Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Penentuan kembali tersebut dilakukan sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Dalam menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha diperlukan pemilihan metode penentuan harga transfer (metode transfer pricing) yang paling sesuai. Sebelumnya, terdapat 5 metode penentuan harga transfer. Namun, dengan berkembangnya kondisi usaha serta kompleksitas transaksi, pemerintah mengenalkan metode lain dalam transfer pricing. Berdasarkan perubahan UU Pajak Penghasilan melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat penambahan tiga metode transfer pricing. Ketiga metode tersebut adalah:
- Metode Perbandingan Transaksi Independen (Comparable Uncontrolled Transaction Method)
- Metode Penilaian Harta Berwujud dan/atau Harta Tidak Berwujud (Tangible asset and Intangible Asset Valuation); dan
- Metode Penilaian Bisnis (Business Valuation).
Metode Perbandingan Transaksi Independen (Comparable Uncontrolled Transaction Method)
Metode Perbandingan Transaksi Independen (Comparable Uncontrolled Transaction/CUT) sebenarnya bukan merupakan metode yang baru, melainkan sudah muncul sejak Amerika Serikat melakukan evolusi metode transfer pricing dengan mengeluarkan amandemen US Treas. Reg. 1.482 pada tahun 1994. Di Amerika Serikat, metode ini merupakan metode yang umum digunakan untuk menganalisis suatu transaksi aset tidak berwujud. Dalam penggunaannya, yang diperbandingkan dalam metode ini bukan harga dari suatu teknologi atau paten, melainkan tingkat royalti yang disepakati antara dua belah pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan tingkat royalti untuk jenis aset tidak berwujud yang sejenis.
Jika melihat ketentuan domestik, hingga saat ini belum terdapat aturan yang menjelaskan mengenai pengaplikasian metode CUT dalam penentuan harga transfer. Namun, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2020 telah sedikit membahas mengenai penerapan metode ini. CUT dilakukan dengan membandingkan harga/laba transaksi terhadap basis tertentu antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan transaksi independen. CUT dianggap sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang secara komersial dinilai berdasarkan basis tertentu, antara lain tingkat suku bunga, diskonto, provisi, komisi, dan persentase royalti terhadap penjualan atau laba operasi.
Metode Penilaian Harta Berwujud dan/atau Harta Tidak Berwujud (Tangible Asset and Intangible Asset Valuation)
Penilaian aset adalah proses menentukan pasar wajar atau nilai sekarang aset, menggunakan nilai buku, model penilaian absolut seperti analisis arus kas yang didiskontokan, model penetapan harga opsi atau yang dapat dibandingkan. Aset tersebut termasuk investasi dalam sekuritas yang dapat dipasarkan seperti saham, obligasi dan opsi, aset berwujud seperti gedung dan peralatan, atau aset tidak berwujud seperti merek, paten, dan merek dagang.
Berdasarkan PMK-22/2020, metode ini dapat diaplikasikan untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi Hubungan Istimewa antara lain sebagai berikut:
- transaksi pengalihan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud;
- transaksi persewaan harta berwujud;
- transaksi sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud;
- transaksi pengalihan aset keuangan;
- transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan wilayah pertambangan dan/atau hak sejenis lainnya; dan
- transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan perkebunan, kehutanan, dan/atau hak sejenis lainnya.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-54/PJ/2016 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Properti, Penilaian Bisnis, Dan Penilaian Aset Tak Berwujud untuk Tujuan Perpajakan, terdapat 3 pendekatan penilaian yang dapat digunakan, yaitu di antaranya adalah pendekatan harga pasar, pendekatan pendapatan, dan pendekatan Biaya.
- Pendekatan Harga Pasar (Market Approach)
Pendekatan harga pasar adalah proses penentuan nilai wajar aset berdasarkan harga jual aset yang serupa dengan objek penilaian. Pendekatan ini mengharuskan Penilai atau tim penilai untuk melakukan survei lapangan dengan tujuan mencari aset yang serupa/objek pembanding dengan objek penilaian. Persyaratan fundamental yang harus diperhatikan dalam mencari objek pembanding adalah harus “sejenis” dan “sebanding”.
Makna “sejenis” di sini adalah objek pembanding yang digunakan berada pada segmen pasar yang sama dengan objek penilaian atau objek pembanding memiliki potensial pembeli yang sama dengan objek penilaian. Sedangkan makna “sebanding” adalah objek pembanding memiliki karakteristik dan spesifikasi yang sama dengan objek penilaian, baik secara fisik maupun nonfisik.
Objek pembanding yang dimasukkan minimal berjumlah dua objek, tapi akan jauh lebih baik lebih dari dua. Namun demikian jumlah pembanding yang berjumlah banyak belum tentu juga menggambarkan objek pembanding yang sejenis dan sebanding. Oleh karena itu, pembatasan terhadap jumlah pembanding juga diperlukan.
