak mengerti peraturan perpajakan beranggapan bahwa kewajibannya sudah tuntas karena PPh-nya sudah dipotong dari gaji, tetapi karena suami-isteri berbeda NPWP, maka penghitungan PPh-nya dapat menyebabkan Wajib Pajak masih harus membayar kekurangan utang pajaknya.

Dari sisi lain, ketentuan ini sudah jelas adanya. Disebutkan bahwa bagi Wajib Pajak yang “menghendaki” untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah, maka diharuskan untuk menggunakan penghitungan pajak secara proporsional. Ada pula Wajib Pajak yang tidak ingin repot, dan ingin melunasinya dengan senang hati walaupun ia tidak mengetahui adanya ketentuan seperti ini. Hal ini berdampak baik kepada penerimaan Negara yang semakin bertambah. Di sisi lain, ada pula Wajib Pajak yang tidak mau membayar kekurangan utang pajaknya, mungkin dikarenakan kekurangan utang pajak yang masih harus dilunasi lumayan besar. Tentu menyebabkan anggapan mengenai peraturan perpajakan yang tidak adil.

Oleh karena itu, pemerintah harus mengoptimalkan pembinaan kepada Wajib Pajak pada tahun pembinaan pajak ini. Sehingga apabila pada tahun penegakan hukum di tahun 2016, Wajib Pajak tetap tidak patuh terhadap ketentuan yang berlaku, pemerintah dapat mengambil langkah penegakan hukum dengan dasar yang sudah pasti, yaitu Wajib Pajak telah dibina tetapi tetap tidak mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

Solusi untuk WP yang Berstatus Perpajakan MT

Ada beberapa solusi menurut Penulis yang dapat di lakukan oleh Wajib Pajak agar tidak terlalu terbebani oleh ketentuan ini. Wajib Pajak harus lebih memahami peraturan perpajakan yang berlaku, karena sistem self-assessment yang mengharuskan Wajib Pajak memahami  peraturan.

Solusi menurut Penulis yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak wanita kawin (yang memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi kerja) yang memiliki NPWP berbeda dengan suami tanpa adanya perjanjian pisah harta adalah segera menutup NPWP-nya. Tetapi, terlebih dahulu harus menuntaskan kewajiban perpajakannya yang belum dilakukan. Dikarenakan apabila Wajib Pajak yang ingin menutup NPWP, maka dapat dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain terhadap Wajib Pajak tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17 Tahun 2013. Apabila masih terdapat kewajiban yang belum dilaksanakan, maka Wajib Pajak terlebih dahulu harus menuntaskan kewajibannya, misalnya seperti pelaporan SPT, pembayaran pajak terutang yang masih harus dibayar. Setelah kewajibannya dilaksanakan, Wajib Pajak dapat menutup NPWP-nya dan untuk selanjutnya dapat menggunakan NPWP suaminya (sesuai ketentuan PP No.74 tahun 2011). Untuk Pelaporan SPT-nya, digabung dengan SPT suami, sehingga penghasilan yang diterimanya dari 1 pemberi kerja tersebut, dianggap sebagai penghasilan yang bersifat final pada SPT suami.

Langkah lainnya yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah memanfaatkan fasilitas kebijakan sunset policy yang akan berlaku mulai Mei 2015. Wajib Pajak harus membetulkan SPT tahunan 5 tahun sebelumnya tanpa adanya sanksi administrasi akibat pembetulan SPT, kebijakan ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Apabila Wajib Pajak membetulkan SPT Tahunannya, yang sebelumnya tidak menggunakan teknis penghitungan PPh secara proporsional, namun pada pembetulan SPT-nya menggunakan teknis penghitungan secara proporsional, maka apabila SPT-nya menjadi kurang bayar, atas kurang bayar tersebut dihapuskan sanksi administrasinya. Sehingga beban Wajib Pajak tidak terlalu besar. Sehingga diharapkan pada tahun pembinaan pajak ini, kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak dapat meningkat akibat diberlakukannya kebijakan ini.

Simpulan

Status kewajiban perpajakan suami-isteri memilih terpisah (MT) adalah status kewajiban perpajakan dimana suami-isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah. Apabila status kewajiban perpajakan suami-isteri memilih terpisah (MT), penghitungan PPh terutang untuk suami dan istri dihitung berdasarkan perbandingan penghasilan neto mereka.

Wajib Pajak yang berstatus perpajakan memilih  terpisah (MT) disebabkan karena beberapa hal. Yang dominan menyebabkan hal ini adalah kekurangtahuan Wajib Pajak mengenai peraturan perpajakan. Dampak yang ditimbulkan adalah SPT Tahunan Wajib Pajak tersebut terdapat kemungkinan menjadi kurang bayar atau lebih bayar, sehingga membuat kepatuhan Wajib Pajak menurun. Pada tahun pembinaan pajak ini, tidak hanya pemerintah yang diandalkan, tetapi memerlukan partisipasi Wajib Pajak juga.

Wajib Pajak sudah diberikan sosialisasi, dan tersedia berbagai informasi mengenai perpajakan di website Ditjen pajak. Maka dibutuhkan partisipasi dan kesadaran Wajib Pajak untuk menjalankan kewajibannya. Pemerintah juga memberikan fasilitas seperti sunset policy yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak dapat meningkat.

Saran

Wajib Pajak harus lebih memiliki kesadaran untuk memahami dan menerapkan peraturan perpajakan. Bagi Pemerintah diharapkan dapat memberikan sosialisasi mengenai ketentuan perpajakan lebih gencar dan lebih baik lagi pada tahun pembinaan pajak ini. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan sosialisasi melalui media elektronik atau media sosial, misalnya iklan di media-media, on-air di radio atau tv, dan lain sebagainya, serta dapat pula mengundang HRD dari perusahaan-perusahaan di sekitar Kantor Pelayanan Pajak untuk diberikan pembinaan lebih dalam mengenai ketentuan-ketentuan perpajakan, sehingga informasi yang diberikan dapat tersebarluaskan.

Daftar Pustaka

Buku

  • Mardiasmo, Prof. Dr. M.B.A., Ak, 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
  • Suandy, Erly, 2011. Hukum Pajak Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan

  • Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2010 Tentang Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Bagi Wanita Kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan Hak dan Kewajibannya sendiri

Sumber Lain

  • Annual Report (Laporan Tahunan) DJP Tahun 2013
  • http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2015/01/24/status-kewajiban-perpajakan-suami-isteri-dalam-formulir-spt-PPh-wajib-pajak-orang-pribadi-698315.html, diakses pada tanggal 18 April 2015
  • Discussion Room (Forum) ortax.org Forum tentang PPh Orang Pribadi, diakses pada tanggal 14 April 2015
Categories: Artikel Pajak

Artikel Terkait