Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak

ppn atas_123PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
(Tinjauan atas SE-08/PJ.52/1996 tentang Jasa Perdagangan)

Oleh Tunas Hariyulianto, SE., MSi.

 

Semakin meningkatnya transaksi perdagangan international oleh perusahaan-perusahaan di luar negeri ke Indonesia, telah mendorong perusahaan tersebut untuk menggunakan jasa perdagangan dari perusahaan yang berlokasi / berkedudukan di Indonesia untuk melakukan kegiatan pemasaran, pencarian pembeli, dan penghubung/perantara antara perusahaan di luar negeri tersebut dengan pembeli di Indonesia. Hal ini mendorong pula tumbuhnya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang jasa perdagangan.

Jasa Perdagangan merupakan jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, karena menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Kegiatan jasa perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan pembeli/penjual. Berdasarkan ketentuan Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM stdd. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-undang PPN) Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, Jasa Perdagangan merupakan Jasa Kena Pajak, sehingga atas penyerahannya terutang PPN. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan penegasan mengenai jasa perdagangan dengan Surat Edarannya Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996, yang menentukan bahwa pengenaan PPN atas jasa perdagangan didasarkan kepada tempat kedudukan / domisili pihak yang memanfaatkan jasa (Penerima Jasa). Menurut Surat Edaran ini, jasa perdagangan dikenakan PPN apabila Penerima Jasa berada di dalam Daerah Pabean. Dalam hal penerima jasa berada di luar Daerah Pabean, tidak dikenakan PPN.

Berkaitan dengan penegasan Direktur Jenderal Pajak dalam SE-08/PJ.52/1996 tersebut, dalam tulisan ini Penulis mencoba untuk membahas secara singkat mengenai pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak, khususnya Jasa Perdagangan, sesuai dengan konsep teori dan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang PPN.

Sesuai dengan Legal Character-nya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atas “konsumsi barang atau jasa” (General Indirect Tax On Consumption). Selanjutnya, sesuai dengan prinsip tujuan (Destination Principle) yang digunakan oleh Undang-undang PPN Indonesia, konsumsi barang atau jasa yang dapat dikenakan PPN hanyalah konsumsi yang terjadi di dalam Daerah Pabean Indonesia. Dengan demikian, dalam menentukan suatu konsumsi barang atau jasa dapat dikenakan PPN, harus dilihat/diperhatikan tempat terjadinya konsumsi, apakah di dalam daerah pabean atau di luar daerah pabean.

Dalam membahas mengenai pengenaan PPN atas penyerahan jasa, harus diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ’Jasa’. Definisi ’Jasa’ sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Berdasarkan definisi ’Jasa’ tersebut, jasa adalah setiap kegiatan pelayanan, sehingga Jasa merupakan suatu proses kegiatan / aktivitas / pengerjaan. Penyerahan jasa oleh pemberi jasa sudah terjadi ketika kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan tersebut dilakukan oleh pemberi jasa. Apabila dilihat dari sisi penerima jasa, konsumsi jasa dimulai ketika kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan tersebut dilakukan oleh pemberi jasa dan konsumsi berakhir ketika kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan tersebut selesai dilakukan oleh pemberi jasa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsumsi jasa terjadi ketika penyerahan jasa dilakukan oleh Pemberi Jasa atau ketika kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan (jasa) dilakukan oleh Pemberi Jasa. Lebih lanjut, dapat dikatakan pula bahwa tempat konsumsi / penyerahan jasa adalah di tempat kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan (jasa) tersebut dilakukan oleh pemberi jasa.

Selanjutnya, Pasal 4 huruf c Undang-undang PPN, menentukan bahwa konsumsi/penyerahan jasa yang dapat dikenakan PPN adalah “Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha.” Dalam memori penjelasannya dinyatakan bahwa Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
  2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
  3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 tersebut, penentuan suatu penyerahan Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah didasarkan kepada tempat terjadinya / dilakukannya penyerahan jasa atau berdasarkan kepada tempat kegiatan / aktivitas / pengerjaan pelayanan (jasa) tersebut dilakukan oleh pemberi jasa, dan tidak didasarkan kepada tempat kedudukan / domisili dari penerima jasa. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Undang-undang PPN tersebut, PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha kepada pihak manapun (termasuk kepada orang pribadi atau badan yang berada di luar Daerah Pabean).

Berdasarkan uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa penegasan Direktur Jenderal Pajak dalam Surat Edarannya Nomor SE-08/PJ.52/1996 mengenai jasa perdagangan yang menentukan bahwa pengenaan PPN atas jasa perdagangan didasarkan kepada tempat kedudukan / domisili pihak yang memanfaatkan jasa (Penerima Jasa), tidak sejalan dengan ketentuan pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak (termasuk Jasa Perdagangan) berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf c Undang-undang PPN sebagaimana telah diuraikan di atas. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang PPN, jasa perdagangan baik berupa jasa perantara, jasa pemasaran, maupun jasa mencarikan pembeli/penjual, sepanjang kegiatan/aktivitas pengerjaannya dilakukan di dalam Daerah Pabean, kepada pihak manapun (termasuk kepada orang pribadi atau badan yang berada di luar Daerah Pabean), terutang PPN.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :

  1. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf c Undang-undang PPN, penyerahan Jasa Kena Pajak (termasuk Jasa Perdagangan) yang dilakukan di dalam daerah pabean atas perintah/permintaan pihak manapun (termasuk orang / badan di luar negeri), terutang PPN dengan tarif 10%.
  2. Ketentuan mengenai pengenaan PPN atas Jasa Perdagangan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996, tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 4 Undang-undang PPN

 

*) Penulis adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak
dan Dosen pada program Ekstension (S-1) Fiskal, FISIP UI
serta Instruktur program pelatihan perpajakan (Brevet), FISIP UI

Categories: Artikel Pajak

Artikel Terkait