Pada kasus tertentu, objek pembanding yang ditemukan biasanya tak memenuhi persyaratan sejenis dan sebanding. Dikarenakan objek yang dijadikan data pembanding tak sama persis, hanya sejenis dan sebanding dengan objek penilaian, maka perlu dilakukan beberapa penyesuaian. Penyesuaian dilakukan apabila ada beberapa karakteristik atau item dalam objek penilaian yang berbeda dengan objek pembanding. Dalam melakukan penyesuaian, tim penilai harus menetapkan besaran penyesuaian untuk masing-masing objek. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan persentase atau dengan teknik perhitungan lain yang bisa menjelaskan atas hal-hal yang disesuaikan tersebut. Yang perlu diperhatikan, setiap perbedaan yang mengharuskan adanya penyesuaian, besarnya penyesuaian tersebut hanya akan mengubah nilai objek pembanding, bukan pada objek penilaian.
Kelebihan
- Nilai objek pembanding sangat menggambarkan ekonomi pasar/transaksi di pasar.
- Lebih mudah dipahami dan lebih sederhana.
- Ketersediaan data pembanding untuk property-properti tertentu sangat mudah didapatkan seperti rumah type 36, 45, tanah kosong, dan sebagainya.
- Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Dengan pendekatan pendapatan, nilai wajar aset ditentukan dari jumlah income atau pendapatan yang dihasilkan dari aset tersebut. Aset yang dihitung menggunakan pendekatan pendapatan adalah aset-aset yang menghasilkan pendapatan atau aset Highest and Best Use (HBU). Secara komprehensif, aset HBU adalah aset yang mana apabila daya guna dan fungsi aset tersebut dimanfaatkan secara maksimal akan mendatangkan hasil yang maksimal. Sebuah properti dikatakan telah memenuhi kriteria HBU bilamana secara fisik dimungkinkan (physically feasible), diizinkan secara peraturan (legally permissible), layak secara finansial (financially feasible), dan dapat memberikan hasil yang paling maksimal (maximally productive).
Terdapat beberapa metode dalam pendekatan pendapatan, yaitu metode kapitalisasi langsung (direct capitalization method), metode arus kas yang didiskontokan (Discounted Cash Flow/DCF method), dan metode gross income multiplier.
Pertama, metode kapitalisasi langsung atau direct capitalization. Nilai wajar objek penilaian yang dihasilkan dengan metode ini dihitung dari pendapatan bersih operasional tahunan di masa yang akan datang dibagi dengan tingkat kapitalisasi tertentu. Pendapatan bersih operasional merupakan hasil dari pendapatan operasional dikurangi biaya operasional dan pajak. Terkait tingkat kapitalisasi, umumnya digunakan suku bunga Bank Indonesia per tanggal penilaian atau juga dapat menggunakan suku bunga obligasi/sukuk.
Nilai Objek Penilaian = Pendapatan Bersih Operasional / Tingkat Kapitalisasi
Kedua, metode arus kas yang didiskontokan atau DFC method. Arus kas di sini adalah proyeksi atau gambaran kas yang diterima di masa yang akan datang. Arus kas yang diterima tersebut akan dibawa nilainya ke masa sekarang atau disebut dengan istilah present value of money. Proyeksi kas yang diterima di masa yang akan datang itu dihitung berdasarkan data-data historis properti, seperti pendapatan yang diterima di masa lalu, sehingga dibutuhkan analisis prospektif untuk menggunakan metode ini. Untuk jangka waktu proyeksi arus kas masa depan, akan lebih baik melakukan analisis prospektif untuk lima hingga sepuluh tahun yang akan datang. Setelah proyeksi arus kas ditemukan, bagi tiap-tiap tahun dengan tingkat diskonto. Sama seperti metode kapitalisasi langsung, tingkat diskonto dapat menggunakan suku bunga BI atau suku bunga obligasi/sukuk. Metode DCF dapat dirumuskan sebagai berikut:
DCF = CF11 / (1+r) + CF12 / (1+r) + … + CF1n / (1+r)
CF1 : Proyeksi arus kas tahun ke-1 di masa yang akan datang
CF2 : Proyeksi arus kas tahun ke-2 di masa yang akan datang
Cfn : Proyeksi arus kas tahun ke-n di masa yang akan datan
r : Tingkat diskonto
Metode selanjutnya adalah metode GIM (gross income multiplier). Dengan metode ini nilai objek penilaian didapatkan dari hasil perkalian antara pendapatan kotor tahunan dengan konstanta tertentu. Konstanta tersebut adalah multiplier pendapatan kotor. Terdapat dua macam pendapatan kotor pada metode ini, yaitu pendapatan kotor potensial (potensial gross income/PGI) dan pendapatan kotor efektif (effective gross income/EGI). Pendapatan kotor potensial adalah pendapatan kotor yang diterima apabila properti tersebut tidak terdapat kekosongan atau tingkat okupansi sama dengan 100 persen. Sedangkan pendapatan kotor efektif adalah pendapatan kotor potensial dikurangi dengan vacancy and colletion loss, yaitu pendapatan yang tidak diterima karena penurunan tingkat okupansi. Dalam metode ini juga dibutuhkan nilai pendapatan kotor potensial dan pendapatan kotor efektif dari properti yang sejenis dan sebanding agar perhitungan GIM dapat dilakukan. Jika PGI digunakan sebagai dasar untuk penilaian, maka GIM dihitung dari PGI properti pembanding. Begitupun sebaliknya. Perumusan metode GIM dapat dituliskan sebagai berikut:
PGI Multiplier (PGIM) = Price Pembanding / PGI Pembanding
EGI Multiplier (EGIM) = Price Pembanding / EGI Pembanding
Nilai Objek Penilaian = PGIM x PGI Objek Pembanding
Nilai Objek Penilaian = EGIM x EGI Objek Pembanding
Kelebihan
- Sangat relevan untuk aset yang dimanfaatkan secara maksimal.
- Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Dalam pendekatan biaya, nilai wajar ditentukan dari biaya pembuatan/penggantian baru atau New Replacement Cost (NRC) dikurangi dengan penyusutan. NRC adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendirikan gedung atau bangunan dengan kondisi yang lebih baru. Pada umumnya, objek-objek penilaian yang dihitung dengan pendekatan biaya adalah berupa gedung dan bangunan. Namun, tak menutupi kemungkinan objek berupa kendaraan dan peralatan dihitung dengan pendekatan biaya.
Dalam kasus bangunan, NRC dihitung melalui luas bangunan dan fasilitas dalam satuan m2 dikalikan dengan harga satuan yang terlampir pada Daftar Komponen Penilaian Bangunan (DKPB). NRC bangunan dapat berubah-ubah sesuai dengan jenis material yang digunakan dalam gedung. Material tersebut bisa berupa jenis kayu, jenis pasir, batu bata, genteng, dan sebagainya. DKPB juga berbeda-beda tergantung wilayahnya karena harga material yang digunakan untuk mendirikan bangunan akan berbeda pada tiap-tiap daerah. Sebagai contoh DKPB daerah Jakarta akan berbeda dengan daerah Bogort, dan sebaliknya. Tak hanya itu, NRC juga dapat dihitung dengan cara lain, yaitu dengan metode koefisien harga. NRC dengan metode koefisien harga didapatkan dari hasil perkalian antara cost atau harga perolehan barang saat dibeli dikalikan dengan tingkat inflasi rata-rata selama umur ekonomis.
Kelebihan
Sangat berguna untuk menilai barang yang memiliki banyak komponen atau material seperti gedung dan bangunan.
Selain aturan lokal, di dalam OECD TP Guidelines tahun 2017 juga terdapat bahasan yang mendukung mengenai metode dalam penilaian harta yakni dibahas dalam Bab 6 Bagian D.2 yang membahas terkait Use of Valuation techniques. Secara ringkas saja, dalam bahasan ini, teknik penilaian juga dapat digunakan untuk memperkirakan harga wajar suatu transaksi aset tidak berwujud ketika aset tersebut sulit di indentifikasi dengan menggunakan metode CUP.
Metode Dalam Penilaian Bisnis (Business Valuation)
Penilaian Bisnis adalah serangkaian kegiatan untuk menentukan besaran suatu jenis nilai tertentu pada suatu saat tertentu yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar penilaian dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas suatu kelangsungan usaha (going concern) termasuk berbagai kepentingan dan kepemilikan (business ownership interest), serta transaksi dan kegiatan yang memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. metode ini dapat diaplikasikan untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi Hubungan Istimewa antara lain sebagai berikut:
- Transaksi sehubungan dengan restrukturisasi usaha, termasuk pengalihan fungsi, aset, dan/atau risiko antar Pihak Afiliasi.
- Transaksi pengalihan harta selain kas kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (inbreng)
- Transaksi pengalihan harta selain kas kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota dari perseroan, persekutuan, atau badan lainnya.
Serupa dengan metode sebelumnya, dalam metode ini juga terdapat 3 pendekatan penilaian yang digunakan, yaitu pendekatan pasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan aset.
- Pendekatan Harga Pasar (Market Based Approach)
Pendekatan Penilaian dengan cara membandingkan Objek Penilaian dengan objek lain yang sebanding dan sejenis serta telah memiliki harga jual.
- Pendekatan Pendapatan (Income Based Approach)
Pendekatan Penilaian dengan cara mengonversi manfaat ekonomis atau pendapatan yang diperkirakan akan dihasilkan oleh Objek Penilaian dengan tingkat diskonto tertentu.
- Pendekatan Aset (Asset Based Approach)
Pendekatan Penilaian berdasarkan laporan keuangan historis Objek Penilaian yang telah diaudit, dengan cara menyesuaikan seluruh aset dan kewajiban menjadi Nilai Pasar sesuai dengan Premis Nilai yang digunakan dalam Penilaian Bisnis.